Nafkah Sulit Selingkuh Elit

Nafkah Sulit Selingkuh Elit

Author MungiL

5.0
Komentar
4.1K
Penayangan
96
Bab

"Jadi perempuan harus terus bekerja, meskipun kamu nanti sudah menjadi seorang istri dan ibu. Nggak apa-apa dapat receh, asal punya pendapatan dan tidak bergantung dengan suami saja. Kenapa? Karena kita nggak tahu bagaimana takdir Tuhan, belum tentu kita dapat suami yang benar-benar mengerti dengan keuangan rumah tangga. Tidak ada yang menjamin juga semua laki-laki baik, jadi kalau ada apa-apa, kamu nggak kaget dan nggak ragu untuk meninggalkan suamimu." Satu pesan dari salah satu gurunya kala di sekolah itu akhirnya Tias pahami setelah apa yang terjadi dengan rumah tangganya. Rumah tangga yang ia kira berjalan baik-baik saja itu rupanya banyak rahasia kelam yang disembunyikan oleh suaminya. Melakukan perselingkuhan di saat suaminya itu memberi uang pas-pasan, dan yang lebih parahnya lagi, suaminya itu melakukan hal yang di luar nalarnya hingga membuat Tias yang memiliki kesabaran ekstra itu murka sejadi-jadinya. Kesalahan besar apa yang dilakukan suami Tias selain perselingkuhan?

Bab 1 1. Apa-apa Sendiri

"Mas, uang buat daftar sekolah Abi masuk SD udah ada? Sebentar lagi udah mulai masuk sekolah." Tias bertanya sembari mengambilkan sarapan untuk suaminya.

"Pakai uang kamu dulu, ya. Nanti aku ganti," jawab Azam dengan entengnya.

Tias menghembuskan napasnya pelan. Ia sudah bosan dengan jawaban yang keluar dari mulut suaminya. Selalu seperti itu, setiap kali ia meminta uang untuk keperluan sang anak selalu saja berkelit, selalu punya banyak alasan yang pada akhirnya alasan itu menjadikan suaminya tidak memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Entah sudah berapa kali Tias mengeluarkan uang tabungan pribadinya untuk keperluan yang seharusnya ditanggung oleh Azam.

"Mas, kok pakai tabungan aku lagi? Ini tanggung jawab kamu. Kok jadi aku yang nanggung tanggung jawab kamu?" Ini adalah pertama kalinya Tias mengucapkan kalimat protes. Ia mengucapkan itu pun dengan nada yang lembut.

Pernikahan yang sudah memasuki usia sembilan tahun nyatanya tak membawa perubahan di diri Azam. Memang sudah bawaan manusia memiliki sifat egois, semua orang punya sisi egois di level yang berbeda. Hanya saja, sisi egois dari suami Tias ini terkadang sungguh keterlaluan.

"Dik, Abi anak kamu, bukan anak tetangga. Aku atau kamu yang bayar, ya, nggak akan jadi masalah. Uang yang kamu dapat itu juga berkat aku. Kamu nggak akan bisa jualan online kalau nggak dapat modal dari aku. Jadi hasil yang kamu dapat sekarang juga untuk keperluan bersama. Kalo aku nggak ada uang, ya, sudah. Pakai uang yang ditabungan kamu, kan, bisa. Buat anak juga, kan, bukan buat aku pribadi." Azam menjawab seraya asyik mengunyah sarapan. Sementara istrinya dibiarkan kerepotan dengan dua anak yang masih balita.

"Iya Mas, aku tahu. Tapi untuk keperluan lain aku juga udah ambil uang pribadi aku buat keperluan sekolah Abi sama kebutuhan adiknya. Tinggal daftarnya aja, Mas. Masa mau ambil uang tabungan lagi. Udah berkurang banyak buat beli keperluan sekolahnya aja. Sementara aku juga butuh modal buat jualan. Uang aku muter, Mas."

"Iya, nanti aku carikan lagi modal buat usaha kamu, ya. Pakai yang ada dulu uangnya. Secepatnya aku ganti." Sebuah kecupan singkat di kening pertanda sebagai penutupan obrolan pagi itu.

Azam pergi ke kantor tanpa peduli bagaimana nasib istrinya yang kerepotan mengurus tiga anak sendirian. Tias sudah terbiasa dengan repotnya. Tapi bukan berarti ia tidak butuh bantuan.

"Kak Abi, ajak adik Salwa main dulu, ya, Sayang. Biar Ibu selesaikan pekerjaan rumah dulu."

Untunglah Tias memiliki anak sulung laki-laki yang bisa diandalkan. Diusianya yang baru tujuh tahun, Abi sudah bisa menjaga dan mengayomi adiknya yang baru berusia empat tahun.

Tias sedikit terbantu jika Abi tidak sekolah. Ia bisa fokus dan membereskan pekerjaannya dengan mudah dan cepat tanpa harus terbelah-belah karena menjaga dua balita.

"Sekarang, Hanifa duduk sini dulu, ya, Nak. Dari bangun tidur tadi udah digendong sama Ibu, kan, ya?" Tias meletakkan anak bungsunya ke apolo bayi yang sudah ada sejak Abi masih bayi.

Tak lupa Tias memberikan beberapa camilan berupa biskuit ke dalam piring. Setelah menyediakan camilan dan air putih di depan Hanifa, ibu tiga anak itu segera mengisi perutnya yang terasa lapar sejak beberapa jam yang lalu. Kesibukan dan pekerjaan rumah yang ia urus sendiri membuat ia seringkali menahan lapar. Ia sudah terbiasa tidak mendapatkan bantuan dari sang suami. Saking terbiasanya, ia tak lagi menuntut bantuan dari suaminya. Terakhir kali ia minta bantuan, justru Azam memarahinya karena menganggap tidak bisa melakukan apa pun.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bosku Kenikmatanku

Bosku Kenikmatanku

Juliana
5.0

Aku semakin semangat untuk membuat dia bertekuk lutut, sengaja aku tidak meminta nya untuk membuka pakaian, tanganku masuk kedalam kaosnya dan mencari buah dada yang sering aku curi pandang tetapi aku melepaskan terlebih dulu pengait bh nya Aku elus pelan dari pangkal sampai ujung, aku putar dan sedikit remasan nampak ci jeny mulai menggigit bibir bawahnya.. Terus aku berikan rangsang an dan ketika jari tanganku memilin dan menekan punting nya pelan "Ohhsss... Hemm.. Din.. Desahannya dan kedua kakinya ditekuk dilipat kan dan kedua tangan nya memeluk ku Sekarang sudah terlihat ci jeny terangsang dan nafsu. Tangan kiri ku turun ke bawah melewati perutnya yang masih datar dan halus sampai menemukan bukit yang spertinya lebat ditumbuhi bulu jembut. Jari jariku masih mengelus dan bermain di bulu jembutnya kadang ku tarik Saat aku teruskan kebawah kedalam celah vaginanya.. Yes sudah basah. Aku segera masukan jariku kedalam nya dan kini bibirku sudah menciumi buah dadanya yang montok putih.. " Dinn... Dino... Hhmmm sssttt.. Ohhsss.... Kamu iniii ah sss... Desahannya panjang " Kenapa Ci.. Ga enak ya.. Kataku menghentikan aktifitas tanganku di lobang vaginanya... " Akhhs jangan berhenti begitu katanya dengan mengangkat pinggul nya... " Mau lebih dari ini ga.. Tanyaku " Hemmm.. Terserah kamu saja katanya sepertinya malu " Buka pakaian enci sekarang.. Dan pakaian yang saya pake juga sambil aku kocokan lebih dalam dan aku sedot punting susu nya " Aoww... Dinnnn kamu bikin aku jadi seperti ini.. Sambil bangun ke tika aku udahin aktifitas ku dan dengan cepat dia melepaskan pakaian nya sampai tersisa celana dalamnya Dan setelah itu ci jeny melepaskan pakaian ku dan menyisakan celana dalamnya Aku diam terpaku melihat tubuh nya cantik pasti,putih dan mulus, body nya yang montok.. Aku ga menyangka bisa menikmati tubuh itu " Hai.. Malah diem saja, apa aku cuma jadi bahan tonton nan saja,bukannya ini jadi hayalanmu selama ini. Katanya membuyarkan lamunanku " Pastinya Ci..kenapa celana dalamnya ga di lepas sekalian.. Tanyaku " Kamu saja yang melepaskannya.. Kata dia sambil duduk di sofa bed. Aku lepaskan celana dalamku dan penislku yang sudah berdiri keras mengangguk angguk di depannya. Aku lihat di sempat kagett melihat punyaku untuk ukuran biasa saja dengan panjang 18cm diameter 4cm, setelah aku dekatkan ke wajahnya. Ada rasa ragu ragu " Memang selama ini belum pernah Ci melakukan oral? Tanyaku dan dia menggelengkan kepala

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku