Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hamil Anak Genderuwo

Hamil Anak Genderuwo

Rainie

5.0
Komentar
5.5K
Penayangan
125
Bab

Sejak suami Esmeralda di PHK, ia terpaksa ikut suaminya pulang ke kampung halaman. Sejak kepindahannya, ia kerapkali melihat sosok Genderuwo. Setelah bertahun-tahun lamanya menanti buah hati, Esmeralda pada akhirnya hamil anak pertama. Tapi ada yang aneh dengan kehamilannya.

Bab 1 Desa Sukameneng

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu yang cukup keras, telah menyita perhatian Esmeralda yang sedang memasak di dapur, untuk makan malam suaminya.

Wanita yang memiliki rambut panjang dan sedikit ikal itu bergegas mematikan kompor. Ia setengah berlari menuju ke pintu depan sambil menguncir rambutnya.

Saat Esmeralda membuka pintu, ia sedikit terkejut saat melihat wanita bertubuh gemuk yang sudah sangat familiar baginya.

"Bu Hilda? Hehe, ada apa ya Bu bertamu malam-malam?" tanya wanita itu hendak memastikan. Ia tampak tersenyum kaku.

"Esme, kamu nggak lupa kan? Hari ini sudah jatuh tempo untuk bayar kontrakan," sahutnya dengan nada yang tegas.

"Maaf ya, Bu! Suami saya belum pulang. Nanti kalau sudah pulang, uangnya saya antar ke rumah ya, Bu?" ucap Esmeralda berusaha untuk negosiasi pada si empu pemilik kontrakan, tempat tinggalnya selama beberapa tahun ini.

Wanita itu tidak langsung menyahuti. Ia tampak berpikir dengan serius.

"Masa ibu nggak percaya sama saya? Saya sudah lama lho tinggal di kontrakan ibu, dan nggak pernah nunggak bayar," ucapnya lagi mencoba meyakinkan wanita yang masih berdiri di hadapannya.

"Baiklah, saya tunggu kamu ke rumah," sahut wanita itu sebelum ia beranjak dari hadapan Esmeralda yang terlihat menghela nafas lega.

Ia memperhatikan sebentar langkah Bu Hilda yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia pun kembali menutup pintu dengan raut wajah yang tampak lesu.

Esmeralda telah kehilangan semangatnya untuk menyiapkan makan malam. Ia duduk di sofa berwarna cream yang berada di ruang tamu dengan pikiran yang gelisah.

Sesekali ia menatap jam yang tergantung di dinding. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam kurang lima belas menit.

"Mas Franky ke mana sih? Tumben banget jam segini belum pulang." Esmeralda mendengus merasa kesal.

Baru saja ia hendak beranjak dari sofa, terdengar suara ketukan pintu yang nyaring.

Esmeralda cepat-cepat membuka pintu rumahnya. Dan benar saja dugaannya. Suaminya telah berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang tampak kusut.

"Mas Franky? Kok baru pulang? Gajinya masih belum turun ya, mas? Bu Hilda barusan datang menagih uang kontrakan," ucap Esme dengan panjang dan lebar.

Lelaki bertubuh gemuk itu seolah seperti tidak menggubris keluhan istrinya. Ia berjalan masuk melewati Esme yang tampak terbengong.

Lelaki itu duduk di sofa dengan wajah yang terlihat frustasi. Kepalanya ia sandarkan pada sofa sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.

Esme duduk di sebelah lelaki itu, menatapnya dengan penuh kekhawatiran. Ia bisa melihat bahwa situasinya tidak baik-baik saja.

"Ada apa, mas? apa ada masalah di kantor?" tanya wanita itu dengan penasaran. Pandangan matanya masih belum beralih dari wajah suaminya.

"Aku kena PHK, dek." Ucapan singkat itu telah membuat raut wajah Esme berubah. Kedua matanya tampak membelalak dengan lebar.

"Kok bisa, mas?"

"Perusahaan mengalami kebangkrutan dan mem-PHK karyawannya besar-besaran," sahutnya dengan lirih.

"Jadi, bagaimana dengan nasib kita, mas?"

Lelaki itu tidak langsung menjawab. Ia tampak menarik nafas panjang, dan menghembuskan secara perlahan.

Franky menatap wajah wanita yang masih duduk di sampingnya. Wanita yang telah ia nikahi selama lima tahun lebih.

"Kita pulang ke kampung mas, ya?" tanya lelaki itu meminta persetujuan dari istrinya yang terlihat mematung selama beberapa saat.

"Kenapa mas tidak mencoba mencari pekerjaan lain? Aku juga akan mencari pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarga kita, mas. Atau aku bisa meminta temanku untuk kembali memasukkan aku ke perusahaan lama tempat aku kerja dulu," ucap Esme dengan antusias.

Franky menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kamu lupa ya? Alasan mas dulu meminta kamu berhenti bekerja?" Lelaki itu menatap wajah Esme dengan tatapan mata yang dalam.

Esme mendadak bungkam. Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Mas nggak mau kamu kecapean. Kita sudah sepakat kan? Kamu juga mau memiliki momongan kan?"

Esme menganggukkan kepalanya dengan lemah. Ia menarik nafas panjang, lalu menghembuskan lagi secara kasar.

"Tapi situasinya berbeda, mas. Hanya sementara saja sampai mas mendapatkan pekerjaan pengganti," ucap wanita itu masih berharap mendapatkan persetujuan dari suaminya.

Franky kembali menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak. Lebih baik kita pulang ke kampung mas saja, dek. Ibu sama bapak juga sudah mendengar kabar bahwa mas di PHK. Mereka meminta mas pulang ke kampung mengurusi usaha kelontong bapak. Kan kamu juga bisa bantu-bantu ibu di kampung. Apalagi dia sudah tua, dek."

Esme terdiam. Ia tak bisa lagi berkata-kata.

***

Perjalanan yang ditempuh sangat jauh. Kampung Franky berada di dalam hutan yang jauh dari kota.

Selama perjalanan, Esme menatap jalanan melalui jendela mobil travel yang ia naiki dengan tatapan mata yang kosong.

Ini bukan kali pertama Esme datang ke kampung halaman suaminya. Tapi sudah beberapa kali saat hari raya, juga saat Ibu mertuanya sakit, ia pulang untuk membantu suaminya mengurus ibu.

Di Kampung Sukameneng, jaringan internet tidak ada. Jangankan internet, sinyal untuk menelpon dan berkirim pesan lewat SMS pun tidak bisa karena tidak berada dalam jangkauan. Jadi percuma saja memiliki handphone di tempat seperti itu.

Bahkan untuk pergi ke pasar, harus keluar lewat hutan.

Suasana di kampung itu juga sangat sepi. Terlebih lagi setelah azan magrib. Tempat itu benar-benar seperti tempat yang tidak berpenghuni.

Mobil travel yang ditumpangi oleh Franky dan Esme berhenti di Pasar Sukameneng. Untuk masuk ke Kampung Sukameneng, mereka harus naik ojek melewati hutan-hutan.

Selama perjalanan, Esme tidak banyak berbicara. Ia hampir menyesal menikah dengan lelaki yang berasal dari kampung itu.

Setibanya di rumah panggung yang terbuat dari papan kayu, keduanya langsung disambut oleh ibu dan bapak Franky. Mereka terlihat sangat bersemangat saat anak bungsu mereka telah kembali ke rumah.

"Pasti capek kan? Yuk makan dulu, ibu sudah masak banyak untuk kalian," ucap Bu Edith sambil merangkul tubuh putranya, menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah yang tampak sederhana.

"Seharusnya ibu nggak perlu repot-repot begitu, Esme kan bisa masak untuk bapak sama ibu," sahut Franky merasa sungkan.

"Nggak apa-apa. Ayo duduk sini!" Wanita itu menempatkan Franky di kursi makan yang telah terhidang cukup banyak makanan.

Esme duduk di sebelah Franky dengan perasaan canggung.

"Kamu terlihat sangat kurus sekarang, nak!" ucap wanita itu lagi sambil menuangkan nasi ke piring Franky. "Makan yang banyak ya?"

"Iya, Bu." Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Ia merasa sikap ibunya sedikit berlebihan.

