Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Perempuan berambut keriting pirang berjemur di pantai dengan pakaian yang tipis dan minim. Sambil melentangkan tubuhnya menghadap matahari yang bersinar cukup terang.
Ia ingin kulitnya sedikit kecoklatan seperti eksotis menurut mereka kulit putih tidak menarik, banyak perawatan kecantikan di luar negeri menggunakan alat canggih untuk merubah warna kulit tetapi tidak di anjurkan untuk usia kurang dari 18 tahun.
Seorang pria berjalan sambil mendengarkan musik menggunakan celana pendek dan telanjang dada. Berteriak cukup keras hingga membuat telinganya berdengung.
"Bisakah mengurangi volume suaramu" teriak rose yang berjalan mendekati pria itu. Sambil menaruh kedua tangannya di pinggang dan melotot kesal.
"Oh maaf nona aku tak mendengar apa yang kamu katakan, coba katakan sekali lagi." Ujar pria berwajah manis.
"Jangan berteriak aku pusing mendengar suaramu." Sahut perempuan berambut pirang.
Ia menganggukkan kepala lalu membuka kacamata hitamnya yang besar.
Mengedipkan mata berkali-kali sedikit gugup rupanya pria yang ia marahi mempunyai wajah yang tampan.
"Maaf aku permisi ke kamar mandi ya kamar mandi benar" lalu berjalan cepat sambil melepas sandal.
"Oke juga bule itu" ujar hardi mengikutinya dari belakang. Kemudian duduk di depan pintu kamar mandi.
"Aku salah memarahi orang ternyata dia sangat tampan benarkan swift??" Ujarnya bertanya pada teman perempuan yang sedang menyisir rambut.
"Menurutku biasa saja rose aku tak suka pria asia kekasihku di inggris lebih tampan" sahut swift pada perempuan itu yang bernama rose.
"Kalau begitu seleramu membosankan. Pria asia berbeda mereka terlihat baik tidak seperti di negara kita banyak pria hidung belang." Sambil menggunakan lipstik.
"Kamu salah tidak semuanya begitu aku berani taruhan" sambung swift menggebu-gebu.
Mereka berjalan keluar sambil mengikat rambut pria itu sudah ada di depan menghalangi jalan. "Minggir aku tak ada waktu bermain-main" ujar rose.
"Aku tidak bermain denganmu. Siapa namamu cantik." Sambil tersenyum. Akhirnya menyodorkan tangan "Rose" singkat.
"Namaku hardi, bolehkan kita berbincang-bincang di sana" telunjuknya mengarah ke suatu tempat saung kecil terdapat meja dan kursi dari kayu.
"Baiklah tapi hanya 30 menit saja. Aku ada urusan" ia menganggukkan kepala kemudian berjalan sambil sedikit menoleh pada wajah rose.
"Jangan melihat wajahku terus menerus aku bukan cermin" sambil duduk. Sementara swift meninggakan mereka berdua memesan es kepala muda.
"Jujur aku kagum melihat wajahmu yang cantik. Isteri idaman" tertawa tipis.
"Masih jauh membahas pernikahan aku masih muda usiaku 22 tahun" sontak herdi melongo.
"Tetapi terlihat lebih dewasa ya ku kira 30 tahun" menggelengkan kepala sambil menggeserkan gelas lalu menghirup sedotan.
"Terima kasih, siapa namamu." Ujar herdi pada temannya. "Swift" sahutnya perlahan.
Setelah beberapa jam mereka semakin akrab lalu bertukar nomor telepon. Swift yang tampak bosan mengajak rose kembali ke hotel tetapi sulit. Akhirnya berinisiatif pulang lebih dulu.
Herdi semakin berani mendekati rose lebih dekat lagi, mereka saling merangkul padahal baru saja kenal. Swift yang tak menyukai herdi seolah-olah muak melihatnya.
"Pria tak tahu malu" ujar swift bergumam dalam hatinya. Kemudian masuk ke dalam mobil menggunakan taxi online.
Rose tampak menikmati pelukan herdi yang merangkulnya dari belakang, menganggap sesuatu yang sudah biasa. Tetapi herdi cepat sekali mengambil keputusan mengajaknya menikah.
"Yakin?? Kita baru saja kenal aku tak percaya" malam itu herdi mengecup pipinya sambil berbisik. "Aku serius, minggu depan deh." Rose langsung membalikkan tubuhnya yang duduk di atas paha herdi.
"Janji takkan mengecewakanku sebetulnya masih sangat muda untukku menikah" sambil mengelus hidungnya lalu mencubit.
"Aku pulang sekarang ya lihat sudah malam" ujar bule itu langsung pergi berlari ke dalam mobil.
"Aku belum puas berbicara dengannya terlalu terburu-buru" lalu duduk sambil merokok.
Sekitar jam 10 malam ia jalan ke dalam vila lalu menyapa beberapa pria yang duduk bersandar sambil bersiul.