Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Suami Tampan Tetapi Pengangguran

Suami Tampan Tetapi Pengangguran

julianuraselina

5.0
Komentar
303
Penayangan
22
Bab

Pernikahan tanpa restu Orangtua membuat pria bernama Azlan harus menelan pil pahit dalam hidupnya. Dia diusir dari rumah mertuanya saat tidak memiliki pekerjaan. Cinta menuntun sang istri untuk mengikuti kemana pun sang suami pergi, meski harus merelakan hidup terpisah dari orangtuanya. Mereka mengadu nasib ke Ibu kota dengan berbekalkan uang 45 ribu rupiah. Selang beberapa hari, nasib baik tiba-tiba menghampiri Azlan, dia dipertemukan dengan wanita bernama Agnes, pemilik agensi entertainment. Dia ditawari untuk menjadi artis Ibu kota oleh Agnes. Tetapi sayang sekali, begitu menandatangani surat perjanjian, lagi dan lagi dia harus menelan pil pahit dalam hidupnya. Dia diharuskan untuk menutupi status pernikahannya. Bagaimanakah nasib pernikahan mereka setelah Azlan mendapatkan ketenarannya? Mampukah sang istri yang sangat dicintainya bertahan dalam kebohongan? Yuk ikuti kisah seru Azlan yang penuh sensasional.

Bab 1 STTP 01

"Cepat keluar!! Nauma, bangun dong! Bantu ibu masak. Sekalian itu suami kamu suruh kerja, jangan tidur aja! Masa udah jadi kepala keluarga malas-malasan sih!" teriak Ibu dengan nada membentak, dan dia terus saja menggedur pintu kamar mereka.

Baru juga ingin bermanja dengan sang istri tercinta, tetapi Ibu mertua Azlan sudah menggedur kamar mereka dengan sangat kencang. Saking kencangnya, engsel pintu hampir terlepas.

"Iya, Bu!" balas Nauma dengan berteriak.

"Ibu kamu masih tidak suka ya Neng sama aku?"

"Akang jangan mikir macam-macam ya, Ibu memang orangnya seperti itu, aku keluar dulu takut Ibu tambah marah."

Nauma keluar dengan langkah tertatih, mungkin masih ada rasa nyeri akibat pergulatan mereka semalam.

"Ada apa sih, Bu? Jangan bicara keras-keras ih, kasian Akang Azlan, baru bangun tidur juga," ucap Nauma pada ibunya saat baru membuka pintu.

"Ngapain sih, kamu kasian sama suami kayak gitu? Dasar suami malas! Mana janji dia yang bilang mau cari kerja? Cuman segitu aja bicara dia? Ucapan dia hanya janji yang mustahil jadi kenyataan!"

"Bu, udah ya. Kang Azlan itu suami Nauma. Biar Kang Azlan yang memutuskan. Cari kerja itu gak gampang. Kang Azlan lagi butuh waktu dan selama ini Kang Azlan juga usaha kok, tidak diam saja."

"Alah! Kamu itu. Padahal dulu Ibu jodohin sama yang kaya dan mapan nggak mau. Eh, kamu malah pilih pengangguran kayak dia! Mata kamu buta apa gimana sih? Kecewa Ibu sama kamu Nauma!"

Azlan menghela napas mendengarnya. Ibu mertuanya sengaja mengatakan dengan keras. Nauma kembali masuk ke kamar dengan tersenyum manis karena Nauma tidak mau Azlan merasa sedih.

"Oh iya, Akang mau sarapan apa?" tanya Nauma.

Azlan tidak ingin membuatnya bersedih, dia pun menjawab, "Aku mau susu, tapi dari sumbernya langsung ya," balas Azlan ambigu, entah Nauma mengerti atau tidak dengan apa yang Azlan katakan.

"Oke kalau gitu, Akang tunggu sebentar di sini."

Azlan tidak mengerti apakah Nauma paham dengan maksud candaannya atau tidak. Azlan mengikuti langkah Nauma sampai ke ruang tamu.

"Kamu ngapain Neng?!" tanya Ibu Nauma.

"Kang Azlan minta susu langsung dari sumbernya Bu!!" balas Nauma sambil berteriak.

"Pasti kamu nih yang buat Nauma aneh, kamu nyuruh anak saya ngapain?!" Ibu mertuanya marah dan menyalahi Azlan.

"Aku juga nggak tahu Bu," balas Azlan.

"Sudah sana kamu susulin! Suruh masuk! Bantu Ibu masak!" pinta Ibu.

Baru juga Azlan berdiri ingin menyusul Nauma, Nauma sudah datang dengan membawa sapi yang ada di halaman belakang.

"Ngapain kamu bawa-bawa sapi Neng?"

"Katanya Akang mau minum susu dari sumbernya langsung? Ini aku bawain sapi, biar Akang bisa minum susu langsung dari sumbernya," jawab Nauma dengan wajah polos.

"Astaga Neng, tega banget nyuruh Akang minum susu sapi dari sapinya langsung, bener-bener kamu mah, buat Akang gemes pengen sentil otak kamu."

Nauma sangat polos, bukan ini yang Azlan maksud, tetapi sumber yang lainnya. 'Ah, salahku juga yang berkata ambigu, wajar saja kalau dia salah kaprah,' ucap Azlan dalam hati sambil menggelengkan kepala.

"Hehehe, jadi salah ya Kang? Akang nggak mau susu sapi, terus Akang maunya susu apa? Susu kambing ya? Bentar ya Kang, Neng ambil dulu kambingnya."

"Yasalam Neng, Akang gemes banget loh sama kamu, sudahlah, Akang nggak jadi minum susu, kamu ke dapur saja bantuin Ibu, biar Akang yang kembalikan sapinya ke belakang," ucapnya sambil mengambil alih tali pengekang Sapi yang ada di tangan Nauma.

Kepolosan Nauma membuat Azlan khawatir, beruntung dia yang mendapatkannya. Coba kalau pria bajingan yang mendapatkannya, pasti Nauma sudah dibodohi oleh mereka.

"Bisa-bisanya kamu mau minum langsung dari sumbernya?! Sana kembalikan sapinya, kamu juga bodoh banget jadi wanita! Mau-maunya dibodohi suami, sudah miskin banyak maunya lagi! Nikah cuma modal tampang saja!!" bentak Ibu.

Lagi-lagi Ibu menghina Azlan, mulutnya sudah seperti petasan kalau sudah menghina dan membentak Azlan. Dari awal Azlan mengenalnya, Ibu selalu menunjukkan ketidak sukaannya. Beruntung Azlan bisa merayu orantua Nauma, dan mengizinkan mereka menikah.

"Sudah sih Bu, jangan marahin Akang Azlan terus, kasian tahu," bela Nauma.

"Kasihan! Kasihan! Kasihan sama diri kamu sendiri, bisa-bisanya kamu mau nikah sama pengangguran gini!"

"Bu, sapinya ngeliatin Ibu terus tuh, kayaknya dia terpesona lihat Ibu marah-marah," timpal Azlan dengan canda, dia tidak tega melihat Nauma dihentak seperti itu, meskipun dihentak oleh Ibunya sendiri.

"Azlan! Kamu nggak lihat Ibu lagi marah?! Sini kamu!" Azlan langsung mendekat ke arah Ibu. Saat ini Azlan sudah berada di samping Ibu, Ibu langsung menarik tangannya, dan menyuruhnya berjongkok di bawah tubuh sapi.

"Ngapain aku di suruh jongkok di sini Bu?" tanya Azlan dengan heran.

"Minum tuh susu sapi! Katanya kamu mau minum susu langsung dari sumbernya," balas Ibu, Ibu mendorong kepala Azlan hingga wajahnya menyentuh puting susu sapi.

Rasa geli, jijik dan juga kesal bercampur jadi satu di hati karena perlakuan Ibu, ingin melawan pun tidak bisa. Azlan masih menghargainya sebagai orangtua dari wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Dalam hidupnya, baru kali ini Azlan dihina.

"Ibu ini apa-apaan sih Bu?! Ibu pikir Kang Azlan ini anak sapi di suruh menyusu langsung seperti ini? Lepasin Bu!" bela Nauma lalu dia membantu Azlan untuk berdiri.

"Lepas nggak?! Apa yang kamu tahu, hah?! Suami tidak berguna saja masih kamu bela, sana kamu ke dapur!" ucap Ibu sambil melepaskan cengkraman tangan Nauma.

Ibu pergi ke dapur dan Nauma langsung membantu Azlan berdiri, Azlan bersyukur memiliki istri seperti Nauma. Nauma mencintainya dengan tulus, bahkan tidak memandang materi, dia tetap menerimanya meskipun Azlan hanya seorang pengangguran.

"Terima kasih ya Neng," ucap Azlan sambil tersenyum.

"Neng ke dapur dulu, Akang pulangin Jono ke kandangnya ya, jangan lupa dikasih makan juga."

"Siapa Jono Neng?"

"Sapi Kang, jadi Sapi ini namanya Jono, Bapak yang ngasih nama," balas Nauma.

"Kirain Akang siapa, nggak sekalian dikasih nama Jhonatan biar keren Neng, hehehe."

Azlan mengembalikan Jono ke kandangnya, dia juga menyempatkan diri untuk bercanda dengan Jono.

"Nih kamu makan yang banyak, biar cepet gemuk," ucapnya kepada sapi sambil menyuapi rumput.

Mooo mooo

"Kamu ngerti apa yang aku ucapin?"

Moo moo

"Lah, kenapa gue malah ngomong sama sapi? Ketularan Nauma ini mah," gerutunya sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Azlan!!... ngapain ngomong sama sapi?! Kamu sudah gila apa gimana?! Cepat ke sini ambil air di sumur!!" teriak Ibu dari dapur.

"Iya, Bu!!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku