Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Mas, kapan kita resmikan pernikahan kita?" Dengan ragu, Aine menanyakan itu. Entah untuk yang ke berapa kali dia menanyakannya.
"Aku ngantuk, aku mau tidur duluh. Kamu ghak tau apa aku lelah?" jawab pria yang kini sudah terlelap di sisinya. Lalu menghadap ke arah lain dengan memunggunginya. Begitulah yang selalu dia lakukan setiap selesai menuntaskan keinginannya. Akan kembali menjadi pria dingin. Berbeda sekali dengan saat dia baru memulainya. Dia akan selalu manis, bahkan teramat manis baik dari perkataaan atau sentuhan-sentuhannya yang membuat Aine merasa di dunia hayal, hinggah Aine tak pernah merasa terpaksa melayaninya.
Ini sudah hampir tiga bulan sejak pernikahan siri mereka, Aine menanyakan itu. Sebagai seorang wanita, walau dia bukanlah wanita pintar, dia tau bahwa berada di posisinya amatlah rentan. Apalagi jika nanti tiba-tiba saja dia memiliki anak.
Aine terdiam. Rasa lelah juga ikut menggerogoti tubuhnya. Baru tadi malam pria itu mengajaknya, pagi ini saat Aine baru menyelesaikan sholat Subuhnya dan membuka mukenanya, lelaki itu kembali terpancing dengan bau kesegaran tubuh dan semerbak sampo dari rambut panjangnya yang terurai.. Padahal Aine sudah berusaha memakai pakaian tertutup. Tidak memakai pakaian tanpa lengan yang sering dibelikan suaminya.
"Kalau di rumah jangan pakai pakaian kayak buntelan begitu. Aku tidak suka. Pakai aja pakaian yang sudah aku siapkan," kata Kenzi, lelaki berkulit putih, bermata coklat dan berambut sedikit kemerahan itu di awal pernikahan mereka dengan membuka almari yang sudah dia siapkan dengan pakaian wanita menurut seleranya yang kebanyakan menampakkan bagian atas tubuh Aine yang memang menurutnya menarik, juga menampakkan kaki indah Aine.
Aine yang tak terbiasa dengan pakaian terbuka mulanya risih juga. Namun itu karena perintah suaminya dan dia juga ingin menyenangkan suaminya itu, dia menurut saja. Toh pakaiannya hanya di rumah yang hanya ada Kenzi dan ibunya.
Untunglah Kenzi tidak keberatan jika Aine memakai pakaian tertutup bila keluar rumah. Bahkan dia menganjurkannya, karena menurutnya yang boleh memandang kecantikan Aine hanya dirinya.
Aine menguap berkali kali. Rasa kantuk yang tidak dapat ditahannya, membuatnya tertidur. Hinggah sebuah teriakan membangunkannya.
"Aine, kenapa kamu tidak segera keluar, aku sudah lapar, cepat bikin sarapan!"
Aine tergagap. Dalam kantuk, dia kemudian turun, menyeret selimut yang menutupi tubuh polosnya, dan segera ke kamar mandi, walau bukan untuk mandi besar kembali. Dia tau mertuanya itu tidak akan berhenti mengomel jika dia kelamaan. Belum lagi jika suaminya bangun dan mau berangkat kerja, sementara sarapan belum siap.
Dengan cepat dia memakai pakaiannya kembali. Lalu segera ke dapur.
"Kenapa tidak masak dari tadi?" gerutu Magda, ibunya Kenzi. Wanita setengah baya yang masih tampak cantik dengan wajah bule-nya itu. Dia memang wanita Australia yang diperistri ayah Kenzi yang asli Indonesia. Mereka dulunya bertemu saat Magda bekerja di sebuah hotel di Bali.
"Maaf, Ma, tadi ketiduran setelah Kenzi,.." Aine menggantung kalimatnya. Wanita yang baru delapan belas tahun itu tertunduk malu.