Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Bang, Mer pengen banget nonton X-Man Dark Phoenix. Mer boleh nonton kan, Bang? Cinema 21 deket ini. Mer tinggal ngesot aja udah nyampe sono. Boleh nggak, Bang? Boleh ya? Ya ya ya?"
Merlyn mengguncang-guncang bahu abangnya yang tengah membuatkan susu hamil untuk Bintang, istri tercintanya. Semenjak kedua orang tuanya tahu bahwa menantu kesayangan mereka hamil, mereka meminta agar abangnya dan Bintang tinggal bersama mereka semua. Kedua orang tuanya ingin agar Bintang ada yang memperhatikan dan menjaga. Beginilah keposesifan para pria-pria Diwangkara dalam menjaga wanita-wanita mereka. Mirip banget kayak kehidupan garingnya si Birdy, burung Kenari Yorkshire kesayangan ayahnya. Disayang-sayang, dielus-elus, untung aja nggak dijemur-jemur. Kalau Bintang beneran dijemur kayak si Birdy, bisa kering kerontang dia kalau habis dijemur tapi lupa diangkat. Kan gawat?
"Abang lagi mual-mual ini, Mer. Nggak bisa nemenin kamu. Bintang jugaย kurang begitu enak badan. Kamu tega apa kita ninggalin Bintang sama si bibik aja di rumah?"
Tian mengangsurkan susunya pada Bintang yang dengan patuh segera mengosongkan isi gelasnya. Ia tidak mau membuat Tian kecewa. Karena walaupun sedang mual-mual parah, suaminya itu tetap saja dengan telaten mengurusnya. Tian ini memang benar-benar suami siaga.
"Lah yang minta Abang nemenin Mer, siapa? Mer cuma minta izin pergi sendiri, Bang. Bukan minta Abang temenin. Kalau Mer nggak boleh bawa si Thunder juga nggak apa-apa kok. Mer pesen Gra* aja. Ya, Bang ya?"
Merlyn kembali berusaha merayu abangnya. Dan sialnya, abangnya pura-pura tidak mendengarkan rengekannya. Santai beut bawaannya. Alamat batal nonton lah ini. Namun saat terdengar suara mobil yang mendekat, Merlyn tersenyum sumringah. Bala bantuan telah datang. Kalau anak sholehah mah, pasti ada saja jalan keluarnya. Merlyn bergegas mendekati jendela. Mengintip siapa saja yang ada di dalam mobil. Ternyata hanya Mang Yayat seorang yang keluar. Kehadiran bundanya tidak terlihat sama sekali. Pertanda baik. Hehehe.
"Nah itu Mang Yayat udah pulang. Tapi bundanya nggak ada. Berarti bunda bakalan lama di rumahnya Tante Maddie. Mer minta dianterin sama
Mang Yayat aja ya, Bang?" Dan lagi-lagi abangnya menulikan telinganya. Pura-pura tidak mendengar kalimatnya. Merlyn jadi empet banget melihatnya.
"Abang ini semenjak pekak jadi sombong kali lah Mer lihat. Beneran dibikin pekak sama Tuhan, baru Abang tahu rasa," Merlyn kesal sekali karena terus dikacangin oleh abangnya. Mungkin sebaiknya ia meminta bantuan kakak iparnya. Biasanya abangnya ini kan manut banget sama istrinya.
"Bi, bilangin laki lo dong izinin gue pergi. Lo ajak ngapain kek dia di kamar. Ntah main ludo, monopoli atau kuda-kudaan. Pokoknya jauh-jauh dari gue aja." Bisik Merlyn pelan. Abangnya ini kan cinta banget sama Bintang. Kali aja dia nurut kalau dibujuk kakak iparnya.
Bintang menghela napas pasrah. Apa boleh buat, ia kasihan juga pada ipar naifnya ini. Keposesifan mertua dan suaminya, membuat kakak iparnya ini bagai dipenjara di dalam rumahnya sendiri. Ia akan mencoba membantu membujuk suaminya agar memberi sedikit ruang pada kakak iparnya. Semoga saja usahanya membuahkan hasil.
"Izinin aja kenapa sih, Kak? Kasian itu Mer udah ngebet banget pengen nonton. Tiap hari ngendon di rumah kan dia bosan juga. Kakak masih mual-mual ya? Mau Bintang pijitin nggak?" Bintang mengelus-elus lengan suaminya dengan mesra. Terpaksa memanipulasi suaminya sendiri demi meluluskan keinginan adik iparnya. Merlyn terlihat senyum-senyum evil melihat aksinya.
Merlyn yang menyaksikan secara live aksi rayuan maut Bintang, tersenyum bahagia. Abangnya pasti klepek-klepek kalo udah dielus-elus Bintang. Kakak iparnya ini walaupun usianya lebih muda darinya, tapi tingkahnya dewasa banget. Anak ibu guru gitu lho. Bukannya anak bunda oneng. Eh itu mah gue! Durhaka banget ngebatinin bunda sendiri. Maafin Merlyn ya, Bun?
