Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
"Ikan cupang! Ikan cupang seribuan!" Seorang pria berteriak mempromosikan jualan ikan cupang kelilingnya. Di tengah teriknya matahari siang, ia tetap bekerja dan tidak mengeluh lelah. Ia terpaksa berjualan sendiri dan jauh dari lingkungan keluarga dan rumahnya. Ia ingin menghindar sejenak.
"Pak, aku beli ikan cupangnya dua ya?" Seorang anak kecil laki-laki menghampiri Abyasa, ia menyodorkan uang 5 ribu kepada Abyasa.
Abyasa mengangguk. "Kamu mau pilih warna yang mana?" Ia bertanya dengan sebuah senyuman. Selain menyenangkan anak kecil yang selalu membeli dagangannya, ia harus bersikap ramah dan periang.
"Warna merah aja om," jari mungilnya menunjuk ikan cupang berwarna merah.
Abyasa memindahkannya ke dalam plastik dan memberikannya pada anak kecil itu. "Ini, jadi kembaliannya 4 ribu yah," Abyasa memberikan 2 uang 2 ribu rupiah.
"Terima kasih ya," Abyasa merasa senang, walaupun dagangannya baru laku satu, ia tetap bersyukur. Ini adalah perkembangan baik.
"Nanti, kalau aku mau beli ikan cupang, aku bakal rekomendasiiin beli disini aja," ucap anak kecil itu dengan riang.
'Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan se-sederhana ini,' batin Abyasa dalam suara hatinya.
Abyasa kembali melanjutkan berdagang keliling di sekitar kampung. Pasti ada banyak anak kecil lain.
Sedangkan di sebuah rumah kontrakan, suara seorang wanita yang menggema di seluruh sudut ruangan itu membuat siapapun akan ketakutan saat mendengarnya.
Tapi, wanita yang teduduk lesu dengan mata yang basah karena menangis, ia sama sekali tidak takut dengan kemarahan kakak tirinya, Sandra.
"Kamu kalau gak nikah-nikah jadi beban kakak! Dan kakak capek Imas! Sampai kapan kakak harus memberimu uang dan memasakkanmu makanan? Kamu coba deh mandiri sedikit aja!" Sandra berkata dengan gemas bercampur kesal.
"Kamu itu perempuan, jangan males-malesan. Cari kerja sana-sini dong. Jangan mengandalkan kakak terus," kesabaran Sandra sudah habis. Ia sangat membenci Imas sejak ibu kandungnya meninggal bersama ayah Imas saat insiden tabrakan bis yang masuk ke dalam jurang. Sejak itu, Imas menjadi tanggung jawabnya. Imas masih muda berusia 20 tahun, tapi Imas tidak mencari pekerjaan dan hanya bersantai di rumah.
Imas menghapus jejak air matanya. Dengan suara sesenggukan ia berkata. "Aku sudah melamar sana-sini. Tapi hasilnya nihil. Kakak pikir melamar kerja itu gampang? Dan langsung dapat pekerjaan begitu, huh?" Imas juga emosi, ia lelah dengan fakta kehidupan memasuki dewasa. Ternyata se-pahit ini.
"Ya terserah kamu, melamar kemana. Gunanya ijazah kamu apa? Jadi pajangan di lemari?"
"Ijazahku beda kak! Ijazahku beda sama kakak!" Teriak Imas meluapkan amarahnya. Ia hanyalah lulusan SMP, sedangkan Sandra D3 akuntansi. Jelas sangat ada perbandingan siapa yang lebih mudah mendapatkan pekerjaan.
Dan Imas bukannya tidak mau meneruskan pendidikan SMA, ia saat itu sudah kelas 2 SMA hanya saja setelah ayah dan ibu tirinya meninggal, Sandra memintanya berhenti sekolah karena biaya sekolahnya terbilang cukup mahal. Sandra tidak sanggup membayarnya. Tapi, anehnya Sandra mampu membeli ponsel lipat keluaran terbaru.
"Kamu ini ya, malah ngeluh sama kakak. Kamu kalau cari kerja jangan pilih-pilih lowongan. Kamu gak tau susahnya cari kerja gimana zaman sekarang," Sandra menuding Imas, adik tirinya itu tidak mau berusaha dan langsung merasa putus asa.
"Kalau kamu gak mau cari kerja, kakak bakal jodohin kamu sama pedagang ikan cupang di gang desa ini. Biarlah kamu di nafkahi sama dia dan hidup kamu makin sengsara," bibir Sandra tersenyum menyeringai, karena Imas tidak mau mendengarkan dan menurut, lebih baik ia nikahkan Imas daripada membuatnya menambahi beban.
Imas menggeleng. "Aku gak mau di jodohin. Aku gak mau, kak. Aku gak kenal siapa dia. Lagipula dia kan sudah tua. Masa iya, aku punya suami yang jarak umurnya jauh sama umurku?" Imas menolaknya mentah-mentah. Umurnya masih muda, 20 tahun. Ia ingin merasakan masa mudanya dulu sebelum ke masa dewasa dan menjadi ibu rumah tangga. Ia tidak mau gegabah mengambil keputusan, apalagi menikah.
"Kamu jangan nolak. Udah bagus kakak jodohin kamu biar ada yang tanggung jawab masalah keuangan. Terima kasihlah sama kakakmu ini."