Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
"Akh, Sam. Faster!" Suara desah manja seorang wanita terdengar dari sebuah kamar mewah yang menampilkan dua insan manusia yang sedang mengejar kenikmatan dunia. Tubuh masing-masing bersimbah peluh, tapi tak dihiraukan. Mereka bahkan tak menyadari ada seorang pria yang menjatuhkan buket mawar putih dari tangannya.
"Sheryl, kamu masih berpikir untuk menikahi b*jingan itu tapi meminta kepuasan dariku?!"
"Tapi, Sam, bukan ... bukankah kamu se–tuju? Aku ... aku menikahi Le–on untuk—"
"Diam! Jangan menyebut namanya di depanku!" sela Samuel yang bergerak semakin brutal.
Penjelasan Sheryl tak pernah diselesaikan. Mulutnya sudah lebih dulu dibungkam oleh bibir yang buas menguasai Indra pengecapnya.
Tak hanya itu, tangan sang pria tak membiarkan aset di depannya tak terjamah. Lenguhan tertahan membersamai desahan yang tak lagi tertahankan. Gelenyar aneh menguasai wanita yang memiliki tanda lahir di pangkal lehernya itu. Matanya terbuka dan tertutup berkali-kali, bersama tangan yang mencengkeram seprei dengan erat. Tak bisa digambarkan sensasi yang sekarang tengah dirasakannya.
Di sisi lain, pria dengan rompi hitam mengepalkan tangannya erat-erat. Dialah Leon Ferdinand. Pria yang sedang dibicarakan.
Dia tidak menyangka kedatangannya untuk memberikan kejutan kepada Sheryl, justru menangkap basah hubungan terlarang gadis itu dengan mantan kekasihnya. Emosi yang sedari tadi coba ditahan, akhirnya tak terbendung lagi saat mendengar desah manja gadis yang merasakan puncak kenikmatannya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat menjijikkan di mata Leon. Padahal, seharusnya gadia itu menjadi pemandangan paling indah yang dia nikahi besok lusa.
Setahun keduanya menjalin komitmen, tak sekali pun mereka berhubungan badan. Leon tahu diri, membatasi interaksi mereka sebelum benar-benar sah menjadi sepasang suami istri. Dia ingin menjaga mahkota istrinya untuk malam pertama nantinya. Namun, apa yang dia dapatkan? Sebuah pengkhianatan yang meluluhlantakkan semua harapan dan kepercayaannya pada seorang wanita.
"Thanks, Dear. Sekarang aku rela meminjamkanmu untuk menikahi pria bodoh itu. Ingat, kita harus tetap melakukannya seperti ini seminggu sekali. Pastikan kamu mengambil seluruh harta yang—"
Brak!
Belum selesai Samuel mengucapkan kalimatnya, Leon sudah lebih dulu menendang pintu di hadapannya. Dengan wajah merah padam, pria itu berlari menerjang tubuh Samuel dan menghadiahkan sebuah pukulan sekuat tenaga. Dia bahkan tak peduli lawannya terjengkang dari ranjang tanpa memakai sehelai benang pun.
Sheryl berteriak tertahan. Tangannya segera membekap mulut dan beringsut mundur sambil mencengkeram selimut putih untuk menutupi tubuh polosnya. Akal sehatnya terkumpul sempurna. Dia sama sekali tidak menyangka Leon tiba-tiba datang ke apartemen yang diberikan padanya sebagai kado pertunangan mereka tiga bulan yang lalu.
"Astaga! Kenapa dia bisa ada di sini?" batin Sheryl sambil memutar otaknya, mencari solusi apa saja untuk menyelematkan dirinya.
Belum juga mendapat jalan keluar, teriakan Leon lebih dulu menggelegar. Jelas kemarahan menguasainya, menyingkirkan akal sehat dan kesadarannya.
"Apa yang kau lakukan pada calon istriku, hah?!" Leon kalap. Lupa diri dan memukuli Samuel dengan sekuat tenaga. Membabi buta.
Lupakan darah yang mengotori lengan bajunya. Lupakan pula sikap tenang dan wibawa yang selama ini dipertahankannya. Bahkan, dia lupa tidak memperhatikan Sheryl yang sekarang beranjak dari ranjang panasnya sesaat lalu. Gadis itu berjalan mundur, menjauh dari pria yang saat ini terlihat seperti banteng yang terluka. Tanpa alas kaki, dia mengambil satu per satu pakaian miliknya yang dilucuti oleh Samuel sejak di ruang tengah.