Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Gemerlap lampu memeriahkan suasana malam dalam ruang sesak itu. Bau menyengat alkohol menusuk hidung, berlomba dengan asap rokok yang menyesakkan dada. Bagaikan sengaja menyiksa diri, orang-orang itu malah berhimpitan satu sama lain dengan tubuh terus meliuk.
Lampu putar yang terpasang di langit-langit mengeluarkan cahaya berwarna-warni, selaras dengan pakaian para pengunjung Heaven Club di mana mereka memakai pakaian yang seakan mampu memantulkan sinar bulan. Belum lagi gelas kristal di tangan mereka.
Di antara hiruk pikuk itu, tepatnya di lantai dua, seorang pria tengah berdiri di balik pembatas dengan wajah datarnya. Di sampingnya seorang wanita dewasa dengan riasan tebal dan merona terus menggosok-gosok tangan khawatir.
"Bagaimana, Tuan? Bukankah ini sangat bagus. Bahkan tak ada satu celah pun untuk seekor semut berkeliaran. Club ini penuh sesak dengan 'uang'." Wanita itu tersenyum lebar, menunjukkan gigi yang dihiasi lipstik merah.
Dia harus mendongak demi bisa melihat pria tampan di sampingnya. Karena mereka berdiri berdampingan, mau tak mau wnaita itu bisa melihat dada bidang dengan otot yang sepertinya ingin meloloskan diri dari kemeja yang terlihat sesak.
"Apa yang kau lihat?"
Pertanyaan mendadak itu mampu membuat si wanita terlonjak, dia segera membuang muka. Bagaimana bisa dia ketahuan memperhatikan tubuh gagah itu, saat mereka tengah membicarakan hal serius.
"Maaf, Tuan." Hanya itu yang bisa dia katakan, tentu sambil menunduk dalam.
Pria di sampingnya terlihat tak acuh, dan kembali menatap club yang kian malam justru bertambah ramai. Pintu masuk tak pernah bisa tertutup tenang karena selalu saja ada yang keluar masuk lewat sana.
"Oh iya, Tuan. Denada mengabarkan bahwa akan ada perempuan baru di Club malam ini. Kebetulan ini adalah hari Tuan berkunjung. Bagaimana kalau Tuan melihatnya secara langsung?"
Pria itu bahkan tak mau repot-repot melirik. Club besar ini adalah miliknya. Benar-benar miliknya seutuhnya. Tak ada campur tangan orang lain sedikitpun. Minuman, semuanya di kirim dari perusahaan minumannya. Dan begitupun bahan-bahan yang lain. Bahkan wanita yang disediakan khusus untuk para tamu ber-uang.
"Tuan, Denada sendiri yang mengatakan kalau perempuan kali ini masih 'tersegel'. Belum pernah diicip oleh siapapun. Makanya dari tadi saya menyebutnya sebagai perempuan, bukan wanita. Bagaimana, apa Tuan tertarik melihatnya?"
Satu alis gelap itu terangkat. Si wanita kembali menggosok-gosok tangannya, kini karena merasa senang. Dia yakin perempuan yang asistennya, Denada, bawa adalah pembawa keberuntungan. Karena baru mendengar namanya saja, ada begitu banyak pengunjung yang sudah 'memesan' dan bahkan berusaha memberi harga terbesar demi menjadi tamu utama.
"Kenapa perempuan seperti itu bekerja di sini?" pertanyaan itu dilempar tanpa banyak emosi berarti. Hanya sebuah rasa tak habis pikir dengan sedikit bumbu penasaran.
"Denada mengatakan perempuan itu datang sendiri tanpa paksaan dari siapapun. Jadi Tuan tak perlu khawatir. Pasti perempuan secantik itu tak ingin hidup susah dan memilih hidup nyaman hanya dengan membuka kaki di atas ranjang."
"Jaga ucapanmu!"
Peringatan pelan itu mampu membuat si wnaita diam tak berkutik. Karena tak ingin salah bicara lagi, dia pun memutuskan diam, ikut memperhatikan ricuhnya suasana club malam itu.
...
Suara ketukan pada lantai terdengar nyaring di tengah ruangan sunyi itu. Di antara lorong-lorong remang, langkah kaki pria berparas tampan itu bagaikan peringatan kedatangan untuk setiap manusia yang asik bersenang-senang di setiap bilik ruang.
Wanita dengan riasan menor itu mempercepat langkah mengikuti si pria. Dia berjalan lebih dulu ketika sudah sampai di depan dua belah pintu besar. Dengan sopan dia membukakan pintu, mempersilahkan pria itu masuk terlebih dulu. Setelah keduanya masuk, tak lupa pintu besar itu kembali dikunci.
Di dalam ruangan berdinding coklat itu terdapat sofa membentuk U berwarna merah, dengan meja kaca persegi di tengahnya. Aroma harusm sensual tercium dari setiap titik sudut, asalnya dari lilin-lilin indah di dalam wadah kaca.
"Denada! Cepat bawa dia ke sini. Tuan juga akan ikut menilai!" teriak wanita itu, setelah si pria duduk di sofa single.
Tak berselang lama, dari balik tirai merah terlihat bayangan dua orang perempuan. Alis si pria terangkat kecil, menunggu hingga salah satu tangan milik dua wanita itu membuka tirai. Wanita berdandanan tebal di depannya menggosok-gosok tangan, tak sabar menunjukkan 'anjing baru' pada sang Tuan.
Tirai perlahan tersibak. Dua orang oerempuan cantik terlihat berdiri berdampingan. Yang tersenyum lebar adalah Denada. Sedangkan perempuan yang menunduk dengan tangan menggenggam erat ujung gaun pendeknya itu adalah perempuan yang menawarkan diri pada Heaven Club.