"Bagaimana istrimu? Apakah dia sudah hamil?" Pertanyaan yang tiba-tiba diajukan oleh wanita itu membuat keduanya tercengang. Baik Franky, maupun Esme, keduanya saling menatap satu sama lain.

"Kalian sudah menikah lebih dari lima tahun lho! Kenapa belum bisa memberikan ibu cucu?"

Esme terdiam membisu. Baru saja ia datang ke kampung itu, ia telah dibuat tidak nyaman dengan ibu mertuanya.

Selera makan Esme mendadak hilang. Ia segera beranjak dari kursi makan.

"Kamu mau ke mana, dek?" tegur Franky saat melihat istrinya meninggalkan ruangan.

"Mau ambil barang yang tertinggal di depan mas," sahut Esme berbohong.

Esme duduk di tangga depan rumah. Ia menopang dagu sambil melihat-lihat ke sekelilingnya yang mulai terlihat gelap.

Tiba-tiba saja Esme menangkap sekelebat bayangan yang lewat kebun kosong yang berada di seberang rumah mertuanya.

Pandangan Esme terpusat menatap sebuah pohon beringin paling besar yang baru pertama kali ia lihat. Seketika bulu kuduknya berdiri.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Hamil Anak Genderuwo
1

Bab 1 Desa Sukameneng

24/08/2023

2

Bab 2 Kemunculan Sosok Hitam Misterius

24/08/2023

3

Bab 3 Mas Franky Tidak Percaya

24/08/2023

4

Bab 4 Sebuah Peringatan

24/08/2023

5

Bab 5 Sosok itu Benar-benar Ada

24/08/2023

6

Bab 6 Ibu Mertua yang Kejam

24/08/2023

7

Bab 7 Rumah yang Sepi

24/08/2023

8

Bab 8 Mas Franky Aneh

24/08/2023

9

Bab 9 Mas Franky Tidak Pulang

24/08/2023

10

Bab 10 Gairah yang Menurun

24/08/2023

11

Bab 11 Pada Tengah Malam

24/08/2023

12

Bab 12 Esmeralda Sakit

24/08/2023

13

Bab 13 Kehamilan Esmeralda

24/08/2023

14

Bab 14 Bu Valentine

24/08/2023

15

Bab 15 Perubahan Sikap Mas Franky

24/08/2023

16

Bab 16 Mas Franky Mandul

24/08/2023

17

Bab 17 Misteri Ibu Mertua

24/08/2023

18

Bab 18 Kecurigaan Bu Valentine

24/08/2023

19

Bab 19 Bapak Mertua Mesum

24/08/2023

20

Bab 20 Pengakuan Kehamilan pada Mertua

24/08/2023

21

Bab 21 Bulan Ke Empat

24/08/2023

22

Bab 22 Ibu Mertua yang Sering Keluar pada Malam Hari

24/08/2023

23

Bab 23 Benih Genderuwo

24/08/2023

24

Bab 24 Menolak Gugurkan Kandungan

24/08/2023

25

Bab 25 Kematian Bu Valentine

24/08/2023

26

Bab 26 Kontraksi

24/08/2023

27

Bab 27 Kelahiran Anak Genderuwo

24/08/2023

28

Bab 28 Kesepakatan Ibu Mertua dan Dukun

24/08/2023

29

Bab 29 Jimat Penglaris

24/08/2023

30

Bab 30 Mas Franky Pulang

24/08/2023

31

Bab 31 Mas Franky Menikah Lagi

24/08/2023

32

Bab 32 Pertumbuhan Pesat Bayi Genderuwo

24/08/2023

33

Bab 33 Penyerangan Anak Genderuwo

02/09/2023

34

Bab 34 Kemarahan Sang Genderuwo

04/09/2023

35

Bab 35 Jimat dalam Toko

04/09/2023

36

Bab 36 Pembalasan Sang Genderuwo

05/09/2023

37

Bab 37 Misteri Kematian Harith

05/09/2023

38

Bab 38 Cecilion menjadi Incaran

06/09/2023

39

Bab 39 Kematian Cecilion

06/09/2023

40

Bab 40 Jimat yang Terbuang

08/09/2023