Diana dijebak dan dijual oleh temannya kepada seorang pria yang tidak dia kenal. Karena hubungan satu malam itu, dia pun hamil. Beberapa tahun kemudian, Diana bertemu lagi dengan ayah dari anaknya tersebut. Namun sial, ternyata pria itu adalah kekasih sepupunya sendiri. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah Diana jujur mengatakan jika dia memiliki anak dari pria itu?
Siang yang terik ini menjadi saksi perjuangan Diana mencari pekerjaan, namun dia tak kunjung menemukannya. Diana yang hanya tamatan SMA tak bisa berharap banyak untuk mendapatkan pekerjaan enak, apalagi di zaman yang serba sulit ini. Dari satu toko ke toko lain dia menawarkan diri agar bisa diterima bekerja, tapi semua nihil.
Dengan lelah, gadis berambut panjang itu duduk di halte bus, peluh menetes di sekitar pelipis dan lehernya. Tapi dia tak boleh menyerah, dia harus mendapatkan pekerjaan agar bisa menyambung hidup dan mengobati ibunya yang sedang sakit parah.
"Aku harus mencari pekerjaan di mana lagi?" keluh Diana sembari mengusap keringat di dahinya, tenggorokannya terasa kering sebab panas dan berkeringat membuatnya sedikit dehidrasi.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan Diana, kemudian seorang wanita berpakaian seksi dengan dandanan sedikit menor keluar dari mobil tersebut.
"Hai, Diana!" sapa wanita itu.
Diana memicingkan matanya, memperhatikan wanita itu, namun kemudian membelalak kala mengingat siapa seseorang yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.
"Miranti?" Diana sontak beranjak dari duduknya.
Wanita bernama Miranti yang merupakan teman SMA Diana itu tersenyum lebar saat dirinya dikenali.
"Wah, kamu beda banget! Aku sampai pangling dan enggak mengenalimu!" Diana langsung memeluk temannya itu.
Miranti balas memeluk Diana, "Pantas kamu kayak orang bingung gitu waktu aku sapa."
Keduanya mengurai pelukan dan Diana mengamati Miranti dari bawah sampai atas, "Kamu cantik banget sekarang."
"Iya, dong. Ini semua berkat perawatan, kalau enggak perawatan, mana bisa seperti ini," sahut Miranti sambil tertawa.
Diana hanya tersenyum kecut saat mengingat dirinya yang saat ini terlihat kumal dan kucel.
"Eh, kamu sedang apa di sini?" tanya Miranti mengalihkan pembicaraan.
"Aku sedang istirahat, soalnya lelah dari tadi keliling mencari pekerjaan," jawab Diana jujur.
"Sudah dapat pekerjaannya?"
Diana menggeleng lemah, wajah cantiknya berubah sedih.
"Kamu mau aku kasih pekerjaan?" Miranti kembali bertanya.
Diana terkesiap, wajahnya berubah antusias, "Kerja apa, Mir?"
"Kerja enaklah pokoknya, dan bayarannya besar."
"Di mana?"
"Di hotel."
Diana mengernyit, "Di hotel?"
"Iya, nanti tugas kamu cuma melayani pengunjung dan menjamunya, pokoknya buat mereka senang," terang Miranti.
Diana berpikir sejenak, pekerjaan apa yang Miranti maksud?
"Kamu jangan takut! Sudah kubilang, kerjanya enak dan bayarannya banyak, apalagi kalau pengunjung puas dengan kerja kamu, bisa dapat bonus." Miranti mencoba meyakinkan Diana agar mau bekerja dengan dirinya.
Diana masih bergeming, dia sedikit ragu. Tapi dia sangat butuh pekerjaan saat ini, dan sekarang kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan ada di depan mata.
"Bagaimana, Di? Kamu mau enggak? Kalau enggak mau, aku cari orang lain saja."
Dengan segala pertimbangan , akhirnya Diana mengangguk setuju, "Iya, aku mau. Soalnya aku lagi butuh pekerjaan banget!"
Miranti pun tersenyum senang, "Baiklah, kalau begitu nanti malam pukul tujuh datang ke hotel Grand Luxury, tapi kamu harus berdandan yang cantik dan pakai pakaian yang bagus! Soalnya kita mau bertemu seseorang yang akan memberimu pekerjaan, nanti kita bertemu di sana," ujar Miranti.
"Kenapa bertemunya harus malam, Mir?"
"Karena dia bisanya malam, kalau siang dia ada pekerjaan lain," dalih Miranti.
"Baiklah, aku akan datang. Kalau gitu aku minta nomor telepon kamu, ya?"
Miranti mengangguk kemudian menyebutkan satu per satu nomor dan Diana buru-buru mencatatnya.
"Sampai bertemu nanti malam, ya. Aku masih ada urusan lagi," ucap Miranti.
"Iya, Mir. Terima kasih, ya!"
Miranti tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobilnya, kemudian melesat pergi.
"Akhirnya aku akan mendapatkan pekerjaan!" Diana tertawa senang.
Malam harinya, Diana sudah tiba di hotel yang Miranti maksud, dia berdandan cantik dan mengenakan stelan kemeja putih lengan pendek serta rok hitam sebatas lutut. Diana merasa penampilannya ini sudah cukup bagus dan rapi.
Dari kejauhan Miranti berjalan menghampiri Diana, "Hai, Di. Kamu kok pakai baju gini?"
"Kan mau interview, jadi aku pakai pakaian yang rapi seperti ini," jawab Diana polos.
"Enggak usah! Pakai baju biasa aja, ini bukan interview kerja yang formal, kok. Kamu jadi seperti anak magang kalau gini."
Diana mengernyit heran,"Aku kirain ini interview kerja seperti biasanya. Jadi gimana, dong!"
"Kebetulan aku ada bawa baju ganti di mobil, kamu pakai itu aja. Kayaknya ukuran tubuh kita enggak jauh beda."
Diana mengangguk pasrah, "Ya sudah, deh!"
"Tunggu sebentar!" Miranti kembali ke mobilnya dan mengambil pakaian yang akan dia pinjamkan ke Diana.
Keduanya pun lantas masuk ke dalam hotel berbintang itu dan menuju kamar mandi.
Setengah jam kemudian, Diana sudah berdiri di depan cermin wastafel dengan wajah masam. Dia sudah mengenakan pakaian yang Miranti pinjamkan, namun dia merasa tak nyaman. Bagaimana tidak, pakaian itu sangat terbuka, dia merasa risih sendiri.
"Apa enggak ada baju lain, Mir? Ini terlalu seksi, aku enggak pede!"
"Enggak ada, Di. Tapi kamu cocok pakai ini, kamu jadi cantik banget," puji Miranti.
Diana mengamati pantulan dirinya di cermin, dress dengan kerah Sabrina yang memamerkan pundak serta sebagian dadanya memang sangat cantik, tapi dia tak terbiasa memakai pakaian seperti ini.
"Sudah, jangan banyak mikir! Kita harus cepat menemui orang itu, nanti kamu bisa kehilangan pekerjaan kalau kelamaan," desak Miranti.
"Iya-iya, deh!" Diana pasrah.
"Eh, tunggu! Biar enggak gugup, kamu minum dulu!" Miranti mengeluarkan sebotol minuman rasa stroberi dan memberikannya pada Diana.
"Apa ini, Mir?" selidik Diana.
"Cuma minuman soda, sudah cepat minum!"desak Miranti.
Diana pun menenggak minuman itu, Miranti menyeringai licik.
"Sekarang kita pergi! Yuk!" ajak Miranti.
Keduanya meninggalkan toilet dan buru-buru naik lift menuju lantai atas.
Diana dan Miranti tiba di depan pintu salah satu kamar hotel, tak lama kemudian pintu itu terbuka setelah Miranti mengetuknya beberapa kali.
Seorang pria berwajah cukup ganteng yang mengenakan kemeja hitam menatap mereka dari balik pintu.
"Hem, Tuan. Ini Diana, yang tadi saya ceritakan," ujar Miranti.
"Silakan masuk!" pinta pria itu.
"Kamu masuk sana! Ingat ya, lakukan apa yang dia suruh, jangan melawan. Nanti kamu akan mendapatkan banyak uang dari dia," bisik Miranti.
"Maksudnya aku langsung kerja?" tanya Diana bingung.
"Iyalah, sudah cepat masuk!" Miranti mendorong pundak Diana.
"Tapi, Mir. Aku ...." Diana mulai bimbang.
"Mari masuk!" Pria itu kembali bersuara.
Dengan ragu Diana melangkah masuk, dia masih berusaha berpikir positif meskipun perasaannya mulai tidak enak. Entah mengapa dia merasa gelisah, jantungnya berdebar kencang seperti ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya.
"Nama kamu siapa?" tanya pria itu seraya mengunci pintu kamar.
"Diana, Pak."
"Jangan panggil bapak, aku rasa kita seumuran. Panggil Revan aja," pinta pria bernama Revan itu sembari berjalan mendekati Diana.
"I-iya." Diana mundur, perasaannya semakin tak enak, dia kian merasa tak nyaman dan gelisah.
"Malam ini kita akan bersenang-senang, cantik." Revan hendak meraih tangan Diana, tapi dengan cepat gadis itu mengelak dan menghindar.
"Maaf, saya .... ah ...." Diana ingin pergi dari kamar itu, tapi langkahnya terhenti karena mendadak kepalanya terasa pusing dan pandangannya mengabur.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Revan, dia memeluk Diana dari belakang dan menempelkan dagunya di pundak gadis itu.
Diana merasa sesuatu mulai terpancing, dia merinding tapi masih berusaha melepaskan diri dari pelukan Revan. Namun tentu Revan tak ingin melepaskannya begitu saja, dia semakin mengeratkan pelukannya dan menciumi leher Diana, sehingga membuat gadis itu mendesah sambil memejamkan matanya.
Diana heran kenapa tubuhnya bereaksi aneh saat mendapatkan sentuhan dari Revan, dia seolah ingin meminta lebih padahal hati kecilnya menolak.
Revan semakin melancarkan aksinya, dia mencumbui Diana sampai gadis itu tak bisa menahan diri lagi.
Akhirnya malam itu mereka mengarungi surga dunia dalam kenikmatan, Revan merenggut kehormatan Diana tanpa ada perlawanan yang berarti dari gadis malang itu, karena dia juga sedang dikendalikan oleh hasrat yang memuncak.
Sementara itu, di dalam mobilnya, Miranti tersenyum senang melihat jumlah uang yang tadi siang Revan transfer ke rekeningnya.
"Maafkan aku, Diana! Kamu butuh uang, aku juga," gumam Miranti sinis, Diana tak tahu jika tadi dia sudah mencampurkan obat perangsang ke dalam minuman yang gadis itu minum.
***
Bersambung ....
Bab 1 Episode 1.
14/02/2024
Bab 2 Episode 2.
14/02/2024
Bab 3 Episode 3
15/02/2024
Bab 4 Episode 4.
15/02/2024
Bab 5 Episode 5.
15/02/2024
Bab 6 Episode 6.
15/02/2024
Bab 7 Episode 7.
15/02/2024
Bab 8 Episode 8.
15/02/2024
Bab 9 Episode 9.
15/02/2024
Bab 10 Episode 10.
15/02/2024
Bab 11 Episode 11.
15/02/2024
Bab 12 Episode 12.
15/02/2024
Bab 13 Episode 13.
15/02/2024
Bab 14 Episode 14.
15/02/2024
Bab 15 Episode 15.
15/02/2024
Bab 16 Episode 16.
15/02/2024
Bab 17 Episode 17.
15/02/2024
Bab 18 Episode 18.
15/02/2024
Bab 19 Episode 19.
05/03/2024
Bab 20 Episode 20.
06/03/2024
Bab 21 Episode 21.
07/03/2024
Bab 22 Episode 22.
08/03/2024
Bab 23 Episode 23.
09/03/2024
Bab 24 Episode 24.
10/03/2024
Bab 25 Episode 25.
11/03/2024
Bab 26 Episode 26.
12/03/2024
Bab 27 Episode 27.
13/03/2024
Bab 28 Episode 28.
14/03/2024
Bab 29 Episode 29.
15/03/2024
Bab 30 Episode 30.
16/03/2024
Bab 31 Episode 31.
17/03/2024
Bab 32 Episode 32.
18/03/2024
Bab 33 Episode 33.
19/03/2024
Bab 34 Episode 34.
20/03/2024
Bab 35 Episode 35.
21/03/2024
Bab 36 Episode 36.
22/03/2024
Buku lain oleh NEVI ANDRIANI
Selebihnya