Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terperangkap Kebencian Tuan Muda

Terperangkap Kebencian Tuan Muda

Meldy_Ta

5.0
Komentar
3.8K
Penayangan
74
Bab

21+ Mengandung adegan dewasa dan beberapa adegan kekerasan. Semua dikemas rapi. Bijaklah memilih bacaan. Menceritakan tentang kisah dua insan manusia yang dimulai dari kehidupan yang berbeda. Thalia Anastasia, gadis 22 tahun yang terlihat menarik, kaya raya, dan memiliki sifat kesombongan yang super besar. Ia sangat membenci sosok Abian Tristan yang selalu menjadi pemenang dalam setiap lomba yang Thalia ikuti. Semua temannya berasal dari kalangan atas, tapi tidak dengan Abian. Namun, roda kehidupan pun berputar, ketika keluarganya Thalia jatuh miskin, dan mengharuskan ia untuk berpura-pura terlihat kaya raya. Semua kabar buruk telah direncanakan oleh Abian, hingga bencana besar membuat Thalia terperangkap sampai tak berkutik di bawah naungan kekuasaan Abian. Bahkan tak pernah Thalia duga sebelumnya bahwa ia akan bernasib malang. Ternyata, pria itu memiliki sisi lain yang sebagian orang tidak mengetahuinya, dan hari pembalasan pun tiba untuk menjadikan Thalia dalam perangkap kebencian Abian dengan mengikat hubungan dalam sebuah surat kontrak pernikahan secara diam-diam.

Bab 1 Kesan pertama

"Elsa, aku udah di depan rumah kamu. Ayo cepat turun, nanti kita enggak tahu pengumumannya lagi. Teman-teman yang lain pasti udah pada kumpul sekarang." Thalia Anastasia sedang menunggu sahabatnya ke luar dari rumahnya.

"Iya-iya sabar! Gue lagi ambil sepatu nih!" teriak Elsa dari dalam rumahnya.

"Duh ... lama banget sih. Pasti udah rame sekarang," protes Thalia yang terlihat kesal dengan sahabatnya itu.

"Iya udah yuk!"

Selama satu Minggu penuh, Thalia selalu saja menjemput dan mengantarkan sahabatnya, sebab mobil sang sahabat sedang berada dalam perbaikan. Sifatnya yang sangat setia dalam berteman selalu membuat para teman-temannya senang, dan ditambah ia terlahir dari keluarga yang kaya raya hingga mempermudahkannya dalam menjalin pertemanan.

Meskipun dirinya memiliki sifat yang sangat setia, tapi sayangnya Thalia memiliki sikap buruk yang terlalu angkuh, dan hanya kepada temannya saja ia akan berbuat baik, tidak dengan yang lain. Terlebih kepada mereka yang sering dengan sengaja mencari gara-gara, bahkan wanita berumur 22 tahun ini dijadikan sebagai ketua dalam komplotannya.

Tepat di hari ini adalah waktunya Thalia sedang menantikan pengumuman atas hasil lomba debat yang ia ikuti dalam perwakilan untuk jurusan di kampusnya. Ia begitu terburu-buru, namun sayangnya dalam perjalanan sedikit ada hambatan ketika sebuah sepeda motor tiba-tiba saja berhenti mendadak.

Tak suka jika ada orang lain yang sengaja mencari masalah, dan membuat Thalia segera turun dari mobilnya dengan raut wajah yang terlihat marah.

"Oh ... Jadi, kamu yang sengaja halangi mobilku. Benar-benar ya kamu selalu saja cari masalah. Udah sana minggir yang ada sial terus kalau ketemu kamu," cetus Thalia di saat melihat seorang pria yang sangat ia kenal. Bahkan selalu menjadi lawannya dalam lomba debat.

"Motorku tiba-tiba berhenti. Jadi, santai dong enggak usah nyolot juga," sahut Abian dengan mencoba untuk tetap tenang sembari ia terus mencoba menghidupkan kembali sepeda motornya itu.

"Ya udah sekarang mendingan kamu minggir karena aku mau lewat, cepat!" paksa Thalia tanpa memperdulikan dengan perasaan Abian yang baru saja ia bentak.

Membuat Abian berusaha menahan dirinya agar tidak membalas amarah. Ia pun mencoba menarik nafasnya dengan perlahan sembari ia berkata. "Tahan, Bian, tahan. Untung aja cantik. Tapi, ngomong-ngomong kalau nunggu sampai motorku hidup pasti bakalan lama. Apa sebaiknya minta tumpangan aja kali ya? Mudah-mudahan Thalia mau."

"Hey! Tunggu apalagi sih, Abian? Cepat minggir!"

"Iya-iya sabar. Thalia, tunggu dulu. Aku boleh minta tumpangan enggak? Lagian kan kita juga searah. Soalnya motorku pasti bakalan lebih lama hidupnya," pinta Abian dengan raut wajahnya yang terlihat sedih. Ia benar-benar tidak sedang berbohong.

"Apa? Minta tumpangan? Enggak! Mendingan aku naikin orang lain daripada harus kasih tumpangan sama kamu. Ya udah sana minggir. Mobilku mau lewat jangan berhenti di tengah jalan dong." Thalia terlihat tak peduli, dan saat itu Elsa pun mencoba memanggilnya.

"Thalia! Ayo cepat. Kita udah telat nih," paksa Elsa tanpa memikirkan keadaan orang lain.

"Iya tunggu. Ya udah awas sana."

Kembali melanjutkan perjalanannya, meskipun saat itu Abian melirik kearah Thalia dengan tatapan yang tajam ketika wanita itu pergi. Namun, hanya Elsa yang menyadari lirikan dari pria tersebut. Alhasil, membuat Elsa sedikit kebingungan dengan pandangan kebencian dari Abian.

"Um, Thalia. Kenapa Abian bisa tiba-tiba berhenti di tengah jalan begitu? Mana jalannya sempit lagi," tanya Elsa.

"Ya mana aku tahu, tapi katanya sih motornya rusak. Udahlah enggak penting banget urus itu orang," sahut Thalia dengan nada suara yang terdengar bosan.

"Ya udah deh, tapi lo sadar enggak sih kalau Abian itu ganteng? Bahkan dia termasuk loh pria tertampan dalam kampus kita. Gue rasa lo juga berpikir sama kan sama gue?" tanya Elsa dengan tiba-tiba.

Bukannya menjawab justru membuat Thalia terkekeh geli ketika mendengarnya, ia pun melirik dengan tatapan yang begitu lama kearah sahabatnya. "Tumben, jangan bilang kalau kamu mulai suka sama Abian?"

"Suka? Ayo dong jangan ngelucu, Thalia. Mana mungkin gue suka, apalagi gue juga udah punya Jhonson. Tapi, gue heran deh sama lo kenapa sih bisa benci banget sama Abian?" Elsa terlihat tak terduga dengan jawaban dari sahabatnya, namun ia tak kekurangan akal untuk bisa membuat Thalia terdiam.

Sejenak membuat Thalia berpikir, namun batinnya berkata. "Emang sih Bian memiliki wajah yang tampan, dan bisa dibilang kalau tubuhnya juga tipe pria yang aku sukai. Tapi sayangnya, dia tidak memiliki kekayaan yang dapat aku banggakan."

"Aku rasa kamu udah tahu jawabannya, Elsa. Jadi, enggak ada yang perlu dijawab. Udahlah jangan bahas dia lagi, aku lagi nyetir," sahut Thalia yang langsung memutuskan perbincangan mereka.

"Ya baiklah."

Berbeda dengan Abian Tristan, pria berumur 24 tahun itu sedang sibuk menghidupkan sepeda motornya. Ia terlihat kelelahan hingga peluh keringat membasahi tubuhnya. Benar-benar menguras tenaga, namun apa boleh buat dirinya hanya memiliki sepeda motor butut yang selama ini menemaninya berpergian.

Walaupun merasa lelah, Abian tidak pantang menyerah, sebab ia memiliki janji dan tekad yang besar untuk dapat membuktikan bahwa ia mampu bertahan di dalam masa-masa yang sulit seperti ini. Meskipun semua ini hanyalah ujian sementara dari keluarganya.

Demi bisa mendapatkan tahta, dan membuktikan kepada semua kerabat keluarganya bahwa ia mampu berdiri di kakinya sendiri, dan menemukan gelar sarjana yang tinggi sebelum akhirnya diangkat menjadi seorang pewaris besar.

"Semangat, Bian, semangat!" Berusaha menyemangati diri sendiri sembari terus mencoba menghidupkan mesin butut milik peninggalan neneknya itu.

Dalam tekadnya yang kuat, juga ada dendam yang amat besar yang harus ia tuntaskan. Walaupun semua orang tidak pernah tahu dengan identitas dirinya yang asli. Begitupun ia yang selama ini mencoba menutup diri dan menjauh dari teman-temannya. Meskipun, selalu saja cemoohan yang dapat ia terima dari Thalia. Tetapi, semua itu tidak membuatnya menyerah sebelum hari penobatan di gelar.

Usaha yang besar tentu saja tidak akan mengkhianati hasil, dan akhirnya membuat Abian berhasil menghidupkan sepeda motornya.

"Yes! Akhirnya kamu nyala juga. Mari kita buktikan bahwa kita berdua adalah pemenang!" Abian terlihat sangat senang, bahkan ia memberikan kecupan kepada sepeda motornya dengan sengaja. Hingga orang-orang yang lewat menatap dirinya dengan keanehan.

Melaju dengan kecepatan tinggi, meskipun tidak seberapa. Namun, berhasil tiba di universitas ternama miliknya. Orang-orang sedang berbondong-bondong melihat hasil pengumuman atas lomba debat antar jurusan, dan begitupun dengan Thalia yang dari jauh sudah dipantau oleh Abian.

"Ternyata dia masih berusaha terlihat percaya diri meskipun sudah tentu akulah juaranya. Lihat saja, Thalia. Tak lama lagi kamu akan bertekuk lutut dihadapan ku," batinnya Abian dengan tatapan yang penuh dendam.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku