Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Anna!” Sebuah suara menghentikan langkah Anna saat dia membuang sampah ke tempat sampah di belakang apartemen yang dia tinggali dan hendak kembali ke apartemennya. Pandangannya tertuju pada seorang gadis berambut pirang yang berjalan dengan langkah terhuyung menghampirinya. Gadis itu tersenyum lebar dengan wajah yang memerah menandakan bahwa ia mabuk.
Anna menghela napas menatap gadis yang sangat ia kenali itu, ia maju untuk mendukung tubuh Rosy Woods—teman satu atapnya—yang tidak dapat berdiri dengan benar hingga membuat gadis itu hampir terjatuh ke bak sampah.
“Kau mabuk. Sebenarnya seberapa banyak kau minum?” tanya Anna sembari membantu temannya itu untuk berjalan masuk ke dalam apartemen mereka. Mereka berjalan menuju lift yang terdapat di belakang gedung yang terhubung langsung dengan tempat pembuangan sampah itu.
Rosy hanya terkekeh mendengar pertanyaan Anna, ia melingkarkan tangannya di leher Anna yang sedikit lebih tinggi darinya dan mengangkat tiga jari di tangan kanannya. “Tidak banyak! Hanya empat botol wiski!” jawabnya dengan percaya diri.
Lagi-lagi Anna hanya dapat menghela napas melihat kegilaan Rosy di saat mabuk, setidaknya ia merasa bersyukur kali ini Rosy pulang lebih cepat dari biasanya. Ini masih pukul sebelas malam mengingat gadis itu berangkat ke bar ketika pulang kerja di pukul lima sore.
Biasanya Rosy akan pulang di tengah malam atau di pagi buta dengan keadaan yang kacau. Ia terbiasa berkencan dengan sembarang pria yang menurutnya sexy dan menghabiskan hubungan satu malam dengan pria asing itu.
Anna sudah berulang kali memberikan nasehat kepada sahabatnya itu untuk tidak sembarangan membuka kaki dan melemparkan tubuhnya kepada pria asing, namun Rosy malah balik menasehatinya untuk berhenti menjadi gadis kolot yang mempertahankan tradisi kuno untuk tidak tidur dengan sembarang pria dan hanya memberikan mahkotanya kepada pria yang benar-benar ia cintai.
Sebenarnya apa yang salah dengan prinsipnya?
Menurutnya nafsu bukanlah segala-galanya. Terlebih ia tidak mau memberikan tubuh dan hatinya kepada sembarang pria, mengingat terlalu banyak pria brengsek yang telah ia temui sepanjang hidupnya.
“Hey, Anna!” Suara Rosy yang sedikit keras di depan telinganya membuat Anna tersadar dari lamunannya, ternyata pintu lift sudah terbuka dan memperlihatkan lantai tempat mereka tinggal.
“Kau mengabaikanku lagi,huh? Kenapa kau selalu saja mengabaikanku saat aku membicarakan tentang pria dan seks?!”
Dahi Anna berkerut dalam ketika mendengar pertanyaan Rosy. Ia menatap gadis di sebelahnya dengan ekspresi aneh, lalu membuka pintu apartemennya dan membawa Rosy masuk.
“Tidak ada yang perlu di dengar dari hal menjijikkan itu,” jawab Anna dengan dingin. Ia benar-benar jengkel setiap Rosy membahas segala hal tentang adegan ranjang yang gadis itu sukai. Anna lalu setengah mendorong Rosy ke bed-sofa dan meninggalkannya menuju dapur yang tak jauh dari ruang tengah mereka.
Bukannya marah, Rosy hanya tertawa keras mendengar jawaban Anna. “Oh ayolah, setidaknya kau harus merasakannya sendiri, sweety! Aku yakin kau akan ketagihan setelah merasakan batang seorang pria di dalammu!”
“Sebaiknya kau tutup mulut baumu itu sebelum aku menyirammu dengan air agar pikiran kotormu itu bersih, Nona Woods!” ancam Anna dengan jengkel. Ia membuka pintu lemari pendinginnya dan mengambil sebotol air dingin lalu meminumnya.
Rosy kembali tertawa dan beranjak bangun untuk menghampiri Anna, lalu duduk di kursi depan meja bar. Gadis itu menatap Anna dengan tatapan yang tidak fokus karena efek mabuk yang ia rasakan belum hilang. “Apa kau lupa berapa umurmu saat ini? Kau sudah dua puluh tujuh tahun sayang! Bahkan anak kecil berumur tiga belas tahun saja sudah pernah merasakannya!”
“Rosy Woods, kita sudah pernah membahas hal ini berulang kali. Berhenti atau aku benar-benar akan menyirammu.”