Abangnya tidak mengucapkan apa-apa, tetapi tangannya merogoh saku, meraih ponselnya. "Hallo Tama, lo tadi siang bilang mau nonton X-Man Dark Phoenix kan? Gue nitip adek gue, bisa nggak? Oke... oke... gue akan suruh dia siap-siap sekarang juga." Tian menutup teleponnya. Merlyn cemberut. Seperti biasa, abangnya pasti akan menitipkannya pada Naratama Abiyaksa lagi. Dia sih sebenarnya nggak apa-apa. Toh Bang Tama baik ini. Tapi pacar judesnya itu lo, si Karina Winardi. Kerjanya ngoceh-ngoceh mulu kalau dia ikut. Mbencekno banget rasanya.
"Bang, masak Mer ikut nonton sama Bang Tama dan Karin lagi? Ntar Karinnya ngomel-ngomel mulu lagi dari mulai filmnya tayang sampai filmnya kelar, kayak bulan lalu. Mer sampai lupa jalan cerita filmnya tapi malah inget semua kata-kata omelannya Karin. Lepas tu--"
"Ohhhh... jadi kamu nggak mau nonton nih? Yah udah, Abang batalin aja ya sama Tama. Ntar dia capek-capek jemput ke sini kamunya malah nggak mau--"
"Mau dong, Bang. Mau bingits. Bentar Mer ganti baju dulu." Merlyn buru-buru mengangguk saat melihat abangnya bermaksud untuk menelepon Tama lagi. Dari pada tidak jadi menonton, lebih baik ia menebalkan telinganya. Anggap saja Karina itu si Leo, burung beo ayahnya. Ngoceh, ngoceh dah sana. Yang penting ia bisa ikut nonton. Titik. Demi mempersingkat waktu, ia segera mempersiapkan diri. Sepuluh menit kemudian, ia sudah rapi dengan minidress putih gading dan sebotol air mineral di tangan.
"Ngapain kamu bawa-bawa air mineral segala, Mer? Kan nggak dibolehin bawa makanan dan minuman dari luar. Ntar kamu kena razia lagi."
Tian benar-benar speechless melihat tingkah adik semata wayangnya yang iritnya tidak ketolongan. Bila biasanya para wanita akan berdandan paripurna dengan menyelipkan sebuah clutch mungil nan anggun di tangan mereka, tapi adik iritnya ini melengkapinya dengan oversize bag yang berisi berbagai cemilan dan sekaligus air mineral.
"Habisnya mereka jualan harganya nggak kira-kira sih, Bang. Masak aqu* yang biasanya harga empat ribu di sana jadi dua puluh ribu? Yang pengen kali lah mereka itu cepat kaya. Bagusan Mer bawa cemilan dan air minum sendiri dari rumah. Supaya nggak ketahuan, ya dimasukin dong semuanya dalam tas besar. Abang sih otaknya nggak dipake mikir. Boros kan jadinya?" Merlyn bangga sekali dengan pemikiran cerdasnya yang inovatif. Ia heran melihat cara berpikir orang-orang termasuk abangnya yang sangat boros di luaran. Kalau bisa menghemat, ngapain juga buang-buang uang? Oon beut mereka semua kan?
"Tanggung amat kalau kamu cuma bawa makanan dan minuman. Kursi nggak sekalian kamu bawa aja dari rumah, Mer?" Sindir Tian sarkas. Adiknya ini memang kebangetan dalam segala hal.
"Wuidihhh... Abang tau aja apa yang ada di otak Mer. Tadi rencananya sih emang mau dibawa. Tapi kan kursinya besar. Ntar takutnya nggak muat lagi mau dimasukin ke mobilnya Bang Tama." Tian hanya bisa mengelus dada saja. Cara berpikir adiknya tidak mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usianya. Mentok seperti cara berpikirnya anak SD.
Tin... tin... tin...
Mendengar suara klakson mobil, Merlyn segera mencanglong tas besar dan memakai sepatunya dengan tergesa-gesa. Tama telah tiba di pintu gerbang.
"Jangan ke mana-mana sendirian. Kalau mau ke toilet, minta dianterin sama Tama. Jangan gangguin orang pacaran, dan tidak boleh apa-apa minta dibayarin sama orang. Pakai uang kamu sendiri. Mengerti, Mer?" Tian kembali mengulangi pesan-pesannya.
"Iya, Bang. Mer juga mau nitip pesen untuk Abang. Kalau Bintang ngidam mangga muda, Abang jangan ikutan ngidam bini muda ya? Riweuh nanti urusannya." Bintang dan Tian saling berpandangan. Tumben incess oneng kali ini nasehatnya bener. Signalnya sedang bagus kali ya?
"Makasih ya, Mer. Kamu memang adik ipar yang baik. Peduli sama perasaan sesama wanita." Bintang terharu me dengar dukungan penuh adik iparnya terhadap dirinya. Merlyn menggeleng. Kakak iparnya telah salah mengartikan maksud dari kata-katanya.
"Bukan itu maksud dan tujuan gue nasehatin Bang Tian, Bi."
"Lho jadi?" Bintang menjinjitkan alis nya.