Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
WANITA TERNODA
5.0
Komentar
141
Penayangan
10
Bab

Nala Sundari, tidak pernah menyangka jika kesuciannya harus direnggut secara tragis oleh pria-pria yang tidak ia kenal. Lima orang, bergantian memerkosanya. Dunia Nala hancur. Rencana pernikahan yang akan digelar dua hari mendatang, berakhir begitu saja. Setelah kejadian itu, bukannya mendapat dukungan, Nala malah dianggap mempermalukan keluarga. Calon suami Nala marah dan kecewa. Lelaki yang Nala anggap jodoh terbaik, tega meninggalkannya begitu saja. Tidak ada satu pun dari mereka yang mau menghapus air mata Nala. Bahkan, mereka menendangnya, memintanya pergi sejauh yang dia bisa. Nala berusaha untuk memulai lagi kehidupannya. Namun, salah satu pria yang sudah menghancurkannya, justru muncul di hidupnya. Pria itu berkali-kali menolong Nala, sekali pun mendapat penolakan. Lantas, cukupkah itu untuk membuat Nala memaafkannya? Atau, Nala akan menghindar, pergi sejauh-jauhnya dari pria yang sudah menodainya? Apakah ini takdir Tuhan? Semua tidak baik-baik saja.

Bab 1 Wanita Ternoda

Seharusnya, Nala tidak membantah ketika ibunya melarang. Seharusnya Nala diam di rumah. Namun, yang Nala lakukan malah bertanya, sekali lagi.

"Ibu, izinin Nala ke bukit ya?" mohon Nala dengan wajah memelas.

Nala meminta izin pada kedua orangtuanya untuk ke bukit yang cukup jauh dari rumah mereka. Ia ingin memilih sendiri bunga segar dan terbaik untuk pernikahannya. Dua hari lagi, adalah hari kebahagiaan yang dia impikan bersama pria dan jodoh terbaik menurut Nala.

"Mas-mu Dharma, kan bisa dimintai Nala," Marini, sang ibu berusaha melarang.

Nala Sundari tersenyum syahdu. Wanita yang masih sangat muda, cantik dan Nala berusia 19 tahun.

"Harusnya, mau menikah itu diem di rumah. Jangan macem-macem!" Bibinya ikut memperingatkan.

"Bibi ... Nala cuma sebentar."

Bibi hanya menggeleng. Kembali sibuk di rumah, menyiapkan persiapan pernikahan. Nala beranjak dari rumah dan berjalan sendirian menuju bukit.

"Nala, ke mana kau?" tanya Siti teman sepermainannya.

"Ke bukit," jawab Nala tersenyum.

"Hari sudah mulai sore. Besok saja diteruskan Neng."

"Tanggung," jawab Nala tertawa kecil.

Siti harus mengakui, Nala wanita yang sangat mandiri dan berani meski hanya seorang diri. Perkampungan mereka pun masih dikatakan aman dan nyaman.

Jalanan setapak yang cukup sunyi, kicauan burung berkicau dan hembusan angin menerpa rambut hitam panjangnya yang lurus dan terawat. Mengenakan baju terusan bunga-bunga dikombinasi dengan selendang ia kenakan menutup kepala membuatnya terlihat persis gadis desa yang sederhana.

Ia memetik bunga segar tersebut, menghirup wewangian dari bunga-bunga dan memasukkan ke keranjang. Menatap hari mulai menyentuh semakin sore, Nala pun memutuskan kembali ke rumah.

Berjalan dengan santai sesekali tersenyum tidak pernah menyangka ia akan segera menikah. Hanya tinggal hitungan hari.

Di hadapan sebuah lahan yang telah kosong, siap untuk didirikan sebuah property telah dia rencanakan. Dia-lah seorang pria yang baru saja selesai meninjau binisnya dan itu berada di sebuah desa terpencil. Hingga ponselnya berdering, segera ia tatap layar ponselnya dengan tatapan tanpa ekspresi. Hingga tercetaknya senyum tipis tidak tertarik.

"Kau serius ingin meninjau ke perkampungan tentang bisnis property barumu?" Pertanyaan pria itu langsung menyerbu.

"Tentu saja, kenapa kau ingin menawarkan sesuatu?"

"Mungkin seorang wanita desa," Fahmi tertawa.

Di belakang Fahmi, tak lain kawanan mereka Denis ikut tertawa.

"Kalian sedang bergabung?"

"Denis, Johan, aku dan Andi."

"Nich, di desa ada gadis juga."

Nicholas mendengar kata wanita saja, langsung tersenyum. Mereka tahu jika, Nich sehabis lelah bekerja akan menikmati dengan wanita malam.

"Kami jemput! Naik mobilku saja," Fahmi menawarkan.

"Baiklah, akan aku perintahkan pengawalku untuk pulang."

"Kami meluncur ke sana."

Fahmi tertawa, mengakhiri telepon.

Akhirnya, mereka ber-lima bertemu di area perkampungan. Para pria-pria itu memiliki jabatan yang cukup baik di kantor mereka masing-masing kecuali Nicholas Lyman. Dia terkaya di antara mereka, memiliki banyak aset dan perusaahaan yang ia kelola sendiri.

"Aku denger, di desa ini ada seorang wanita yang mau dibayar." Andi berkata.

"Serius?" Denis menimpali.

"Iya, Fahmi pernah ke mari."

Mobil garang berwarna hitam milik Fahmi tersebut masih terus melaju dengan kecepatan lumayan meski jalanan cukup terjal.

Beberapa ratus meter, arah bersamaan dengan Nala mobil yang membawa Nicholas juga hendak kembali ke kota.

"Fahmi, beneran bohong kau. Mana gadisnya?"

"Iya, aku juga lagi berusaha menelphone dia. Nggak angkat dia," ucap Fahmi berusaha.

"Dia bilang apa memang?" tanya Andi gelisah karena sudah berharap.

Nicholas tetap memasang wajah santainya, ia terlihat datar dan mengabaikan ucapan para kawanannya.

Denis yang berada di belakang, melihat seorang wanita tengah berjalan dan matanya langsung bersinar.

"Itu dia!" ujar Denis.

Mata mereka serempak melihat, senyuman keempat pria itu pun tercetak puas.

"Pinggirin mobilnya!" Seruan mereka bergantian.

Andi segera turun dari mobil, mendekati wanita tersebut.

"Neng, geulis pisan."

Nala merasakan debaran jantungnya tidak stabil, ia berusaha berjalan cepat dan perasaannya mulai tidak tenang.

"Ke mana?" Johan berjalan cepat dan berdiri di depan Nala.

Nala menatap Denis, Johan, Andi bergantian.

"Saya mau pulang, tolong berikan saya jalan." Nala bersikap tegas.

Denis menyentuh tangan Nala, dengan cepat ia melepaskan tangan Denis. Membuat pria itu murka.

"Fahmi, wanitamu ini kok beringas bener."

"Sok jual mahal!" Andi mencengkram pundak Nala.

Apa ini?

"Lepaskan!" Nala menolak.

Fahmi yang masih berada di mobil bersama Nicholas hanya tersenyum cuek. Menyaksikan rayuan ketiga teman mereka yang masih berusaha merayu wanita yang mereka anggap murahan.

"Lepaskan!" Nala semakin marah.

Plak!

Denis menampar keras karena selalu ditolak dan direndahkan oleh Nala.

"Kau ini! Wanita murahan nggak tahu diri sekali, masih bersyukur ada pria kota yang mau merayumu. Udah kucel, penampilan pas-pasan malah bertingkah." Denis berkata dengan nada merendahkan.

"Ikat tangannya," ucap Johan.

Andi menangkap Nala dan menahan tubuhnya.

"Nggak! Lepaskan!" Nala berusaha menolak.

Dengan cekatan, mereka bertiga menahan tubuh Nala dan menyeretnya masuk ke dalam mobil hitam garang mereka.

Keranjang bunga Nala pun terjatuh dan berserak, tubuhnya diboyong dan sudah diikat dengan tali pinggang Johan, matanya ditutup selendangnya. Nala menggeleng dan menolak.

"Tolong, lepaskan aku!" Teriaknya.

"Fahmi, wanita ini maksudmu?" Andi memprotes karena begitu garang.

Fahmi hanya tersenyum. Kemudian, melajukan mobilnya menuju bukit yang lebih jauh dari perkampungan warga desa terpencil tersebut.

"Lepaskan saya, Mas!" Nala memohon lirih.

Perkampungan tempat Nala tinggal masih banyak terdapat tempat kosong, bukit yang jarang dilalui orang dan jalanan dengan banyak pepohonan menjulang tinggi.

Gadis 19 tahun itu tidak pernah terpikir akan mengalami nasib seperti ini. Dia hanya anak kedua dari pasangan penjual kue keliling dan petani milik sawah orang. Kehidupannya selama ini damai. Sungguh, ia tidak menyangka dan tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa hidup nantinya jika mereka berhasil memerkosanya.

"Kumohon! Mas, a-a-ku akan segera menikah," Nala terus berteriak lirih.

Mereka semakin mengencangkan tawa. Nicholas masih tetap terlihat dingin dan ia tidak peduli teriakan Nala yang terus menggema sepanjang jalan. Nicholas memang seperti itu, dia selalu tahu bahwa dia akan menang. Berkat perangai itulah dia bisa menguasai beberapa bisnisnya di bidang property. Dan kali ini, Nich menjatuhkan pilihannya di sebuah pedesaan terpencil dan jauh dari kota yang ia tinggali. Beberapa saham telah ia tanamkan di berbagai lokasi sehingga tidak membuatnya sulit mendapatkan izin akses melakukan property yang akan ia perjual belikan.

"Kau diam!" Bentak Andi.

"Fahmi, kau yang duluan apa aku?" tanya Denis.

Fahmi masih terus menyetir sambil tersenyum. Kalau saja ia tahu, ia bukanlah wanita mereka maksud. Nala dapat mengingat jelas suara mereka, walau tidak menatap wajahnya.

Akhirnya mobil berhenti di sebuah bukit yang begitu sepi, hanya terdengar kicauan burung dan suara mobil mereka.

"Kita tuntaskan, hasrat kita sekarang. Nich kau diluan," Fahmi berkata.

Pria tinggi, berpenampilan kasual tersebut menatap Nala perlahan. Ia tersenyum sinis, mendekatkan bibirnya ke leher dan ia dapat mencium aroma khas gadis desa yang masih sangat muda.

Spontan, Nala menjauhkan kepalanya dan merasa jijik dengan para pria tersebut.

"Aku yang kedua," serobot Denis, pria bertubuh gemuk.

"Bawa dia!" Nich akhirnya memerintah.

Fahmi dan Denis menarik paksa Nala ke tempat aman untuk mereka sentuh sepuasnya. Nala berteriak berontak dan ia tidak mau jika kesuciannya berakhir di tangan pria yang sama sekali tidak ia kenal.

"Lepaskan! Aku harus pulang, aku akan segera menikah," mohon Nala mengucap lirih, masih berusaha untuk pergi dari jeratan pria jahat tersebut.

Tetap saja, lirihannya tidak akan didengar oleh siapa pun kecuali hanya kuasa Tuhan yang mampu menyelamatkannya. Tangisannya semakin menjadi, perasaan frustasi mulai menyerangnya.

'Bantu aku, Allah,' Nala mengucap lirih dalam hati.

Fahmi dan Denis berhasil meletakkan tubuh Nala di atas pasir yang telah tertutup bebatuan besar-besar di bukit. Mereka meninggalkan Nich dan Nala berdua.

"Mas, lepaskan aku," Nala masih berharap ada setitik perasaan iba pada Nich.

Nich menatap tubuh ramping tersebut, masih wangi dan kakinya mulus. Ia mengenakan terusan bunga-bunga tangan panjang. Rambut panjang, hitam, lebat dan tergerai cantik.

Nich jujur, ia semakin bergairah ingin segera memasuki gadis yang walau pun Fahmi katakan sudah pernah disentuh oleh pria lain.

Perlahan jemarinya mengusap paha Nala, spontan Nala menjauhkan kakinya dan berusaha menolak pria tersebut. Nich melepaskan ikatan tangan Nala dan ia berusaha melepaskan ikatan penutup wajahnya. Dengan sigap, Nich menarik kaki Nala dan terjatuh kembali dalam posisi membelakangi.

"Ah!!" Nala berteriak kencang.

Nich melepaskan resleting pakaian Nala, ia mengecup lembut punggung Nala dan melepaskan bra yang masih menempel erat mengitari dadanya. Bra pun terlepas, Nich menangkup kedua buah dada Nala dan sekali lagi Nala menangis tidak menyangka ia akan diperlakukan seburuk ini.

"Aku akan menikah, Mas. Tolong! Kumohon, lepaskan aku." Nala terusan mengucap lirih dan bergetar ketakutan.

"Lepaskan katamu?" Nich membisik di telinga.

Dalaman putih yang mulai kotor akibat gesekan ditanah semakin menggebu-kan perasaannya. Nich melepaskan benang putih menutupi aset terpenting dalam hidup Nala dan hanya akan ia berikan pada calon suaminya, Dharma Santoso. Nicholas perlahan membuka ikatan selendang Nala dan kini ia menatap lekat kedua bola mata Nala.

Untuk pertama kali mereka saling bertatapan. Antara tatapan kesakitan dan juga tatapan penuh hasrat menggebu.

Tanpa berpikir panjang, Nicholas langsung melebarkan kaki Nala. Ia dapat melihat betapa mulus tanpa cacat milik wanita kampung ini. Tubuhnya sangat menarik, membuat gairahnya meledak ingin segera menyentuh.

"Kau akan merasakan nikmat, kau tenang saja. Aku akan memberikanmu kepuasan yang tidak pernah kau dapatkan dari pria sebelumnya yang sudah menyentuhmu."

Nala mengingat wajah tersebut, pria sempurna dan bertubuh tinggi, rahangnya yang tegas dan suara khas bariton yang ia keluarkan. Nala menangis sesunggukkan, mengeraskan tubuh dan menolak terus menerus.

Nicholas mengarahkan pusakanya, menggesek diantara paha seolah memberikan pemanasan terlebih dahulu. Nala menggeleng dan memohon ampun sambil menangis.

"Kumohon, jangan!" Nala menolak.

Nicholas mencengkram keras rahang Nala, ia menatap tajam dan mulai membuncah ingin marah. Ia paling tidak menyukai wanita yang sok suci menolak, tapi ujungnya menikmati permainannya.

Nich memaksa masuk lagi miliknya, Nala memukul-mukul dada Nich dengan keras sambil menangis. Dengan pemaksaan, Nich berhasil memasukkan miliknya. Kucuran darah dari pusat inti milik Nala jatuh bergulir menetes. Nich dapat merasakan pusakanya ikut nyeri ketika kali pertama memasuki Nala.

Tubuh mereka telah bersatu. Nala berteriak marah, kecewa dan sedih mendalam.

"Kumohon, lepaskan aku! Sakit Mas," isaknya menjerit kesakitan.

Sempat terhenti, keningnya mengerut memikirkan entah apa.

Hingga kemudian, Nicholas semakin menindih tubuh ramping Nala. Ia memberikan tanda di area leher dan dada Nala. Mencengkram kuat lengan Nala sambil menaik turunkan ritme beraturan. Ia dapat merasakan miliknya terasa diremas nikmat oleh milik Nala, berkedut-kedut dan seolah mampu memijit-mijit pusakanya.

Membuat kenikmatan yang tengah ia rasakan kini menjadi berkali lipat.

Bukan hanya milik Nala yang merasakan perih, hatinya ikut perih dan merasa marah entah pada siapa. Hilang sudah kesucian yang ia pertahankan untuk calon suaminya nanti. Ia menangis pilu.

Nala kembali berteriak ketika, Nich semakin menghujam pusakanya sangat dalam dan ia mengisap dada Nala begitu kuat. Lalu, berpindah ke bibir Nala sambil memacu dan meracau menciumi setiap jengkal tubuh Nala. Memuaskan dirinya.

"Sakit, Mas," hanya itu lirihan yang mampu Nala ucapkan sambil menangis sesunggukkan.

Nich memasukkan pusakanya kembali dan menghujami dengan hentakan-hentakan keras, Nala mendesah sakit hingga dadanya ikut bergoyang seirama dengan ritme gairah Nich.

"Ah!" Nala menangis sambil menggeleng.

Nicholas meremas kedua buah dada Nala kembali, ia begitu puas sekali hingga ia mencapai puncak kenikmatannya dan mengerang. Nich mengembuskan napas dengan penuh semangat sambil tersenyum puas bahagia telah berhasil menyelesaikan misi ternikmatnya.

Hancur sudah pertahanan Nala, hatinya remuk dan keinginan segera menikah dengan sang kekasih sirna sudah. Ia sudah menjadi wanita kotor, sudah terjamah dengan sangat buruk. Nala menangis sesunggukkan sambil memiringkan tubuhnya yang tampak acak, Nich memasang kembali resleting celananya. Meninggalkan Nala begitu saja.

Kemudian, Andi menghampiri Nala.

"Jangan sentuh aku, kumohon!" Nala memohon dengan tubuh lemas.

Andi tidak peduli, ia lebarkan paha Nala dan menghujamnya lagi. Nala menangis kembali, tenaganya sudah hampir habis menahan kesakitan dan tangisan yang tidak jua berhenti.

Kemudian, pria berikutnya Denis, lalu Johan. Nala sudah pasrah, berlingan air matanya masih saja menetes memasrahkan jalan Allah padanya. Hingga terakhir Fahmi tidak mau ketinggalan ingin menyetubuhinya. Fahmi menghentikan aksinya ketika telah memasuki Nala dan bersamaan selendang yang menutupi wajahnya terbuka. Mulutnya terbuka, melepaskan miliknya dan menatap Nala dalam-dalam.

Nala benar-benar merasakan sakit hingga ke relung hatinya.

Fahmi syok, ia menuju mobil dan menatap kawanan mereka yang tengah tertawa pecah.

"Ada apa?" Andi bertanya aneh.

Nich ikut menatap.

"Dia bukan wanita yang kumaksud," ucap Fahmi bernada lemas.

Nicholas memudarkan senyumnya, begitu pun ketiga teman lainnya terdiam. Dugaannya sebagai pria pertama tadi, semakin kuat kalau wanita itu masih perawan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh MariaGusti

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku