Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Pak Presdir memanggilku?”
Wajah gadis manis berponi itu tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir. Belum lagi seseorang yang membawa berita tidak kalah menyeramkan. Tatapan sinis dan juga mulut pedas sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari baginya semenjak memutuskan bekerja di sini.
Namanya Inka, seorang pegawai biasa yang baru 3 bulan bekerja.
Inka bertanya sekali lagi. Kejadian seperti ini sangatlah langka baginya. Mengapa dan ada apa sampai Sang Presdir memanggilnya? Adakah kesalahan besar yang sudah dibuatnya?
“Kamu itu tuli, ya? Cepatlah ke ruangan Presdir. Lambat sekali pergerakanmu!” Balasan kasar didapatkan baginya. Beginilah kehidupan sebagai pegawai baru. Bisa apa bila menghadapi seseorang yang lebih dulu berada di kantor yang sama?
Itu Dina, sekretaris 2 Pak Presdir. Ia memang bukanlah sekretaris utama tetapi tingkahnya sudah seperti orang yang sangat penting. Ia bahkan tidak bekerja di ruangan yang sama dengan sekretaris utama. Bingung? Ah, bagaimana ya menjelaskannya seperti inilah yang terjadi di perusahaan XAU Corp.
“Saya akan segera ke sana.”
“Tidak perlu kuantar, ‘kan? Takutnya kamu malah tersesat.”
Inka menghela napas. Berbicara dengan Dina hanya membuatnya sakit kepala. Mengapa pula gadis itu berhasil mendapatkan kesempatan emas menjadi sekretaris junior di perusahaan ini? Adakah yang telah ia lakukan? Ugh, itu membuat semua karyawan lain bertanya-tanya.
Untuk sejenak bukan itu yang perlu dikhawatirkan seorang Inka. Langkah kakinya tidak bisa berbohong. Ada perasaan sedikit takut saat semakin dekat dengan ruangan Sang Presdir. Apa yang akan terjadi di sana? Pemecatankah? Ah, itu terlalu berlebihan.
Tuk tuk tuk!
“Masuk!”
Sang sekretaris dengan senyuman paling damai menyambut kedatangan gadis itu. Ini jelas berbeda 180 derajat dengan perlakuan Dina.
“Pak Presdir, karyawan yang Anda cari sudah di sini.”
“Oke, kamu bisa meninggalkan kami berdua.”
Jantung Inka berdebar sangat kencang. Ini tidak benar. Berbagai pikiran jahat pun muncul begitu saja. Ataukah Sang Presdir yang hampir tidak pernah ditemuinya secara langsung ini adalah seseorang yang mesum? Itukah alasan beberapa karyawan wanita sering mengajukan pengunduran diri? Itukah?
“Selamat siang, Pak.” Inka berusaha menyapa dengan tenang.
Belum ada tanggapan. Jangankan melihat wajah Sang Presdir. Hanya kursi orang itu saja yang dilihatnya. Dan saat kursi itu terbalik, pandangan Inka tidak bisa melihat dengan jelas. Silau!
“Oh, jadi kamu yang bernama Inka?”
“I-iya, Pak. Kalau boleh saya tahu, ada apa Anda memanggil saya?”
“Tidak ada yang penting, sih. Hanya saja … saya ingin kamu melihat foto ini.”
Alih-alih menjadi semakin tenang, Inka semakin tidak bisa memposisikan dirinya saat ini.
“Tanganmu bergetar,” ucap pria itu. “Santai saja. Tidak ada siapa-siapa di sini.”
Justru akan lebih baik bila ada seorang lain di sini.
“Saya tidak terbiasa.”
“Candra. Panggil saya Candra.”
Untuk beberapa saat, Inka tidak bisa berkata apa-apa. Ini tidak seperti yang dipikirkannya. Mengapa Sang Presdir meminta memanggil nama saja? Bukankah itu terlalu santai? Karyawan rendahan seperti Inka mana berani dengan semua itu.
“Saya tidak berani, Pak.”
“Intinya lihat foto ini.”
Inka semakin tidak mengerti. Adakah yang istimewa dari sebuah foto anak kucing di sana?
Satu ….