Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Siang yang terik ini menjadi saksi perjuangan Diana mencari pekerjaan, namun dia tak kunjung menemukannya. Diana yang hanya tamatan SMA tak bisa berharap banyak untuk mendapatkan pekerjaan enak, apalagi di zaman yang serba sulit ini. Dari satu toko ke toko lain dia menawarkan diri agar bisa diterima bekerja, tapi semua nihil.
Dengan lelah, gadis berambut panjang itu duduk di halte bus, peluh menetes di sekitar pelipis dan lehernya. Tapi dia tak boleh menyerah, dia harus mendapatkan pekerjaan agar bisa menyambung hidup dan mengobati ibunya yang sedang sakit parah.
“Aku harus mencari pekerjaan di mana lagi?” keluh Diana sembari mengusap keringat di dahinya, tenggorokannya terasa kering sebab panas dan berkeringat membuatnya sedikit dehidrasi.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan Diana, kemudian seorang wanita berpakaian seksi dengan dandanan sedikit menor keluar dari mobil tersebut.
“Hai, Diana!” sapa wanita itu.
Diana memicingkan matanya, memperhatikan wanita itu, namun kemudian membelalak kala mengingat siapa seseorang yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.
“Miranti?” Diana sontak beranjak dari duduknya.
Wanita bernama Miranti yang merupakan teman SMA Diana itu tersenyum lebar saat dirinya dikenali.
“Wah, kamu beda banget! Aku sampai pangling dan enggak mengenalimu!” Diana langsung memeluk temannya itu.
Miranti balas memeluk Diana, “Pantas kamu kayak orang bingung gitu waktu aku sapa.”
Keduanya mengurai pelukan dan Diana mengamati Miranti dari bawah sampai atas, “Kamu cantik banget sekarang.”
“Iya, dong. Ini semua berkat perawatan, kalau enggak perawatan, mana bisa seperti ini,” sahut Miranti sambil tertawa.
Diana hanya tersenyum kecut saat mengingat dirinya yang saat ini terlihat kumal dan kucel.
“Eh, kamu sedang apa di sini?” tanya Miranti mengalihkan pembicaraan.
“Aku sedang istirahat, soalnya lelah dari tadi keliling mencari pekerjaan,” jawab Diana jujur.
“Sudah dapat pekerjaannya?”
Diana menggeleng lemah, wajah cantiknya berubah sedih.
“Kamu mau aku kasih pekerjaan?” Miranti kembali bertanya.
Diana terkesiap, wajahnya berubah antusias, “Kerja apa, Mir?”
“Kerja enaklah pokoknya, dan bayarannya besar.”
“Di mana?”
“Di hotel.”
Diana mengernyit, “Di hotel?”
“Iya, nanti tugas kamu cuma melayani pengunjung dan menjamunya, pokoknya buat mereka senang,” terang Miranti.
Diana berpikir sejenak, pekerjaan apa yang Miranti maksud?
“Kamu jangan takut! Sudah kubilang, kerjanya enak dan bayarannya banyak, apalagi kalau pengunjung puas dengan kerja kamu, bisa dapat bonus.” Miranti mencoba meyakinkan Diana agar mau bekerja dengan dirinya.
Diana masih bergeming, dia sedikit ragu. Tapi dia sangat butuh pekerjaan saat ini, dan sekarang kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan ada di depan mata.
“Bagaimana, Di? Kamu mau enggak? Kalau enggak mau, aku cari orang lain saja.”
Dengan segala pertimbangan , akhirnya Diana mengangguk setuju, “Iya, aku mau. Soalnya aku lagi butuh pekerjaan banget!”
Miranti pun tersenyum senang, “Baiklah, kalau begitu nanti malam pukul tujuh datang ke hotel Grand Luxury, tapi kamu harus berdandan yang cantik dan pakai pakaian yang bagus! Soalnya kita mau bertemu seseorang yang akan memberimu pekerjaan, nanti kita bertemu di sana,” ujar Miranti.
“Kenapa bertemunya harus malam, Mir?”
“Karena dia bisanya malam, kalau siang dia ada pekerjaan lain,” dalih Miranti.
“Baiklah, aku akan datang. Kalau gitu aku minta nomor telepon kamu, ya?”
Miranti mengangguk kemudian menyebutkan satu per satu nomor dan Diana buru-buru mencatatnya.
“Sampai bertemu nanti malam, ya. Aku masih ada urusan lagi,” ucap Miranti.
“Iya, Mir. Terima kasih, ya!”
Miranti tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobilnya, kemudian melesat pergi.
“Akhirnya aku akan mendapatkan pekerjaan!” Diana tertawa senang.
Malam harinya, Diana sudah tiba di hotel yang Miranti maksud, dia berdandan cantik dan mengenakan stelan kemeja putih lengan pendek serta rok hitam sebatas lutut. Diana merasa penampilannya ini sudah cukup bagus dan rapi.
Dari kejauhan Miranti berjalan menghampiri Diana, “Hai, Di. Kamu kok pakai baju gini?”
“Kan mau interview, jadi aku pakai pakaian yang rapi seperti ini,” jawab Diana polos.
“Enggak usah! Pakai baju biasa aja, ini bukan interview kerja yang formal, kok. Kamu jadi seperti anak magang kalau gini.”