Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Rumah Sakit Itu Memakan Korban Jiwa

Rumah Sakit Itu Memakan Korban Jiwa

Nongnong25

5.0
Komentar
496
Penayangan
23
Bab

Rumah sakit yang terletak di sebuah kota yang tidak terlalu di kenal banyak orang ini selalu memakan korban jiwa setiap waktunya. Kenapa seperti itu? Adakah misteri di balik ini semua? Yuk ikuti kisah Dokter Tio dan kawan-kawannya.

Bab 1 Part 1

Rumah Sakit Itu Memakan Korban Jiwa

"Dokter, Dokter!" Suara suster tergesa-gesa mengetuk pintu ruangan kerjaku.

"Ada apa sus?" Kataku.

"Ini dokter,ada pasien yang kesurupan lagi." Ucap Suster emi.

Heran, selama aku pindah di tugaskan ke rumah sakit ini, selalu saja ada yang kesurupan. Bermacam-macam orang yang kena. Bahkan, hampir setiap hari.

Baru saja aku ingin mulai murojaah, karena hafalanku sepertinya bubar semenjak aku praktek disini.

Entah kenapa setiap aku ingin mengaji di ruang kerjaku, ada saja gangguan yang terus datang. Meskipun aku dokter, aku tetap menjalankan ibadahku bahkan aku berusaha menghafal Kalam Allah ini.

"Dokter yang lainnya mana?" Ucapku.

"Sudah ada di sana semua." Ucap suster emi.

"Yasudah kita kesana."

Padahal aku baru saja beristirahat, baru selesai makan siang dan hendak memanfaatkan waktu untuk murojaah. Tetapi, selalu saja ada gangguan.

Aku dan suster emi pun pergi ke tempat dimana pasien itu mengalami kesurupan. Disana sudah banyak orang yang memegangi pasien tersebut. Kali ini adalah seorang wanita.

Aku dan suster emi langsung masuk ke dalam ruangan itu. Tangan dan kakinya sudah di ikat di bagian penyangga tempat tidur pasien menggunakan rantai. Rumah sakit ini sudah antisipasi, jika ada yang kesurupan ia pasti akan menggunakan rantai agar si pasien tidak akan kemana-kemana.

***

"Akhirnya kau datang juga tio." Ucap Dokter brian yang menatapku seperti orang yang sedang marah.

Aku pun tak menghiraukannya, aku melihat wanita itu sudah seperti orang yang ingin memakan kami saja. Matanya melotot, kaki dan tangannya terus bergerak sementara mulutnya selalu mengerang seperti hewan buas saja.

Para suster pun agak menjauh, sepertinya mereka takut melihat wanita itu yang sedang kesurupan.

"Mau apa kalian mencampuri urusanku! Cepat bukakan rantai ini aku mau pergi!" Ucap wanita itu dengan sambil bergerak kesana dan kemari dengan mata yang masih melotot dan rambut yang sudah acak-acakan.

"Tenang, kita bisa bicarakan baik-baik. Kamu siapa?" Kataku.

Dokter yang lain hanya diam saja tak bisa berbuat apa-apa. Hih, aku merasakan disini banyak laki-laki namun seperti semuanya perenpuan. Tak ada nyali.

"Kamu ga usah ikut campur ya! Cepat bukakan rantai ini!" jawab wanita itu masih dengan sambil mengerang dan bergerak-gerak.

"Iya aku tanya dulu kamu siapa? Tolong ya jangan ganggu pasien kami." Kataku dengan sambil mendekat dengan penuh sabar dan berbicara dengan nada halus.

"Kamu ga usah ikut campur! Wanita ini harus mat* hahahaha." Jawabnya kembali. Kali ini dia tertawa. Jujur aku sedikit takut hingga bulu kudukku ku berdiri.

Tiba-tiba saja di luar petir dan hujan deras turun ke bumi, hari yang siang terik matahari terasa seperti malam dan seperti menakutkan.

Aku berusaha kuat, sekuat tenaga untuk memotivasi diriku sendiri agar tidak takut untuk semua ini.

Aku mulai mencoba bicara kembali pada hantu yang memasuki tubuh wanita itu. Beberapa suster di ruangan ini saling berpelukan. Mungkin mereka takut karena siang ini pun terasa sangat gelap.

"Tapi, wanita itu ga bersalah. Tolong kamu keluar dari tubuh itu." Jawabku.

"Wanita ini harus mat*! Dia tidak berhak hidup hahahaha." Ucapnya lagi dengan tawaan yang menyeramkan.

Belum sempat ku jawab wanita itu terus berusaha berontak, satu rantai di tangan sebelah kanannya telah terputus. Menambah ketegangan di ruangan ini. Kami pun langsung ingin memasangnya kembali, namun sia-sia hantu itu sangat kuat hingga ia bisa menampar satu per satu dari kami.

"Kalau kalian macam-macam, kalian akan bernasib sama dengan wanita ini!" Ucap hantu itu sambil berusaha membuka rantai. Padahal, rantai itu kuat. Dan ada gemboknya.

Entah kenapa ada penjepit rambut di sebelahnya dan dia bisa membuka satu gembok rantai yang terpasang di kakinya.

"Bagaimana ini dokter, pasien ini baru saja mengalami pendarahan hebat. Dia di temukan warga sudah bersimbah darah. Warga membawanya kesini. Padahal keadaannya mulai membaik, tapi tiba-tiba saja dia mengerang seperti sekarang ini." Ucap suster emi padaku.

Dia lah yang paling berani daripada suster lain, suster lain hanya bisa ketakutan sambil memeluk satu sama lain.

Satu gembok tangannya hampir saja terbuka, bagaimana ini tangan dua-duanya hampir terlepas semua.

"Tolong, jangan lakukan ini kasian dia. Jangan kemana-mana ya kamu jangan ganggu dia, aku mohon." Kataku.

"Iya dia pasien yang belum di ketahui keluarganya kasian kalau ada yang mencarinya." Jawab suster emi.

Dokter bryan pun hanya manggut-manggut. Wajahnya pucat pasi mungkin karena dia juga merasa takut.

"Kalian semua selalu ikut campur dengan urusanku! Kalian diam saja. Tugas kalian bertugas disini, dan aku melakukan tugasku hihihi." Jawab hantu itu yang kini sudah melepaskan rantai di kedua tangannya.

Bergegas kami mengunci pintu dengan rapat. Rumah sakit ini begitu luas. Ruangan ini ada di lantai 5 paling atas. Karena di khususkan lantai yang belum bertemu dengan keluarganya semua ada disini.

Dan rumah sakit ini terbilang biayanya cukup murah, meski kejadian aneh datang, tak jarang banyak yang datang untuk berobat karena harganya murah.

"Minggir kalian, atau kalian akan ku hajar." Ucap hantu itu dengan mata melotot sambil membuka rantai di kakinya satu per satu.

Aku pun mencoba untuk mendekat.

"Jangan mendekat! Hihihihi." Ucapnya yang melotot kepadaku.

"Tolong ya jangan kasian mba ini." Kataku.

Hantu itu tak menghiraukannya, dan kakinya pun terlepas dari rantai. Kini, ia sudah berdiri di hadapan kami. Dokter bryan ketakutan berdiri di pojok ruangan dan suster lainnya pun sama.

"Cepat halangi pintu ini." Kataku pada semua orang disini.

"Maaf dokter, kami takut." Ucap suster yang lainnya.

Hanya aku dan suster emi yang menghalangi pintu ini.

"Minggir kalian!" Ia berusaha mendorongku, namun kami sekuat tenaga bertahan di depan pintu ini.

"Kalian ini ga punya telinga? Mengganggu saja urusanku!" Ucapnya lagi.

"Tidak! Kamu ga boleh keluar." Kataku.

Ku bacakan ayat kursi di depannya. Mata kami saing beradu.

Suara gelegar petir di luar menambah suasana menyeramkan situasi siang ini.

"Aduh kamu ga mempan ya bacain aku, awas! Lama sekali kalian! Bikin aku marah saja!" Jawabnya lagi.

Dia pun mendorong aku dan suster emi, aku pun terpental ke dalam ruangan itu hingga kami jatuh ke temlat tidur pasien dengan bertubrukan dengan suster emi.

"Selamat tinggal kalian hihihihi." Ucapnya sambil berlari.

Hantu itu membawa tubuh wanita itu keluar ruangan dan.

Brak

Tubuh itu menjatuhkan diri. terjun dari lantai lima yang membuat kami semua ketakutan. Kami pun langsung keluar ruangan dan melihat keadaan.

Wanita itu sudah terkapar di jalan parkiran rumah sakit dengan tumbuh bersimbah dar*h yang lumayan banyak.

💕💕💕💕

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku