Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bodyguard Seksi

Bodyguard Seksi

Once W

5.0
Komentar
1.8K
Penayangan
71
Bab

Menjadi pengawal seorang CEO arogan bukanlah impian Asalina, tapi karena sebuah insiden dia terpaksa menandatangani kontrak perjanjian.

Bab 1 Kantor Polisi

Ashalina Lamida, memasang wajah santai ketika polisi menginterogasinya. Padahal dalam hatinya, Ashalina ingin sekali mematahkan kaki Aldo satu lagi, yang tadi sempat melecehkan dia di kampus.

Memang susah berhadapan dengan orang kaya, mereka seenaknya sendiri, menghargai orang lain hanya dengan uang. Aldo adalah salah satu anak pejabat daerah yang sekampus dengan Ashalina.

Siapa yang tidak tertarik pada Ashalina Lamida. Gadis cantik nyaris sempurna itu selalu menjadi perbincangan hangat di kampus. Selain cantik, dia menguasai ilmu beladiri dan multibahasa juga. Aldo mati-matian mengharap cintanya, tetapi selalu saja ditolak. Akhirnya Aldo kalap, dia tak memikirkan pandangan mahasiswa lain, dengan sigap, anak mami itu mencium Ashalina.

Pukulan bertubi-tubi mendarat di pipi dan kening Aldo, terakhir, terdengar suara pekikan dari mulut mahasiswa nakal itu ketika Ashalina menendang kakinya.

"Anda cantik, tapi kenapa kasar sekali?" tanya polisi.

"Saya mau tanya, Pak. Apakah Bapak setuju kalau misalnya adik atau anak Bapak dicium tanpa adanya ikatan?" jawab Ashalina balik bertanya.

Sesaat polisi itu diam, lalu dia berjalan ke arah Ashalina dan berbisik, " Tolong jangan mempersulit saya, Nona."

"Oke, sekarang saya paham!" Ashalina berucap ketus, lalu matanya melotot ke arah Aldo .

"Antar aku ke rumah sakit," pinta Aldo sambil meringis.

"Udah jelas sakit, kenapa kamu menggiringku ke kantor polisi?! Merepotkan!" bentak Ashalina.

Dengan berat hati, Ashalina memapah Aldo. Lalu mengambil alih setir kemudi karena supir pribadi anak mami itu mendadak pulang dipanggil sang majikan, papi Aldo.

Sesampainya di rumah sakit, Ashalina kembali memapah Aldo. Suatu kesempatan yang menguntungkan bagi pria berada di dekatnya, bisa berlama-lama dengan gadis pujaan hati. Seperti mendapatkan kemenangan setelah musibah yang diterimanya.

"Temani aku sampai kondisiku kembali pulih," rengek Aldo, itu membuat Ashalina mendadak mual.

"Ih, najis. Kamu seperti bayi yang kehilangan mainan," ejek Ashalina.

"Oke, kalau kamu tidak mau, aku akan ...."

"Akan apa? Aku lebih baik mendekam di penjara, dari pada berlama-lama dengan cowok tengil seperti kamu," ucap Ashalina memotong pembicaraan Aldo.

"Jangan membuat ayahmu sedih," acam Aldo. Dia tahu kalau Ashalina sangat patuh dan menyayangi kedua orang tuanya.

Gadis cantik bermata cokelat itu terdiam. Mengingat sang ayah yang kini kondisi kesehatannya sedang menurun, dia akhirnya terpaksa menuruti keinginan Aldo. Anak mami itu bisa saja membuat kekacauan yang lebih parah karena uang berbicara.

"Asha, maafin aku, ya. Ini semua kulakukan karena aku menyukaimu. Kamu jangan merasa ditindas apalagi merasa kalau aku sedang mengancam," ujar Aldo mencoba membujuk Ashalina.

"Kamu tidurlah, aku mau cari makan dulu. Laper," ungkap Ashalina.

"Tak perlu capek-capek keluar," cegat Aldo, kemudian dia meraih ponselnya. Lalu, dia menelepon restoran cepat saji.

Selang beberapa menit, suara ketukan pintu terdengar. Pria berpakaian seragam berwarna serba merah dan memakai topi bergambar ayam, mengantar makanan yang dipesan Aldo tadi.

Ashalina yang sudah kelaparan, dia langsung menyambar kotak di tangan pengantar makanan. Tak peduli dengan tanggapan dua orang pria beda generasi dan kasta itu, Ashalina makan dengan lahap sembari menaikkan kakinya sebelah ke atas bangku. Aldo menggeleng-geleng melihat kelakuan sang gadis.

"Tadi sok jual mahal," cibir Aldo. "Ini, Mas. Ambil aja kembaliannya." Setelah membayar, Aldo kembali menyandarkan kepala ke bantal yang disusun tegak.

Setelah selesai makan, Ashalina berpamitan pulang pada Aldo. Awalnya si anak mami tak mengizinkan, tetapi Ashalina berjanji akan membesuknya esok hari, sampai di jam yang sama seperti saat ini.

***

"Asha, kenapa kamu telat pulang, Nak? Apa ada kelas tambahan?" tanya Kato-ayah Ashalina.

"Iya, Yah. Asha sebentar lagi, kan diwisuda. Jadi, mungkin dalam seminggu ini akan sibuk, Yah. Ayah tenang aja, Asha bisa jaga diri, kok," jawabnya.

"Baik. Sebentar lagi kamu sudah jadi sarjana, semoga kedepannya bisa mendapatkan pekerjaan bagus," ucap Kato sembari membelai rambut anaknya yang tergerai panjang.

Ashalina mengecup tangan sang ayah, lalu beralih ke ibunya yang sedang mempersiapkan makan malam.

"Laper, ya?" tanya Saira, sedangkan matanya tetap fokus pada ayam yang sedang berenang di minyak panas.

"Nggak, Bu. Tadi Asha sudah makan di kampus." Lagi-lagi dia berbohong. Walau menyesal, tetapi itu dilakukan demi menjaga perasaan kedua orang tuanya.

***

Keesokan harinya Ashalina pergi ke rumah sakit sepulang dari kampus. Bel belum berbunyi, tetapi Aldo sudah sibuk mengirim chat melalui aplikasi berwarna hijau.

"Dikira aku ini istrinya apa. Ck!" gerutu Ashalina ketika naik ke angkot.

Perasaannya sedang tak baik, merasa dimanfaatkan dalam situasi ini. Di dalam angkot, ada seorang pria bertato menatapnya penuh birahi. Padahal Ashalina tidak berpakaian seksi, tetapi kecantikannya seperti maknet yang siap menarik siapa saja yang meliriknya. Pria itu mulai mendekat, mungkin dia merasa aman karena tak ada orang lain selain si supir.

"Heh, heh, mau ngapain kamu?" gertak Ashalina sembari membulatkan telapak tangannya.

"Uh, kamu benar-benar membuatku penasaran," ujar pria bertato itu.

"Bang ... Bang, stop!" seru Ashalina pada si sopir.

Namun, si sopir terus melaju karena diancam pria bertato. Awalnya Ashalina mencoba mengelak-elak, tetapi pria itu tak juga menghentikan aksinya.

Bugh!

Tinju Ashalina tepat mengenai hidung pria itu. Darah mengucur, tetapi dia tak memedulikan. Tangannya masih menggapai-gapai gadis jagon tersebut.

"Berhenti, Bang!" bentak Ashalina. Akhirnya si sopir meminggirkan mobil.

Ashalina melompat keluar, lalu disusul pria tersebut. Baku hantam pun tak terelakkan, hingga menarik perhatian pengguna jalan lainnya. Kebetulan, seorang wartawan melewati jalur itu. Dia gegas mengabadikan kejadian tersebut dengan memotretnya.

Polisi yang ternyata bernama Heri Saputra, meraih ponsel milik sang gadis. Lalu, dia berbicara pada Aldo dan menerangkan kejadian yang tak sempat dia saksikan begitu jelas. Aldo mengerti, tetapi dia meminta pada Heri untuk segera melepaskan Ashalina.

"Saya tanya-tanya Anda di mobil aja, Nona. Sambil mengantar Anda ke rumah sakit," ujar Heri Saputra.

"Bapak, kok, cemen banget, sih? Apa yang Bapak takuti dari cowok tengil itu. Bapak polisi, loh," ucap Ashalina mengejek.

"Diam kamu!" bentak Heri Saputra. Sementara temannya yang sedang menyetir, sesama polisi hanya menggeleng-geleng.

Ashalina Lamida mulai menjelaskan kronologi. Setiap apa yang diucapkan gadis cantik itu, Heri mendengarkan dan mencatat dengan serius. Entah untuk apa dia lakukan itu.

Sesampai di rumah sakit, Ashalina langsung menuju ruang VIP, tempat si anak mami dirawat. Di saat membuka pintu, ternyata mami Aldo sudah berada di dalam.

"Ooo ... ini yang namanya Ashalina Lamida?" tanya wanita berpenampilan glamor.

"I-iya, Tante," jawab Ashalina sedikit gugup. Dia mengira kalau Aldo menceritakan keburukannya. "Gawat, bisa runyam, nih, berurusan dengan ibu-ibu," lanjutnya membatin.

"Pantesan, kamu memang benar-benar cantik," puji mama Aldo.

"Ah, Tante bisa aja," ucap Ashalina sembari menghela napas karena yang dicemaskan tidak terjadi.

Mereka bertiga pun larut dalam obrolan, hangat menurut Aldo, tetapi Ashalina merasa risi. Mami Aldo terlalu menyombongkan diri, membahas pakaian-pakaian mahal, tas, dan juga sepatu branded. Sesuatu yang membuat Ashalina muak pun juga terjadi. Aldo mengambil kesempatan untuk bersandar di bahu gadis bermata cokelat itu.

Ashalina coba menghindar, tetapi Aldo terus saja menggeser duduknya. Sementara maminya masih sibuk memamerkan foto-foto koleksi dan rumah milik mereka.

"Demi apa aku terjerat di antara orang aneh berdua ini," rutuk Ashalina dalam hati.

"Asha, kamu juga lulus tahun ini, ya?" tanya mami Aldo.

"Iya, Tante," jawab Ashalina.

"Mau kerja dimana setelah lulus?"

"Belum tau, Tan."

"Gimana kalau kamu kerja di butik tante aja," tawar mami Aldo.

Wajah Aldo berubah, dia tersenyum dengan semringah. Berharap pujaan hati menerima tawaran dari maminya, agar dia bisa bebas menemui Ashalina.

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Once W

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku