Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Jiwa Pengganti
4.8
Komentar
13.5K
Penayangan
12
Bab

Amelia, gadis mudah 27 tahun, mengalami kecelakaan akibat ulahnya sendiri. Berlari menyeberangi jalan karena tak terima mengetahui pria yang ia sukai bertunangan dengan wanita lain. Akibat kecelakaan itu, Amelia meninggal. Namun, hal tak terduga terjadi padanya. Amelia mengalami time trevel, kemudian bereinkarnasi ke tubuh seorang gadis berstatus putri yang berwatak antagonis. Hal yang lebih mengejutkannya lagi ialah, tubuh yang Amelia tumpangi mempunyai suami. Suami dengan hati dingin dan ambisi tersembunyi. Bagaimanakah kisah Amelia selama menjadi putri Castarica yang dikenal sebagai perempuan iblis?

Bab 1 1. Kematian Yang Bodoh

Di bawah panasnya terik matahari yang membakar, masih banyak manusia berlalu-lalang ke sana kemari dengan kesibukan masing-masing. Tepat salah satu dari sekumpulan manusia itu, ada seorang perempuan muda berpakaian hitam putih dengan style rapi mengangkat satu tangannya di atas keningnya, menghalau cahaya matahari yang menerpa wajahnya, sembari melirik ke sana kemari mencari tempat untuk bernaung dari panasnya matahari. Ketika dia melihat halte bus, bergegas ia mendekat lalu berteduh di bawah sana bersama para manusia lainnya.

"Huh, hari ini panas sekali," keluh gadis itu setelah berhasil berteduh, sembari matanya melirik kiri dan kanan, memperhatikan orang-orang yang bernasib sama sepertinya, kepanasan.

Dia, Amelia, perempuan cantik lulusan jurusan manajemen dan akuntansi. Usianya sudah mencapai 27 tahun bulan ini, baginya masih muda, tapi bagi tantenya dia sudah cukup tua dan sudah sepantasnya menikah.

Menikah?

Amelia tidak pernah memikirkan masalah yang satu itu meski keluarga dan temannya terus mendesaknya untuk segera menikah. Bukannya Amelia tidak mau, hanya saja, dia masih belum siap untuk satu hal yang sakral itu, karena menurutnya menikah itu bukan soal mau atau tidaknya, cinta atau tidak, sudah waktunya atau belum, tapi soal kesiapan diri masing-masing, dan Amelia belum siap untuk hal itu. Baginya, menikah itu butuh persiapan yang matang jika ingin hubungan rumah tangga terus berlanjut hingga hari tua. Amelia tidak ingin hubungan rumah tangganya nanti berakhir seperti kisah rumah tangga ke dua orang tuanya. Ibunya selingkuh dan menikah lagi dengan pria lain sebab tidak tahan hidup miskin, sedangkan ayahnya menjadi pejudi dan pemabuk lantaran stres ditinggal oleh wanita yang ia cintai.

Karena faktor itulah Amelia belum siap menikah. Antara masih belum siap dan trauma.

Berbicara tentang menikah, Amelia juga memiliki pria yang dia sukai, jadi salah satu faktor lain dia masih belum ingin menikah, ya, karena dia memiliki pria idamannya sendiri. Mana tahu harapan Amelia bisa bersama pria idamannya itu terkabul esok, lusa, atau waktu lainnya. Untuk itu, Amelia akan menunggu sedikit lama lagi sampai pria idamannya itu menyatakan perasaannya kepada Amelia.

Entah kapan waktu itu akan datang?

Ting!

Amelia menunduk, menatap layar ponselnya yang baru saja berbunyi, ada notifikasi pesan masuk di sana. Segera Amelia membuka dan melihat pesan chat dari Aron, direktur perusahaan tempat Amelia bekerja, sekaligus pria yang Amelia idam-idamkan itu.

Sambil tersenyum senang, Amelia membuka pesan chat. Namun, senyum Amelia tak bertahan lama. Perlahan, tapi pasti senyum ceria itu menyusut dan berganti dengan raut wajah tertegun.

"Tidak, ini pasti salah." Amelia menggeleng pelan sambil keluar dari beranda chat, lalu mematikan layar ponselnya. Beberapa detik Amelia memandang ke depan dengan tatapan kosong, otaknya masih mencerna apa yang baru saja dia baca. Karena tak bisa tenang, Amelia mengecek lagi pesan chat dari Aron, dan sekali lagi Amelia tertegun sambil menahan nafasnya.

"Tidak mungkin. Kenapa bisa begini?" Amelia mematikan lagi layar ponselnya dan mengulangi reaksi yang sama, memandang ke depan dengan tatapan kosong.

Amelia hanya tak percaya dengan apa yang dia lihat dan baca barusan, sebuah pesan foto yang membuat semua kepercayaan dirinya runtuh. Aron mengirimkan satu foto kartu undang berwarna merah yang bertuliskan 'Pertunangan Aron Adyen dan Celsia Rika', yang mana satu foto itu pertanda satu kehancuran besar bagi perasaan Amelia. Pria yang Amelia sukai, justru mengirim surat undangan pertunangan kepadanya. Kepada sosok wanita yang mencintainya secara diam-diam.

Jadi selama ini cinta Amelia bertepuk sebelah tangan? Semua harapan dan sikap baik yang diberikan Aron padanya hanya lah sebuah kebohongan? Ah, atau hanya rasa kepedulian antara atasan kepada bawahan? Jadi apakah Amelia terlalu terbawa perasaan selama ini?

Kasihan sekali.

"Hiks ...."

Tanpa diundang dan tak bisa ditahan, tangis Amelia keluar. Bulir air matanya terus berceceran membasahi pipinya yang merah. Entah kenapa Amelia merasa seperti dikhianati atau mungkin lebih tepatnya dipermainkan, selama ini Amelia menganggap kedekatannya dengan Aron bukan sekadar atasan kepada bawahan saja, tetapi lebih, lebih dari apa yang kalian bayangkan, setelah apa yang terjadi di antara mereka berdua beberapa hari yang lalu.

"Hiks ... huaa, apa-apaan ini? Jadi selama ini aku terlalu menganggapnya serius, sementara dia menyukai perempuan lain. Pantas Aron sering bertanya tentang Celsia padaku, ternyata, ternyata ... hiks, huaa ... au ah, gelap!" Amelia mengusap air matanya, cemberut, tanpa peduli orang di sekitarnya tengah menatapnya dengan pandangan aneh. Mengira kalau Amelia sudah gila atau kerasukan setan numpang lewat lantaran tiba-tiba menangis dan menggerutu tidak jelas.

"Dasar tukang PHP!" umpat Amelia keras, masih tidak peduli dengan sekitarnya, atau mungkin Amelia-nya saja yang belum sadar sudah menjadi tontonan banyak orang.

"Huaa ... tante! Keponakanmu patah hati!"

Dan tiba-tiba saja Amelia berlari meninggalkan halte bus, menyeberangi jalan tanpa memeriksa apakah jalanan cukup aman dilewati atau tidak.

Kemudian adegan klise ala sinetron pun terjadi.

Tin! Tin! Tin!

Sebuah mobil hitam dari arah kanan melaju sangat kencang. Karena yakin tidak akan sempat menghentikan kecepatan mobilnya, ia pun membunyikan klaksonnya berkali-kali, memberi tanda pada Amelia agar segera menepi. Tentu hal itu membuat Amelia tersadar, tapi entah apa yang ada di pikirannya itu, dia dengan bodohnya berdiam diri di tengah jalan sembari menatap mobil hitam yang semakin mendekatinya.

'Apa ini akhir bagiku?'

Tin! Tin! Tiiinn!

Bunyi klakson mobil itu semakin kencang dan semakin memekikkan di telinga para pendengarnya. Orang-orang di sekitar ikut berteriak memanggil Amelia.

'Bodoh! Apa yang aku lakukan?!'

Pada bunyi kali ini Amelia sadar, dia harus segera menepi. Secepat mungkin Amelia melangkahkan kakinya menghindari mobil hitam itu, tapi naas dia tidak sempat menghindarinya. Dia terlalu lama berdiam dan hasilnya Amelia terserempet.

Hanya terserempet.

Tapi tampaknya malaikat kematian memang sudah ditakdirkan datang menjemput nyawanya. Tepat setelah Amelia terserempet, satu mobil lain muncul dari sisi kiri, menabraknya dengan keras, bahkan bunyi tubrukan antara ke duanya terdengar jelas. Amelia terpental, melayang di udara lalu jatuh di pinggir jalan hingga kepalanya terantuk di pinggiran trotoar.

Bruk!

"Kecelakaan! Cepat telepon ambulans!"

"Berikan pertolongan padanya!"

"Astaga, mengerikan sekali, tadi dia melayang bagaikan burung, lalu jatuh dengan keras di jalan seperti batu. Lihat kepalanya mulai berlumuran darah."

"Dia bodoh atau apa? Kenapa tiba-tiba berlari ke tengah jalan lalu terdiam seperti orang bodoh. Lihatlah akibat ulahnya dia mengalami kecelakaan."

Kebisingan dari orang-orang di sekitar, bisa Amelia dengar dengan jelas. Ingin rasa Amelia berbicara, tapi mulutnya terasa sangat berat untuk terbuka. Amelia pasrah, membiarkan dirinya terkulai lemas dengan kesadaran yang perlahan memudar.

'Ternyata memang akhir, tapi aku tidak ikhlas. Apakah tidak ada kebahagiaan untukku? Usia lima tahun aku sudah ditinggal ke dua orang tuaku, mereka bercerai, dan tak lagi memedulikanku, sekarang apa? Bahkan untuk mendapat cinta dari pria yang kusuka pun tidak bisa. Semiris inikah hidupku?' Samar-samar Amelia tersenyum kecut, mentertawakan kehidupannya yang amat menyedihkan. Dari ia kecil hingga sekarang pun tak pernah bisa mendapat cinta dari orang-orang yang ia cintai. Cintanya selalu saja bertepuk sebelah tangan.

'Ah, atau memang lebih baik aku mati dari pada harus berada di dunia jahat ini.'

'Tapi ... aku harap Tuhan mau memberiku satu kali lagi kesempatan, di mana aku bisa mengenal cinta dari ke dua orang tuaku dan pria yang aku cintai.'

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Penulis Lepas

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku