Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Penakluk Tuan Muda

Penakluk Tuan Muda

Elang Putih

5.0
Komentar
79
Penayangan
1
Bab

Sejak kecelakaan hebat 15 tahun lalu, Andrew kehilangan sosok ayahnya. Ia juga kehilangan penglihatannya. Ibunya yang bernama Fariana menikah lagi dengan pria licik yang ingin menguasai harta mendiang ayahnya. Andrew menolak perjodohan dari ayah tirinya. Ia terpaksa manikah dengan Rose, gadis miskin yang tahu kebenaran tentang Andrew. Kebenaran apa yang disembunyikan Andrew selama ini?

Bab 1 Tragedi Malam Pertama

"Saya terima nikah dan kawinnya Rossalina Andrea dengan mahar yang disebutkan dibayar tunai!" Raihan mengucap ijab qobul itu dengan lantang dan lancar.

Saksi dari kedua belah pihak menyatakan jika pernikahan antara Rossalina dan Raihan sah. Mereka kini menjadi sepasang suami istri.

Resepsi pernikahan digelar dengan sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti saja. Pernikahan mereka memang dadakan. Mereka menikah karena dijodohkan.

Raihan yang merupakan seorang playboy mau menerima tawaran orang tuanya yang harus menikah dengan putri dari sahabat orang tuanya itu. Bukan tanpa alasan, Raihan diiming-imingi uang lima ratus juta rupiah oleh orang tuanya agar ia mau menikahi Rosa.

Sementara Rosa hanya bisa pasrah. Ia memang gadis yang penurut. Apa lagi, dua hari sebelum hari pernikahan Rosa baru mengetahui jika dirinya bukanlah putri kandung dari orang yang sudah merawatnya.

Malam semakin larut. Rosa dan Raihan sudah berada di dalam kamar pengantin. Namun, Raihan sama sekali tidak tertarik dengan istrinya. Ia justru sibuk menghitung uang sebesar lima ratus juta rupiah pemberian orang tuanya.

Rosa hanya duduk di tepian ranjang. Ia masih mengenakan pakaian pengantin dan belum menghapus riasannya.

"Mas," panggil Rosa lirih.

"Diam! Aku tau kau menikah denganku karena terpaksa. Dan asal kau tau saja, aku pun sama denganmu. Jadi kau tidak perlu memikirkan malam pertama kita," kata Raihan tanpa memandang Rosa.

Ponsel milik Raihan terus berdering. Rupanya teman-temannya yang tidak tahu jika Raihan baru saja menikah mengajaknya untuk pergi ke klub malam.

Raihan lebih tergoda bujukan teman-temannya dari pada harus menikmati malam pertama dengan gadis asing yang baru dikenalnya beberapa hari lalu.

"Jangan katakan kepada orang tuamu jika aku pergi! Buka kan pintu saat aku kembali!" titah Raihan yang tak dijawab oleh Rosa.

Raihan berjalan mengendap sampai akhirnya ia berhasil keluar dari kediaman mertuanya dengan aman.

Di sisi lain, Rosa mengintip kepergian suaminya dari balik jendela kamar. Air matanya meluncur begitu saja. Di hari sakral ini, Rosa harus mengalami kepahitan lagi setelah ia mendapat kabar buruk mengenai statusnya di keluarga Wijaya.

Rosa teringat beberapa hari lalu, ketika orang tuanya sedang membicarakan wali hakim yang akan menikahkan Rosa. Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu pun bertanya kepada orang tuanya, "Mengapa bukan ayah yang menjadi walinya?" tanya Rosa.

Wijaya dan istri tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tetapi, Rasendra yang merupakan kakaknya dengan selisih delapan tahun mengatakan sebuah kejujuran yang menyakitkan.

"Tentu saja tidak bisa. Kau ini hanya anak pungut! Aku yang meminta mereka untuk segera menikahkanmu dan membuangmu keluar dari rumah ini. Kau ini siapa? Aku tidak mau nantinya berbagi warisan dengan orang asing sepertimu!" ucap Rasendra yang membuat Rosa merasa tertampar.

Kedua orang tuanya mencoba menjelaskan, tetapi Rosa tidak mempermasalahkan itu. Ia mencoba tetap tersenyum dan menerima pernikahan dadakan yang sudah direncanakan.

Tidak ada yang tahu jika Rosa menorehkan senyum palsu. Hati calon pengantin ini menangis dan teriris. Tetapi ia berusaha menyembunyikannya dan tidak menunjukkannya kepada siapa pun.

Seperti malam ini, malam pertama yang harusnya ia lewati dengan Raihan. Ia hanya bisa meringkuk memeluk bantal.

Bukan itu yang Rosa sesali. Ia masih bersyukur bisa menjaga kesuciannya dari pria yang tak pernah ia cintai, hanya saja ... ia begitu menyesali hidupnya.

"Mengapa hidupku menjadi seperti ini? Siapa orang tuaku yang tega membuangku ke panti asuhan?" batin Rosa.

Wijaya memang sempat menceritakan kepada Rosa jika mereka mengadopsi Rosa dari panti asuhan. Ia menginginkan anak perempuan yang tak mungkin bisa istrinya berikan. Tiga tahun setelah melahirkan Rasendra, istri Wijaya divonis mengidap tumor rahim dan dinyatakan tidak bisa hamil.

Rosa menangis semalam hingga ia terlelap. Suara ibunya yang terus memanggil namanya membuat Rosa terbangun.

"Ibu," panggil Rosa dengan kesadaran yang belum penuh.

Ia segera bangun dan mendapati kedua orang tuanya bersama kakaknya berada di kamarnya.

"Di mana, Raihan?" tanya Wijaya yang tentu saja tidak bisa dijawab oleh Rosa.

Sebelum Rosa menjawab, kedua orang tua Raihan masuk ke dalam kamar. Rosa terkejut dan melihat jam di dinding yang baru menunjukkan pukul tiga pagi.

"Bagaimana orang tua Raihan bisa ada di sini?" batin Rosa.

"Di mana Raihan, Rosa? Mengapa kamu sendirian dan masih mengenakan pakaian pengantin?" tanya ibu mertuanya dengan mata yang berkaca-kaca.

Rosa merasa ada yang tidak beres dan memutuskan untuk mengatakan jika Raihan pergi setelah mendapat panggilan telepon.

"Pergi ke mana?" tanya Wijaya.

"Aku tidak tau, Ayah."

Mendengar jawaban dari Rosa membuat kedua orang tua Raihan menangis histeris. Rosa semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi.

"Ada apa, Ayah?" tanya Rosa. Namun, tak ada seorang pun yang menjawabnya yang membuat Rosa semakin bingung.

"Pak Wijaya, semoga dugaan kami salah. Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang!" ucap ayah Raihan.

Wijaya mengajak Rosa untuk pergi ke rumah sakit. Namun, Rosa masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Kak Rasen, ada apa sebenarnya?" tanya Rosa.

"Kau akan tau nanti. Dasar pembawa sial!" hardik Rasen kepada adik angkatnya.

Sejak kecil, Rasen memang tidak pernah menyukai Rosa. Apa lagi sejak dulu ia tahu jika Rosa bukanlah adik kandungnya.

Rosa tidak berani lagi bertanya kepada siapa pun. Sampai akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang ramai dengan polisi dan beberapa wartawan dari media masa.

Rosa yang masih mengenakan pakaian pengantin pun menjadi pusat perhatian. Salah satu wartawan bahkan mendekatinya dan langsung bertanya, "Apakah Anda istri dari salah satu korban?"

Pertanyaan itu membuat Rosa tak mengerti. "Korban apa yang Anda maksudkan?"

"Korban kecelakaan beruntun dua jam lalu."

Jawaban dari wartawan itu membuat Rosa berlari dan kembali bertanya kepada ayahnya.

"Ayah, ada apa sebenarnya?"

"Orang tua Raihan melihat berita kecelakaan di televisi. Salah satu korban mirip dengan Raihan. Mereka mencoba menghubungi Raihan tapi tidak bisa."

"Jadi itu sebabnya mereka datang ke rumah dan mencari Raihan?"

"Iya."

Rosa mengikuti orang tuanya dan juga mertuanya menuju ruang IGD. Mereka ingin memastikan korban kecelakaan itu bukanlah Raihan.

Dua jenazah yang sudah tertutup rapat dan akan dimasukkan ke kamar jenazah menarik perhatian Rosa. Apa lagi ia mengingat warna sepatu yang dikenakan Raihan saat pergi.

"Tunggu, Sus. Apa saya boleh melihatnya?" tanya Rosa kepada dua perawat yang sedang mendorong jenazah itu.

"Tentu saja. Jenazah ini belum teridentifikasi. Mungkin Anda mengenalnya."

Rosa membuka penutup jenazah itu dan langsung jatuh terduduk. Ia menangis dan tak menyangka jika pria yang baru saja menjadi suaminya beberapa jam lalu telah terbujur kaku di hadapannya.

Orang tua Raihan pun histeris. Terutama ibunya. Ia benar-benar tak menyangka jika keputusannya menikahkan Raihan dengan Rosa justru membuat nyawa putra tunggalnya melayang.

"Raihan! Bangun, Nak!" teriak ibunya.

Rasen yang kesal pun memarahi Rosa. Ia menganggap kematian Raihan karena telah menikahi gadis pembawa sial itu.

"Rosa! Jika Raihan tidak menikah denganmu, pasti dia masih hidup! Kau ini istrinya. Apa tidak bisa melarang Raihan pergi malam tadi?" bentak Rasen.

"Kakakmu benar, Rosa! Kenapa kau biarkan putraku pergi? Kenapa?" Ibu Raihan sangat marah. Ia berkali-kali memukuli Rosa dan mendorongnya.

Rosa hanya bisa menangis. Ia pun merasa bersalah namun tak ada yang bisa ia lakukan lagi.

"Ayah, Ibu, aku adalah putra kandung kalian satu-satunya. Aku mohon kalian usir perempuan itu dan jangan biarkan kembali lagi ke rumah. Jika tidak, maka aku yang akan pergi dari rumah!" ancam Rasen kepada kedua orang tuanya.

Wijaya dan istrinya pun tak bisa berkutik. Ia tahu betul jika keinginan Rasen tidak dipenuhi, ia bisa benar-benar pergi dari rumah.

Dengan berat hati, Wijaya mengusir Rosa untuk menjauhi keluarganya.

"Ayah, aku harus ke mana?" rengek Rosa yang tak diindahkan siapa pun.

"Aku tak peduli! Cepat kau pergi menjauh dan jangan pernah kembali ke rumah lagi!"

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku