Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Apa yang kurang dari seorang Alamanda Katarina Rahadi? Cantik, seksi, kaya, dan memiliki karier yang cemerlang—bahkan tak tanggung-tanggung, sebagai seorang direktur utama. Semua perempuan pasti iri ingin menjadi dirinya. Namun, di mata keluarga besarnya, terutama sang Oma, Manda tetap masih punya kekurangan. Kekurangan yang amat besar. Yakni Manda belum menikah.
“Bagaimana bisa seorang perempuan berumur 35 tahun masih belum menikah?”
“Keluarga kita berasal dari keluarga terpandang, mana mungkin tak ada satu pun pria yang cocok denganmu? Oma punya banyak kenalan keluarga yang memiliki anak pria lajang sukses. Akan Oma pilihkan satu untukmu!”
“Jangan banyak mengeluh. Pria yang akan Oma jodohkan padamu bukanlah pria sembarangan.”
“Manda! Oma ingin segera menimang cicit darimu. Apa kamu mau menunggu Oma mati dulu baru akan menikah?!”
Manda sudah kebal dengan omelan omanya yang terus-terusan menyorot masalah statusnya yang masih lajang. Manda sama sekali tidak kesal, karena dia tahu omanya menyayanginya. Oma selalu mengomel karena mengkhawatirkannya. Masalahnya, apa yang sang Oma dan dirinya khawatirkan bukanlah hal yang sama.
Sementara Oma ingin Manda segera menikah, satu-satunya yang Manda inginkan hanyalah mengembangkan perusahaan jadi lebih pesat. Manda ingin menjadikan perusahaannya sebagai raksasa besar yang bukan hanya bisa menguasai pasar dalam negeri, tapi juga hingga ke luar negeri, dan itu berarti Manda tak punya waktu untuk hal lain, apalagi menikah.
“Manda! Kenapa pertunanganmu dengan keluarga Darmawan batal? Apa lagi masalahnya?!” teriak sang Oma dari ujung meja. Siang ini keluarga Rahadi tengah mengadakan acara keluarga di rumah pemimpin keluarga ini. Siapa lagi kalau bukan Oma Ajeng.
Manda menarik napas sebelum menjawab, “Manda tidak mau melanjutkan pertunangan dengan keluarga Darmawan karena putra mereka itu bajingan, Oma. Masa berani-beraninya dia melirik ke bokong perempuan lain sementara Manda jelas-jelas ada di sampingnya.” Dengan sabar Manda menjelaskan pada sang Oma alasan dia membatalkan pertunangan secara sepihak.
“Apa? Dia melirik bokong perempuan lain? Benar-benar pemuda bajingan. Keputusanmu sudah benar kalau begitu,” ucap sang Oma. Wajahnya yang sudah dipenuhi keriput tampak merengut kesal.
Kalau sedang berekspresi seperti itu, Oma tampak lucu. Apalagi dengan rambut yang seluruhnya sudah berwarna perak dan tubuh yang agak tambun, Oma tampak bagai perempuan lansia yang menggemaskan, tak berbahaya. Tapi Manda dan seluruh anggota keluarga Rahadi tahu bahwa wanita berusia 75 tahun itu sebenarnya amatlah berbahaya.
Itu sebabnya Manda tetap memasang wajah serius meski masalah soal pertunangannya yang baru batal sepertinya sudah selesai.
“Ya sudah, aku saja yang cariin jodoh buat Manda, Ma. Aku ada klien bisnis yang masih muda, sepertinya dia cocok dengan Manda,” timpal Yuda, saudara Ibu Manda.
“Nah, betul. Mama pasrahkan saja sama Mas Yuda. Mama nggak usah repot-repot mikirin masalah jodohnya Manda lagi. Lagian kamu gimana sih, Manda, masa udah gede nggak bisa cari pacar sendiri? Tuh, anaknya tante aja yang kuliah S-2 udah nikah sama pacarnya. Tante sama Om nggak ada pusing-pusing bantuin dia nyari jodoh. Nggak kayak kamu yang sampai sekarang tetap jadi perawan tua,” kali ini Sinta, istri Yuda yang berbicara.
Manda menghela napas. Kalau sejak dulu dia tak pernah kesal kalau sang Oma mengomelinya soal jodoh, beda kasusnya kalau yang menyinggungnya adalah anggota keluarga yang lain. Apalagi kalau itu adalah om dan tantenya.
Manda tahu, mereka julid padanya karena dialah yang berhasil menempati posisi sebagai direktur utama, menggantikan ayahnya yang memilih pensiun. Padahal Yuda sudah mengincar posisi ini sejak lama. Sayang sekali Yuda tetap tak berhasil mengambil posisi saat ayah Manda memilih pensiun karena masalah kesehatan, malah disalip oleh keponakannya—membuat Yuda berada di posisi sebagai bawahan Manda.
“Tentu saja anak Tante udah nikah sama pacarnya, dia kan hamil duluan sebelum resepsi,” balas Manda. Dia mengiris steak di piringnya, kemudian memasukkannya ke mulut sambil melepar senyum manis ke arah Sinta.
Di kursinya, Sinta mengepalkan tangannya dengan geram. Tampak sekali kalau perempuan paruh baya itu tersinggung dengan ucapan keponakannya.
“Manda, jangan begitu,” tegur Ibu Manda pelan.