Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Suami Kontrakku Ternyata CEO

Suami Kontrakku Ternyata CEO

Author_kan

5.0
Komentar
1.8K
Penayangan
4
Bab

WARNING 18+ Bella Adelian harus segera mencari calon suami dalam kurung waktu 3 hari setelah Kakeknya meninggal. Karena wasiat yang ditinggalkan Sang Kakek menyatakan jika dirinya harus memiliki pendamping hidup, barulah perusahaan mendiang Ayahnya tak jatuh ke tangan Ibu tirinya. Karena terdesak, Bella mengambil keputusan besar dengan menikahi orang asing yang tak dia kenal. Menikahi pria yang ia kira sebagai pria bayaran. "Perjanjian tetap perjanjian. Kita akan cerai saat waktunya tiba," ucap Bella menatap lekat sosok yang hanya diam memandangnya lama. Pria itu tersenyum miring, "sayangnya sejak awal aku tidak pernah menganggap perjanjian itu, Istriku. Jadi kita tidak akan bercerai. Bersiaplah untuk malam pertama, Ibu menginginkan cucu mungil untuk di gendong." "Pria sinting!" Teriak Bella frustasi.

Bab 1 Wasiat

"Apa-apaan itu!"

Suara teriakan disertai gebrakan meja terdengar menggema di ruang tamu sebuah kediaman.

Karina menatap nyalang sosok pria yang merupakan pengacara dari mendiang Ayah mertuanya.

"Katakan jika hal itu bercanda. Bagaimana mungkin tidak ada satu persen pun kekayaan yang diberikan kepada kami?!" Karina menoleh menatap putrinya yang duduk dengan raut wajah terkejut.

Pria berkacamata itu merapikan letak kacamatanya. Raut wajah datarnya tak berubah sejak tadi. Baru berlalu beberapa jam sejak pemakaman Tuan Farhan, tapi sosok menantunya itu sudah bertingkah seperti ini. Seolah telah lama menunggu, tapi sayangnya tak sesuai rencana.

Deron menggeleng pelan. Sungguh sangat disayangkan jika kekuasaan keluarga itu jatuh ke tangan wanita paruh baya tersebut.

"Tapi memang seperti itulah isi wasiatnya, Nyonya. Jika Anda lupa, mendiang Tuan Besar telah memberikan vila untuk Nona Raya." Ucap Deron, membuat Karina mengepalkan kedua tangannya.

"Namun, ada syarat agar perusahaan itu benar-benar menjadi milik Nona Bella."

Sosok wanita yang sejak tadi diam sambil melipat dada di sofa tunggal, kini menenggakkan tubuhnya mendengar hal itu.

"Apa syaratnya?" tanya Bella dengan wajah datar.

Deron kembali membuka dokumen di tangannya, membaca bagian akhir dari dokumen itu.

"Anda harus menikah."

Bagai petir di siang bolong, Bella tersentak di tempat duduknya.

Apa-apaan syarat itu?! Apa kakeknya sungguh berniat memberikan kuasa itu padanya atau tidak?!

Sedang Karina diam-diam tersenyum miring. Ia tertawa dalam hati.

"Menikah? Apa hanya itu?" Karina bertanya dengan sedikit rasa penasaran. Ia berharap ada celah agar kekuasaan itu jatuh ke tangannya.

Deron diam sejenak. "Dalam kurung waktu 3 hari, Nona Bella harus segera mendaftarkan pernikahannya di kantor catatan sipil. Jika dalam kurung waktu yang sudah ditentukan, Nona Bella tak menemukan calon suaminya. Maka Nyonya Karina akan mendapatkan hak memegang perusahaan."

Karina melompat senang dalam hatinya. Ia tertawa puas, ia yakin jika Putri tirinya itu tidak akan bisa memenuhi syarat tersebut.

Sedang Bella mencengkeram kuat lengannya. Rahangnya mengetat menahan amarah. Jika perusahaan itu jatuh ke tangan Ibu tirinya, maka segala upaya dan jerih payah yang sudah ia lakukan untuk menaikkan nama perusahaan itu akan sia-sia.

'Syarat macam apa ini, Kakek?!' batin Bella. Sungguh ia tidak mengerti jalan pikiran kakeknya saat membuat surat wasiat itu.

"Kalau begitu, Saya pamit undur diri. Saya harap dapat mendengar kabar baik segera, Nona Bella." Pamit Deron sedikit membungkuk ke arah Bella sebelum melenggang keluar ruang tamu.

Sepeninggal Deron, kini hanya Bella, Karina serta Raya di ruang tamu. Tiga wanita itu masih mengenakan pakaian berkabung, tak sempat mengganti lantaran harus mendengar surat wasiat.

Suara tawa pelan terdengar memasuki indra pendengaran Bella, membuat wanita itu mengalihkan pandangan ke arah Karina yang tengah tersenyum mengejek.

'Tahan. Jangan marah, tahan.' Batin Bella mengepalkan tangannya kuat.

"Aku harap kau bisa menemukan pria yang sesuai. Ah, atau jika kau ingin aku bisa mencarikannya untukmu." Ucap Karina dengan senyum remeh di bibirnya.

Bella menghela napas pelan, "tidak, terima kasih. Aku masih. Bisa mencari calon suamiku sendiri."

Bella berdiri dari duduknya. Menatap Karina dengan wajah datar.

"Sungguh kamu tidak ingin menerima bantuanku? Oh, baiklah. Aku tidak akan memaksa," ucap Karina tersenyum mengejek bersama putrinya.

"Iya, sekali lagi terima kasih karena menawarkan bantuan."

"Saya tidak ingin Anda memberikan suami orang, jadi saya bisa sendiri mencari calon suami yang berstatus lajang." Sindirnya.

Seketika tawa Karina lenyap. Sontak Karina menoleh dengan tatapan marah menatap Bella yang kini balik tersenyum tipis ke arahnya.

"Kau!" Karina berteriak tertahan. Tubuhnya gemetar menahan amarah mendengar sindiran putri tirinya itu.

"Kalau begitu, saya pamit masuk ke dalam kamar." Bella melenggang pergi mendekati tangga untuk naik ke lantai dua. Meninggalkan sepasang Ibu dan Anak yang menatap benci padanya.

Prang!

Suara pecahan kaca terdengar di ruang tamu. Raya menatap Ibunya yang baru saja melemparkan vas bunga ke lantai hingga pecah berkeping-keping.

"Mami," panggil Raya lirih.

Karina mengabaikan panggilan itu. Ia mengepalkan tangannya kesal dengan deru napas tak beraturan. Sungguh dia sudah tidak tahan lagi ingin segera mengusir Putri tirinya itu dari rumah tersebut.

Tiba-tiba, Karina tersenyum penuh arti di bibirnya.

"Mami," panggil Raya lagi.

"Tidak apa-apa, Sayang. Sebentar lagi kita akan mengusir wanita itu dari rumah ini." Ucap Karina, menoleh menatap putrinya yang ikut tersenyum penuh arti.

"Iya, Mami. Aku yakin tidak akan ada pria yang ingin menikah dengan wanita seperti dia. Siapa yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan wanita kaku," Raya terkikik geli dengan raut wajah polos.

Karina mengulurkan tangannya mengusap surai Raya penuh kasih sayang, membuat wanita berusia 20 tahun itu memejamkan mata menikmati usapan lembut Ibunya.

'Sebentar lagi aku akan menendang tubuhmu keluar dari sini. Nikmati saja sisa-sisa waktumu di rumah ini, Bella.' Batin Karina dengan senyum liciknya.

Ia hanya perlu menunggu tiga hari. Tak ada hal penting yang harus ia lakukan, karena Karina yakin putri tirinya itu tak akan mendapatkan calon suami dalam waktu 3 hari ke depan.

Di dalam kamar Bella, lantai dua.

"Aku ingin kamu mencari pria dengan kriteria yang aku sebutkan itu. Pokoknya aku ingin semua informasi mereka kamu kirimkan segera ke email malam ini, agar aku dapat memeriksanya."

Bella memutuskan panggilan setelah mendapat jawaban dari Sekretarisnya. Wanita itu menghela napas kasar seraya mendudukkan diri di tepi tempat tidur king size miliknya.

Tiba-tiba, Bella teringat akan ucapan mendiang kakeknya saat terbaring lemah di atas brankar rumah sakit.

"Kakek ingin kamu menikah, Bella. Kakek ingin melihat kamu bahagia bersama keluarga kecilmu, sebelum kakek kembali ke sisi Yang Kuasa."

"Sampai kapan aku harus mengatakannya, Kakek. Aku tidak akan menikah."

Pria paruh baya itu menatap sendu ke arah Bella, "sampai kapan? Apa kamu ingin sendiri terus menerus hingga tua?"

"Lebih baik seperti itu. Daripada harus menikah, bisa saya aku menemukan pria seperti Ayah."

Ucapan itu menutup percakapan di antara keduanya, hingga tanpa diduga esoknya Sang Kakek telah menghembuskan napas terakhirnya.

Bella kembali menghela napas kasar. Apa karena hal tersebut sang Kakek menulis wasiat seperti itu?

"Tidak! Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak akan aku biarkan Mak lampir itu menguasai semuanya." Ucap Bella penuh tekad.

Dia akan menemukan calon suami dalam waktu tiga hari. Tidak! Dia akan menemukannya dalam waktu satu hari.

Ya, satu hari.

Dua hari kemudian.

"Nona?"

"Argh! Sial! Bagaimana mungkin bisa seperti ini!" teriak Bella frustrasi, hingga mengejutkan Sekretarisnya.

Bagaimana bisa dua hari berlalu begitu saja. Bahkan dia belum menemukan pria yang sesuai.

"Aaa! Aku bisa gila. Tinggal sehari lagi dan belum ada pria yang cocok," Bella memukul kepalanya kesal. Ia sungguh akan putus asa.

Tersisa satu hari lagi dan dia tak juga menemukan pria yang sesuai dengan kriterianya.

'Bukan tak ada yang sesuai. Hanya saja kriteria Anda terlalu tinggi, Nona.' Batin Yustaf, sekretaris Bella.

Pria itu senantiasa berdiri di samping Bosnya, menghela napas kasar mengingat pria yang telah ditolak oleh Bosnya beberapa menit sebelumnya.

"Aku lelah mencari. Siapa pun yang masuk melalui pintu kafe itu, aku akan menikahinya." Teriaknya kesal.

"Ya, tentunya yang berjenis kelamin laki-laki."

Bertepatan dengan ucapan itu, sosok pria terlihat masuk ke dalam kafe membuat Yustaf dan Bella terdiam.

"Em, Nona..." panggil Yustaf melirik ke arah Bosnya.

"Bawa dia ke sini, Yustaf." Ucap Bella dengan wajah serius.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Author_kan

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku