Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
KANG CENDOL TERNYATA MILIARDER

KANG CENDOL TERNYATA MILIARDER

Siti Lutpiah

5.0
Komentar
338
Penayangan
39
Bab

Dikira kang cendol biasa ternyata miliarder. pertemuan yang tak terduga menjadi takdir yang indah. apakah putri akan mengetahui identitas Irpan?

Bab 1 Penghianat

Namaku Putri. Aku berkerja di pabrik kompeksi di desaku.

Hari ini aku sengaja pulang lebih cepat karena ingin memberikan bahagia untuk adik-ku. Walaupun dia hanya adik tiriku. Tapi, aku sudah menganggap-nya lebih dari adik kandung.

Tak sabar rasanya aku ingin menyampaikan kabar bahagia ini. Aku melihat reaksi wajah bahagia di wajah Mega~ Adik tiriku.

Aku akan menunjukkan gaun pengantin indah, dan foto cincin kuno berbetuk ular yang sangat cantik ini padanya.

Foto cincin cantik ini yang akan di sematkan di jari manisku, tepat di hari pernikahan kami nanti.

Entah mengapa, saat sudah akan sampai di rumah justru rasa tak nyaman dan firasat buruk menghampiri. Namun aku tak menghiraukan itu. Jelas aku ingin segera menemui Mega. Namun, saat aku sampai depan warung Bu Saudah, aku tidak sengaja melihat Mega dan Kang Satria tengah duduk di sana dengan membelakangi ku.

Aku mundur dan bersembunyi di balik pohon rindang besar depan warung Bu Saudah. Sehingga Satria, dan Mega~adik tiriku itu tidak mengetahui keberadaanku di sini.

Aku ingin tahu apa yang tengah di bicarakan oleh mereka berdua.

Mereka yang nampak akrab, dan apa ini romantis seperti sepasang kekasih tengah bercanda tawa.

Aku terkejut bukan main saat melihatnya mereka berciuman bibir di hadapanku. Wanita itu dengan liar melahap bibir lelaki yang akan menjadi suamiku dalam waktu empat hari lagi.

Aku langsung mengeluarkan ponsel di dalam tas, dan merekam aktivitas mereka..

"Lima hari lagi, ritual itu di lakukan. Kamu sabar." ujar Satria.

'Hah, ritual apa?" Batinku.

"Kamu janji ya, setelah malam satu suro semuanya akan berakhir."

"Pasti Sayang. Kalau bukan karena harus menumbalkan gadis perawan yang lahir di malam suro, aku juga tidak akan sudi menikahi Kakakmu."

"Setelah semua selesai. Kita akan bahagia dengan kekayaan yang melipahkan Kang?" tanya Mega.

"Bahkan kita akan sangat kaya, jika ada satu tumbal lagi yang nanti ikut di korbankan." jawab Satria sambil menatap wajah Mega.

"M-maksud Akang?" tanya Mega takut-takut.

"Kalau kita dapat dua tumbal," jawab Satria santai.

"Maksud kamu dapat dua tumbal gadis perawan suro begitu?" tanya Mega lagi.

"Iya, dengan begitu keluargaku akan lebih kaya raya."

"Kamu nikahin satu gadis aja aku cemburu, ini mau dua sekaligus."

"Kan aku cuma bilang misalnya, Sayang."

"Baguslah nanti jika Kak Putri mati aku gak ada saingan lagi. Karena musuhku nanti akan menjadi persembahan Dewi ular," ucap Mega dengan nada puas.."Benar, Sayang."

Saat obrolan mereka masih berlangsung. Tubuhku lemas bagai daging yang tidak bertulang.

"Kang ke rumahku yuk! Mumpung gak ada siapa-siapa di rumah nih," ajak Mega lalu mereka berdua dengan bahagia pergi dari sana.

Aku melihat Mega celingukan setelah itu keduanya masuk ke dalam rumah. Aku memukul-mukul dadaku yang teramat sakit akan penghianat mereka.

Setelah beberapa menit menangis, aku menguatkan hati berjalan pulang. Entah apa yang mereka lakukan di dalam sana selama aku menangis tadi.

Aku menghapus air mataku, lalu mengetuk pintu rumah dengan sangat kencang. Agar mereka tahu bahwa aku sudah berada di depan rumah.

"Assalamualaikum." Aku masuk dengan mengucapkan salam.

Tak ada yang menyahut salamku, mungkinkah mereka tengah belingsatan mencari pakaian masing-masing yang berserakan di lantai itu, atau tengah mencari tempat persembunyian untuk lelaki biadab itu.

"Waalaikumsalam, Kak Putri sudah pulang?" tanya Mega dengan nafas ngos-ngosan.

"Kamu habis ngapain Mega, kok sampe badan kamu keringatan gitu?"

"Oh, ini aku habis olahraga." jawabnya.

"Di kamar?" tanyaku wajah Mega langsung menegang.

"Aku tadi lihat kamu abis di kamar, jadi artinya kamu olahraga di sana." tambahku yang membuat Mega bernafas lega.

"Iya kak."

Aku sengaja tidak menunjukan sikap yang berbeda kepada Mega.

Aku ingin dia mengetahui bahwa semuanya belum terbongkar.

Walaupun hatiku saat hancur melihat senyuman dan peluh keringatnya.

"Kak Putri tumben pulang cepat?" tanya Mega.

"Aku ingin menunjukan ini," ucapku sambil menunjukan foto gaun dan cincin pada Adik tiriku.

"Wah bagus banget semuanya. Kak Putri pasti beruntung menjadi istri dari Kang Satria," ucap Mega sambil tersenyum bahagia.

Aku acungi jempol atas aktingnya selama ini. Jika aku belum mengetahui rencana busuk mereka, mungkin saat ini aku akan menjadi orang terbodoh sampai akhir hayatku. Senyuman Mega, dan hatinya benar-benar susah kutebak.

"Mega kita mengobrol di kamarmu. Ada banyak sekali yang mau aku ceritakan tentang hari ini," ucapku yang membuat wajahnya panik.

"Bagaimana kalau ceritanya di kamar Kak Putri?" tanya Mega.

Jelas Adik tiri jalangku ini tak ingin aku masuk ke kamarnya, karena masih ada pria bej*t itu di dalamnya.

"Kalau kamu lagi gak mau dengarin cerita Kakak, gak apa-apa besok aja ceritanya." Aku pura-pura merajuk pada Mega.

Aku kembali keluar dari rumah. Berjalan dengan air mata yang terus mengalir, rasa sakit yang berlapis menyelimuti hati.

Di satu sisi ada rasa bersyukur karena aku mengatahuinya sekarang. Jika aku mengatahuinya saat sudah menjadi istri Kang Satria, dapat di pastikan saat itu juga aku sudah tidak bernyawa.

Tuhan maha tahu. Dia memberikan petunjuk pada hambanya tentang mana yang buruk, dan mana yang terbaik untuknya.

Detik ini semua terbongkar, dan aku putuskan akan membatalkan pernikahanku dengan Kang Satria.

Aku menepuk jidatku. Percuma aku membatalkan karena yang di incar oleh lelaki itu adalah darah perawanku.

Kang Satria pasti akan terus ngincarku sampai kapanpun, dan akan melakukan apa saja agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.

Aku terus memikirkan cara agar terlepas dari mereka.

Aku kan memikirkan itu di rumah, kalau di jalan begini aku merasa seperti orang gil*.

Namun sedetik kemudian aku mengurungkan niatku. Aku tidak ingin kembali kerumah itu sebelum Ayah dan ibu tiriku pulang.

Ayah dan Ibu tiriku pergi untuk menjemput Nenek dari Ayah. Beliau ingin bisa menghadiri acara pernikahanku nanti.'Yaa Allah, walaupun ini sangat menyakitkan, namun aku bersyukur engkau telah memberikan petunjuk atas doa-doaku' ucap syukurku dalam hati.

Sebelumnya aku selalu merasa gelisah. Apa pilihanku tepat? Apa Kang Satria adalah pria terbaik, yang akan menuntunku ke surga bersama? Apa dia bisa membimbingku menjadi lebih baik? Robbi hablii milladunka zaujan toyyiban, wayakuuna shoohiban, lii fiiddiini wa dunyaa wal aakhiroh.

'Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku suami yang terbaik dari sisi-mu, suami yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, dunia dan akhirat'

Aku selalu melantunkan doa itu, di setiap saat hatiku gelisah, aku takut akan memilih pasangan yang salah. Maka aku serahkan semuanya pada Allah.

Allah maha tahu, mana yang buruk dan mana yang terbaik untukku.

Detik ini semua terbongkar, dan aku putuskan akan membatalkan pernikahanku dengan Kang Satria.

Mungkin ini semua jawaban dari doa-doaku.Aku yang terus berjalan tanpa arah. Tiba-tiba di datangi oleh dua pemuda.

"Neng, sendirian aja?" tanya seorang salah satu pemuda itu sambil mencolek daguku.

"Gak, Bang. Sama malaikat," ceplosku, malas menanggapi mereka.

Kedua pemuda itu tertawa terbahak-bahak mendengar jawabanku.

"Bisa aja, Neng. Tapi, ngomong-ngomong sama malaikat apa?" tanya preman satu lagi sambil mencolek daguku.

"Izrail, kenapa? Abang mau di cabut nyawanya?" tanyaku yang membuat keduanya tertawa kembali.

"Neng ikut kita yuk!" ajak mereka.

"Kemana, Bang?" tanyaku sok polos.

"Pokoknya kita bakalan seneng-seneng deh, Neng." ucap preman itu sambil menyeringai.

"Gak ah, Bang. Makasih!" balasku

Namun belum sempat menghindar tanganku sudah di cengkram kuat oleh mereka. Lalu di tarik oleh keduanya menuju semak-semak belukar yang gelap.

"Lepasin Bang!" pintaku sambil mencoba menyingkirkan tangan kasar mereka.

"Udahlah, Neng. Ikut Abang aja gak usah sok jual mahal," ucap mereka dengan suata yang terdengar menjijikan di telingaku.

"Too---looongg!" teriakku sambil memberontak.

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Siti Lutpiah

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku