/0/23359/coverorgin.jpg?v=6cc1c8db761967eeaa4c45bc90ba2de5&imageMogr2/format/webp)
Floretta sayang,” panggil seorang pria yang usianya setengah baya.
“Ya Dad, ada apa?”
Floretta bertanya sambil terus melangkahkan kakinya ke arah sang ayah yang tadi memanggilnya. Di sebelah tangan Floretta, terdapat camilan kesukaannya.
“Kemari, Daddy ingin bicara.”
Floretta mendudukan tubuhnya di sofa sebelah ayahnya. Kemudian dia menaruh camilan di atas meja.
“Ada apa Dad?”
“Ayo kita ke makam mommy,” ajak Reagan Wedsey yang merupakan ayah kandung Floretta.
Floretta mengangguk dengan semangat. “Ayo Dad, sebentar ya aku akan siap-siap dulu.”
Setelah mendapat anggukan dari sang ayah, Floretta segera berlari menuju tangga dengan semangat yang membara.
“Hati-hati Sayang,” teriak Reagan karena takut putrinya tersandung anak tangga.
Reagan menggeleng melihat kelakuan putri semata wayangnya. Dia mengambil camilan yang dibawa oleh Floretta dan memakannya.
“Emily, tunggu sebentar ya, kami akan datang ke sana,” gumamanya dengan pandangan kosong.
***
“Oke, sudah sampai,” ujar Reagan setelah memarkirkan mobil kesayangan istrinya di parkiran pemakaman elit.
Floretta melihat sekitar. Ada beberapa mobil yang terparkir di sini, tapi tidak ada orang satupun.
Pandangan Floretta terhenti pada ayahnya yang sedang tersenyum sembari mengusap sesuatu di dalam dompetnya.
Floretta memicingkan matanya untuk mengisi rasa penasaran pada apa yang membuat sang ayah tersenyum sembari mengusap-usap sesuatu.
Floretta terdiam kala melihat benda yang diusap oleh sang ayah. Itu adalah foto terakhir sebelum ibunya pergi ke tempat yang indah. Foto itu diambil saat keluarga kecil mereka bermain ke pantai dan Floretta masih berusia 10 tahun.
Floretta mengalihkan pandangannya agar bulir-bulir halus tidak menetes. Dia tidak ingin memperlihatkan air mata saat akan mengunjungi ibunya.
“Dad, ayo. Mommy pasti sudah menunggu,” ajak Floretta agar sang ayah tidak terlarut dalam kenangan masa lalu.
“Ah ya, ayo.”
Reagan seperti orang gelagapan. Setelah putrinya mengajak untuk segera masuk, dia langsung memasukkan foto itu ke dalam dompet dan keluar dari mobil bersamaan dengan Floretta.
Keduanya berjalan beriringan di jalan yang lumayan besar dan diapit oleh deretan makam.
Floretta menghela napas lega saat melihat beberap orang sedang berziarah. Jujur, dia lumayan takut saat berjalan menuju makam ibunya. Tapi setelah berziarah, dia merasa lebih lega dan tiba-tiba saja rasa takut itu hilang.
Floretta tersenyum dan duduk di tanah. Dia mengusap-usap batu nisan dengan sayang.
“Mom, Flo datang. Maaf ya Mom, Flo akhir-akhir ini jarang mengunjungi Mommy. Tapi Flo janji, Flo akan rajin mengunjungi Mommy dan curhat ke Mommy. Mommy yang tenang ya di sana. Tunggu Flo dan daddy ya. Supaya kita bisa bersama lagi.”
Floretta mengusap bulir bening yang meluncur bebas. Dia menoleh pada ayahnya yang sedang mengusap-usap nisan sambil menatap gundukan tanah yang telah ditutupi rumput.
Reagan menebarkan bunga di atas makam istrinya. Begitupula dengan Floretta. Setelah menebar bunga, Floretta menyiraminya dengan air wewangian.
Floretta menatap ke langit. Tidak ada lagi awan mendung yang menghias langit. Kini langit sedang menunjukkan keceriaannya.
“Flo sudah?”
Floretta mengangguk.
“Ayo pulang,” ajak Reagan setelah melihat ke pergelangan tangannya.
Floretta yang paham kalau ayahnya habis ini masih ada kegiatan pun memilih untuk mengiyakan. Padahal dia ingin berlama-lama di sini dan menceritakan apa yang sudah terjadi akhir-akhir ini pada ibunya.
“Ya, Dad.”
Floretta menatap makam ibunya dan berucap. “Mom, Flo pulang dulu ya. Nanti Flo datang ke sini lagi. Istirahat yang tenang ya Mom.”
“Sayang, aku pergi dulu ya. Lusa aku akan ke sini lagi. Sampai ketemu lusa, Sayang,” ujar Reagan sembari memberi kecupan di nisan sang istri.
Floretta pun memberikan kecupan pada nisan ibunya dan memeluknya sebentar.
“Goodbye Mom, aku pergi dulu,” ucapnya dengan pelan.
Reagan berdiri dan diikuti oleh Floretta. Keduanya kembali berjalan beriringan menuju pintu keluar.
Saat mereka hampir keluar dari gerbang tiba-tiba saja ada yang memanggil nama Reagan.
“Tuan Wedsey.”
Reagan tersenyum pada pemuda yang menyapanya.
“Selamat siang Tuan Wedsey dan Nona Floretta,” sapanya lagi.
“Siang,” balas Floretta setelah tahu kalau pria itu adalah orang yang lumayan dekat dengan ayahnya.
“Biar Saya tebak, pasti kalian habis mengunjungi makam nyonya Emily,” tebak pria itu sebagai basa-basi.
Sebenarnya itu bukan basa-basi, memang orangnya seperti itu.
“Ya, apakah kau juga ingin mengunjungi makam istrimu?”
“Tentu Tuan Wedsey, sudah sebulan Saya tidak mengunjunginya.”
Reagan manggut-manggut.
“Kalau begitu Saya ke sana dulu ya Tuan, Nona. Semoga harimu baik dan selalu dalam lindungan Tuhan,” ucap pria itu.
Reagan mengangguk dan mengucapkan hal yang sama pada pria itu.
Reagan dan Floretta kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.
“Dad, apakah Daddy sibuk?” tanya Floretta setelah mobil yang dikendarai Reagan keluar dari area pemakaman.
Reagan menoleh pada sang putri. “Ada apa hm?”
Bukannya menjawab, Reagan malah balik bertanya.
Reagan sengaja seperti itu karena ingin tahu apa yang diinginkan oleh putrinya. Kalau dia sanggup memenuhinya, maka urusannya akan dia kesampingkan dan mengutamakan putri semata wayangnya.
Floretta menggeleng. “Tidak, aku hanya bertanya saja, Dad.”
Reagan tahu kalau Floretta sedang berbohong padanya. Dia pun tahu kalau Floretta ingin mengajaknya ke suatu tempat.
“Katakan saja, Sayang. Kalau memungkinkan Daddy akan meluangkan waktu Daddy untukmu.”
“Aku ingin makan siang dengan Daddy,” ungkap Floretta tanpa menatap ayahnya.
Reagan terkekeh. “Baiklah. Kita akan makan bersama siang ini. Apakah kamu punya rekomendasi restoran, Flo?”
“Ada! Aku yakin Daddy pasti menyukai makanannya. Oiya, lagipula restorannya tidak terlalu jauh dari kantor Daddy,” ucap Floretta dengan semangat.
/0/10592/coverorgin.jpg?v=0893ac17885e413ccdd7cacd9d5cddaf&imageMogr2/format/webp)
/0/20687/coverorgin.jpg?v=cd1175ed73971d72d14a9d65cc1c01ff&imageMogr2/format/webp)
/0/29581/coverorgin.jpg?v=cef77ef63ec72ae6bb83987cf0e7c459&imageMogr2/format/webp)
/0/4255/coverorgin.jpg?v=d6865889fd38bc0b03be21f4feff243b&imageMogr2/format/webp)
/0/4508/coverorgin.jpg?v=3f1d61d85694c58aa544c0c81f79d567&imageMogr2/format/webp)
/0/7966/coverorgin.jpg?v=3b03f6cba1a16a2dffd7c69b5b9bf4a6&imageMogr2/format/webp)
/0/17221/coverorgin.jpg?v=b9ad6680c7d9af69bd74c67906ede212&imageMogr2/format/webp)
/0/14716/coverorgin.jpg?v=cba4b48322f0a2eef4d918fbf55885ae&imageMogr2/format/webp)
/0/12790/coverorgin.jpg?v=88b5588692e190dcd05549a1b03750fe&imageMogr2/format/webp)
/0/3017/coverorgin.jpg?v=8138d9ac22c664cafb2df6a655de06b5&imageMogr2/format/webp)
/0/4260/coverorgin.jpg?v=576fc7faa6fb29ab90702c7a1f661be3&imageMogr2/format/webp)
/0/21232/coverorgin.jpg?v=6140b1f88a61e38796028c11b852018c&imageMogr2/format/webp)
/0/2978/coverorgin.jpg?v=c19a7ba9c7837074dbd7c16855abe86e&imageMogr2/format/webp)
/0/2170/coverorgin.jpg?v=2158f4c7583e99d746e1ea0ca0f0009e&imageMogr2/format/webp)
/0/2302/coverorgin.jpg?v=e75001be09979412d5353255254bfc0e&imageMogr2/format/webp)
/0/5866/coverorgin.jpg?v=0cb454270a42aecb78670b41f75f581d&imageMogr2/format/webp)
/0/3255/coverorgin.jpg?v=20250122112652&imageMogr2/format/webp)
/0/3471/coverorgin.jpg?v=7b785d19b6e8d642748149bf3f75d4bd&imageMogr2/format/webp)
/0/9966/coverorgin.jpg?v=d67e4f318c955a96a840db011a89bc29&imageMogr2/format/webp)
/0/7194/coverorgin.jpg?v=4ff094347bed047f5498cb232d936bd6&imageMogr2/format/webp)