Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bodyguard Tampan Ternyata Milyarder

Bodyguard Tampan Ternyata Milyarder

Lalita Rhea

5.0
Komentar
155
Penayangan
5
Bab

"Jangan dong Mbak! Ya ampun ya ampun ya ampun! Saya masih perjaka ting-ting ini!" pekik Bima tertahan, saat tangan Gabriella menggerayangi tubuhnya. "Yaudah, emang apa salahnya? Kamu perjaka ting-ting dan aku juga masih perawan ting-ting!" Gabby mulai meracau. "Kita apple to apple. Sepadan dan nggak ada yang dirugikan!" Ucapan yang terlontar dari mulut Gabby, membuat Bima ternganga. Bagaimana mungkin gadis cantik, anggun, aristokrat dan terpelajar itu bisa bicara blak-blakan seperti sekarang? "Ya nggak gitu juga kali, Mbak! Tetep aja kita nggak boleh kayak gitu!" Bima berusaha menepis-nepis tangan Gabby yang mulai menyasar pada celananya. "Ya ampun, Mbak. Saya bisa dibunuh sama Pak Anthony kalo sampe dia tahu saya mau nganu-nganuin anaknya. Saya masih pengen idup, Mbak! Saya belom ngerasain mukbang Indomie goreng rendang. Jadi tolong biarin saya panjang umur!" Gabby menggeleng gusar. Obat yang sengaja diberikan padanya, mulai membakarnya dalam gairah yang membara. Tapi sayang seribu sayang, sang bodyguard tampan itu seakan tak tertarik padanya. "Mas Bima, kamu cuma punya dua pilihan. Pertama, kamu tiduri aku lalu kamu mati ditembak Papa kalo dia tahu!" Gabby terdengar mengancam. "Atau kedua, kamu tetep tolak aku, tapi bakal aku aduin sama Papa kalo kamu udah anu-anuin aku. Ujung-ujungnya kamu juga bakal kena tembak Papa! Cepet pilih yang mana?" Bima terhenyak. Tak ada satupun pilihan yang menguntungkan buatnya. "Mbak, kenapa pilihannya susah semua? Kenapa nggak ada yang enak kayak suruh milih antara pengen bakso atau pengen mie ayam? Ya Tuhan!" Bima mengeluh. Ia lantas menepikan laju mobilnya ke bahu jalan. Gabby terkikik geli dengan pertanyaan sang bodyguard. Ia sudah merangkak naik pada jok mobil, dan bersiap-siap untuk menyerang pengawal pribadinya yang berwajah tampan. "Jangan Mbak! Nanti kalo Mbak nyampe hamil, gimana?" tanya Bima, berusaha tetap bertahan. "Pake pengaman dong, Mas! Masa gitu aja nggak tau?!" Gabby lantas mencari-cari sesuatu di dalam clucht miliknya, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil dan memberikannya pada Bima. "Pake ini!" Bima seketika tercengang saat kotak kecil itu mendarat di telapak tangannya. "I-ini ... Mbak dapet darimana?" "Nggak tahu, tadi ada yang masukin ke clucht aku! Ayo, Mas. Pake itu, Mas!" "Ta-tapi Mbak, ini ukurannya regular!" Mata Gabby terpicing. Ia yang tak pernah memakai hal seperti itu, tentu saja tak mengerti. "Memangnya kenapa kalo reguler?" tanyanya. "Takutnya nggak cukup, Mbak. Harusnya saya pake yang large!" Mendengar kata 'large', membuat mata Gabby terbelalak. "Itu ukuran manusia atau ukuran Titan???!" "Makanya Mbak, mendingan gak usah jadi! Biar saya juga bisa panjang umur!" Gabriella Huang (21), putri sulung dari keluarga Huang yang terpandang, tak menyangka jika ia dijebak! Saat ia pergi menghadiri pesta ulang tahun salah satu temannya, putri cantik dari Anthony Huang itu tersudut dengan seorang pria yang ternyata adalah putra pesaing bisnis ayahnya, dan harus mendapatkan bullying dari orang-orang bejat. Gabby dicekoki minuman keras dan juga obat, sehingga gadis itu tak menyadari jika ia menggila dan bertingkah layaknya gadis yang tak memiliki norma dan etika. Dalam keadaan setengah sadar, Gabby hampir saja dilecehkan di depan banyak orang. Apabila sang pengawal -yang baru dua Minggu bekerja pada keluarga Huang- tidak datang dan menyelamatkan kehormatannya, mungkin keesokan paginya, Gabby akan menanggung malu seumur hidup. Bimasena Gardapati Janitra (28), seorang pria muda yang tak sengaja menolong Anthony Huang saat terjebak dalam tawuran antar preman, lalu direkrut sebagai salah satu pengawal keluarga Huang, merasa jika ia sedang berhadapan dengan buah simalakama yang cosplay jadi durian runtuh. Sebuah kesialan dan keberuntungan yang datang dalam waktu bersamaan. Sang nona muda yang harusnya ia jaga, berupaya memaksanya untuk berhubungan suami istri di dalam mobil yang tengah melaju kencang. Sungguh perawan gila! Bagaimanakah kisah mereka berdua? Apakah nantinya akan terjalin ikatan antara keduanya? Ikutin terus lanjutannya yaaa....

Bab 1 Perawan Gila

Malam itu adalah malam yang tak mungkin bisa dilupakan oleh Bima seumur hidupnya.

Saat ini ia seakan sedang dihadapkan dengan buah simalakama, yang bersanding dengan durian runtuh. Keberuntungan dan kesialan yang datang hampir bersamaan!

"Mas, ayo Mas!" gadis cantik itu merayu dengan tatapan mata sendu, membuat hati Bima jadi kebat kebit.

"Aduhh, Mbak aduuhh! Jangan Mbak! Mendingan saya antar pulang ya?!"

Wajah Bima memerah saat telapak tangan Gabriella yang lentik, menjalari pahanya dan berhenti tepat di tengah-tengah gundukan yang tersembunyi dalam celana.

"Pulang? Jangan pulang, Mas! Nanti ada orang rumah yang lihat," tolak gadis yang tengah mabuk itu, sambil mengusap-usap gundukan yang awalnya tenang, kini mulai menunjukkan eksistensinya. Menggeliat dan membesar.

"Mbak! Tangannya tolong dijaga! Jangan gangguin Si Udin! Saya jadi nggak bisa fokus nyetir!" hardik Bima, mulai tak bisa mengontrol emosinya ketika tangan Gabby sengaja berlalu lalang di sekitar 'forbidden area'.

"Si Udin? Si Udin siapa?" Kepala Gabby seketika menoleh ke jok belakang, dan mendapati tak ada siapapun disana. Hanya ada mereka berdua di dalam mobil yang tengah melaju di jalan raya. " Nggak ada siapa-siapa selain kita, Mas. Mas sengaja ya bikin saya bingung, biar Mas bisa kabur?"

Bima mendesah berat. Ia kesal bukan kepalang. Pikirannya buyar, konsentrasinya terpecah. Ia yang sedang menyetir, harus mendapatkan godaan yang begitu besar seperti sekarang.

Kini tangan Gabby berusaha untuk membuka ikat pinggang yang dikenakan oleh Bima, membuat lelaki dewasa itu semakin kalang kabut.

"Jangan dong Mbak! Ya ampun ya ampun ya ampun! Saya masih perjaka ting-ting ini!" pekik Bima tertahan, saat tangan Gabriella semakin berani.

"Yaudah, emang apa salahnya? Kamu perjaka ting-ting dan aku juga masih perawan ting-ting!" Gabby mulai meracau. "Kita apple to apple. Sepadan dan nggak ada yang dirugikan!"

Ucapan yang terlontar dari mulut Gabby, membuat Bima ternganga. Bagaimana mungkin gadis cantik, anggun, aristokrat dan terpelajar itu bisa bicara blak-blakan seperti sekarang?

"Ya nggak gitu juga kali, Mbak! Tetep aja Kita nggak boleh kayak gitu!" Bima berusaha menepis-nepis tangan Gabby yang kini berusaha membuka resletingnya. "Ya ampun, Mbak. Saya bisa dibunuh sama Pak Anthony kalo sampe dia tahu saya mau nganu-nganuin anaknya. Saya masih pengen idup, Mbak! Saya belom ngerasain mukbang Indomie goreng rendang. Jadi tolong biarin saya panjang umur!"

Gabby menggeleng gusar. Obat yang sengaja diberikan padanya, mulai membakarnya dalam gairah yang membara. Tapi sayang seribu sayang, sang bodyguard tampan itu seakan tak tertarik padanya.

"Mas Bima, Kamu cuma punya dua pilihan. Pertama, Kamu tiduri aku lalu Kamu mati ditembak Papa, atau.." Gabby terdengar memberi pilihan sambil mengancam. "kedua, Kamu tetep tolak aku, tapi bakal aku aduin sama Papa kalo Kamu udah anu-anuin aku. Ujung-ujungnya Kamu juga bakal kena tembak Papa! Cepet pilih yang mana?"

Bima terhenyak. Tak ada satupun pilihan yang menguntungkan buatnya.

"Mbak, kenapa pilihannya susah semua? Kenapa nggak ada yang enak, kayak suruh milih antara pengen bakso atau pengen mie ayam? Ya Tuhan!" Bima mengeluh. Ia lantas menepikan laju mobilnya ke bahu jalan.

Gabby terkikik geli dengan pertanyaan sang bodyguard. Ia sudah merangkak naik pada jok mobil, dan bersiap-siap untuk menyerang pengawal pribadinya yang berwajah tampan.

"Jangan Mbak! Nanti kalo Mbak nyampe hamil, gimana?" tanya Bima, berusaha tetap bertahan.

"Pake pengaman dong, Mas! Masa gitu aja nggak tau?!" Gabby lantas mencari-cari sesuatu di dalam clutch miliknya, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil dan memberikannya pada Bima. "Pake ini!"

Bima seketika tercengang saat kotak kecil itu mendarat di telapak tangannya. "I-ini ... Mbak dapet darimana?"

"Nggak tahu, tadi ada yang masukin ke clutch aku! Ayo, Mas. Pake itu, Mas!"

"Ta-tapi Mbak, ini ukurannya regular!"

Mata Gabby terpicing. Ia yang tak pernah memakai hal seperti itu, tentu saja tak mengerti.

"Memangnya kenapa kalo reguler?" tanyanya.

"Takutnya nggak cukup, Mbak. Harusnya saya pake yang Large!"

Mendengar kata 'Large', membuat mata Gabby terbelalak.

"Itu ukuran manusia atau ukuran Titan???!"

"Makanya Mbak, mendingan gak usah jadi! Biar saya juga bisa panjang umur!"

Gabby seketika mundur saat membayangkan si Udin yang terbungkus sarung ukuran Large.

Ukuran Medium saja pasti akan terasa sakit, apalagi jika ukuran Large? Bisa-bisa ia tidak dapat berjalan dengan benar esok harinya.

Melihat Gabby terdiam, Bima kembali menjalankan mobil yang tengah ia kemudikan. Hari sudah tengah malam, dan ia harus mengantarkan sang nona pulang ke rumah dengan selamat.

"Daripada Mbak ngomongnya ngelantur, mending Mbak Gabby tidur aja! Nanti saya bangunin kalo udah sampe rumah!"

Gabby menggeleng cepat. Ia semakin tak bisa menahan gejolak nafsunya.

Persetan dengan ukuran apapun! Mau itu Large atau Extra Large, Gabby sudah tak peduli.

Itu urusan belakangan!

Gadis itu kembali mencondongkan tubuhnya pada Bima. Mengendusi parfum yang tercium samar dari leher kokoh pria itu.

"Mas, apa si Udin segede terong Belanda?" tanya Gabby pelan di telinga Bima. Membuat pria itu semakin merinding.

"Terong Belanda? Itu sih bijinya si Udin yang segede terong Belanda! Si Udin nya sih segede terong ijo! Eehh ... kenapa kita jadi ngomongin terong?"

Gabby terkikik geli. Ia jadi semakin penasaran pada si Udin yang katanya segede terong ijo. Tangannya kembali hinggap di pangkal paha Bima, membuat pria itu seketika menggeram kesal.

"Ckk! Mbak mau kita mati berdua gara-gara tabrakan? Mbak sengaja ngajak-ngajak saya buat ikut mati? Saya jadi nggak bisa fokus nyetir gara-gara kelakuan Mbak Gabby yang gangguin Si Udin! Ya Tuhan, kuatkanlah imanku!"

Mendengar bentakan dari sang pengawal, wajah Gabby seketika cemberut. Ia yang tadinya duduk sambil mencondongkan tubuhnya pada Bima, segera menarik dirinya dan duduk dengan benar.

"Mas Bima nyebelin. Huh!"

Bima memutar matanya. "Mungkin sekarang saya keliatannya nyebelin. Tapi besok pagi, Mbak Gabby pasti bersyukur karena saya lebih memilih bertingkah nyebelin daripada jadi lelaki brengsek!"

Gabby menyandarkan tubuhnya ke jendela mobil. Matanya yang lentik tampak sayu. Wajahnya yang putih, terlihat merona. Ia sedang bersenandung pelan sambil menatap jalan raya.

Melihat Gabby menjadi jinak, Bima merasa sedikit tenang. Setidaknya gadis itu tak akan mengganggunya mengemudi, dengan menggesek-gesek pangkal pahanya.

"Mas Bima pernah punya pacar?" tanya Gabby tiba-tiba.

Bima hanya menjawab dengan gumaman pelan.

"Saya nggak mau bawa susah anak orang, Mbak! Nanti kalo saya udah sukses, baru nanti saya langsung cari calon istri. Bukannya pacaran lagi!" jawab Bima, yang seakan terdengar cukup romantis di telinga Gabby.

Dengan gerakan pelan, Gabby memutar kepalanya untuk menatap sang bodyguard. Ia menatap siluet wajah Bima yang tengah menyamping, dengan tatapan yang dalam.

Pria itu cukup tampan. Garis hidungnya tinggi, dan garis rahangnya pun tegas. Bibir pria itu tidak berwarna kehitaman seperti pria perokok lainnya. Tubuhnya tinggi dan kekar, membuatnya terlihat sangat memukau saat memakai kemeja dan jas formal.

"Mas Bima! Mas Bima itu ganteng loh! Bohong banget kalo sampe nggak punya pacar. Aku nggak percaya sama sekali!" Gabby mulai meracau, dalam penglihatannya ketampanan Bima naik jadi berkali-kali lipat.

Bima tertawa tanpa melepaskan konsentrasinya pada jalanan. "Makasih atas pujiannya, Mbak. Meskipun saya sedikit sedih karena dipuji ganteng sama orang yang lagi mabok!"

Semakin Bima tertawa, semakin terpukaulah Gabby. Pikirannya jadi melanglang buana. Memikirkan bagaimana rasanya saat ia bercumbu mesra dengan pria tampan yang ada di sampingnya.

"Mas Bima, ayo kita pacaran!"

Mendengar ajakan sang nona muda, membuat Bima tiba-tiba menginjak rem secara mendadak.

"Hah?"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Lalita Rhea

Selebihnya
Istri Mungil Untuk Mr. Big

Istri Mungil Untuk Mr. Big

Romantis

5.0

WARNING: Harap dipahami, novel ini banyak mengandung GUYONAN DEWASA, dan KOMEDI SUAMI ISTRI. Mohon disikapi dengan bijaksana. "Sop, itu calon laki lo ya?" tanya Julia, ngeri. "Itu Kai, Jul!" pekik Shofie tapi dengan intonasi yang ditekan. "Ya Salaam. Gue jadi kasian sama lo, Sop," ucap Julia menatap sedih pada sahabatnya. "Kayaknya bakal sakit, Sop! Jangan-jangan bisa nembus nyampe jantung. Pendek umur dah lo, rest in peace, Shofie. Mau ditahlil berapa hari, Sop? Mumpung masih bisa milih, paket makanannya apa aja? Sekalian tulis surat wasiatnya juga!" Shofie hampir menangis. Apa yang ia pikirkan sejak semalam, dengan gampangnya Julia suarakan. "Juleha, tolongin gue!" "Gue udah ikhlas, Sop. Gue udah maafin semua kesalahan lo sama gue!" sahut Julia sambil menyeka genangan air matanya. "Tapi kalo bisa, lo jangan jalan samping-sampingan sama dia ya, Sop. Ntar lo dikira tuyul yang lagi jalan sama genderuwo!" *** Di umur yang baru 23 tahun, Shofie pesimis bisa berumur panjang jika menikah dengan putra sulung sahabat sang Mama. Shofie dipaksa untuk menikah dengan Kai Mahaka Giandra yang berumur 33 tahun. Selain umur mereka yang terpaut jauh, postur tubuh mereka pun jauh berbeda. Shofie yang cantik dan bertubuh mungil, harus jadi istri dari Kai yang berpostur tinggi besar. "Mending aku kawin sama ikan asin, daripada harus kawin sama Hulk! Aku takut aku langsung RIP selepas malam pertama. Semua yang ada di badan dia itu besar! Lobang idungnya aja besar. Aku yakin itu upilnya juga pasti ikutan segede hu-ha," racau Shofie, bergidik ketika membayangkan bagaimana tubuh pria bernama Kai itu menjulang tinggi dihadapannya. "Sembarangan kamu! Kai itu anaknya baik loh, Shofie. Pinter, sopan, sama tajir melintir. Kamu pasti bahagia nikah sama Kai!" Mama Bella berusaha meyakinkan putrinya. "Tapi Ma, aku masih pengen hidup, Ma. Masih pengen panjang umur. Aku nggak mau jadi istri geprek, Ma! Aku takut ntar di geprek-geprek!" Bagaimana kisah Shofie dan Kai selanjutnya? Apakah mereka tetep menikah? Apakah Shofie bisa bertahan setelah melewati malam pengantin? Dan pada akhirnya, apakah Kai bisa menerima Shofie, gadis muda yang dipaksa terperangkap seumur hidup dengannya? Ikutin terus ceritanya. Rasakan sensasi naik turunnya emosi, dan tertawalah sebelum tertawa itu harus bayar!

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku