Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MUSIM DI ANTARA KITA

MUSIM DI ANTARA KITA

Ufuk Timur

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Kisah tentang seorang wanita dan pria yang bertemu di usia 40-an, masing-masing membawa luka emosional dari pernikahan yang gagal. Di tengah perubahan hidup, mereka menemukan bahwa cinta yang datang terlambat seringkali membawa tantangan yang lebih dalam, terutama saat anak-anak, mantan pasangan, dan ambisi pribadi ikut terlibat.

Bab 1 Pertemuan Tak Terduga

Sore itu, langit kota dipenuhi warna oranye keemasan saat matahari perlahan tenggelam di balik gedung-gedung pencakar langit. Alyssa, seorang wanita karier sukses berusia 42 tahun, melangkah dengan anggun memasuki lobi hotel mewah tempat acara reuni perguruan tingginya diadakan. Gaun hitam panjang yang ia kenakan membingkai tubuhnya dengan sempurna, memancarkan aura percaya diri yang membuat banyak orang menoleh saat ia melewati mereka. Namun di balik senyumnya yang memukau, tersimpan luka yang tak pernah sepenuhnya sembuh-luka dari pernikahan yang gagal bertahun-tahun lalu.

Alyssa mencoba menyingkirkan kenangan itu dari pikirannya saat ia memasuki ballroom yang dipenuhi oleh tawa dan suara musik. Malam itu seharusnya menjadi malam nostalgia, bertemu teman-teman lama dan berbagi cerita hidup yang beragam. Namun ada sesuatu yang berbeda di hatinya. Ia merasa hampa, meskipun ia telah mencapai puncak karier yang diimpikan banyak orang. Perceraian yang ia alami lima tahun lalu masih meninggalkan jejak luka, dan meski ia telah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya, kesendirian itu tetap menghantui.

Di sudut lain ruangan, Adrian, pria berusia 45 tahun dengan rahang tegas dan tatapan mata yang tajam, berdiri sambil mengaduk minumannya. Adrian baru saja melalui perceraian yang melelahkan, dan meskipun ia berusaha tampak tenang, dalam hatinya ia merasakan kekosongan yang mendalam. Selama bertahun-tahun, ia terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, bertahan hanya demi anak-anaknya. Setelah semuanya berakhir, ia merasa kehilangan arah-dan malam ini, ia datang ke reuni lebih sebagai pelarian dari kenyataan.

Saat pandangan Adrian tertuju ke arah pintu, ia terdiam sesaat. Matanya terpaku pada sosok Alyssa yang baru saja memasuki ruangan. Ada sesuatu yang memikat dari wanita itu, bukan hanya penampilannya yang menawan, tetapi juga cara ia membawa dirinya-seolah-olah ia memiliki kendali penuh atas hidupnya.

Dalam sekejap, Adrian merasa ada percikan yang membangkitkan perasaannya yang sudah lama mati.

Alyssa tak menyadari tatapan Adrian saat ia melangkah menuju meja koktail, mengambil segelas anggur putih dan menyesapnya perlahan. Namun, ketika ia berbalik, pandangan mereka bertemu. Mata mereka saling terkunci, dan dunia di sekitar mereka seolah-olah berhenti. Sejenak, Alyssa merasakan sesuatu yang sudah lama hilang-perasaan tertarik pada seseorang.

Adrian mendekat, langkahnya mantap dan penuh keyakinan. Saat akhirnya mereka berdiri berhadapan, senyum tipis terukir di wajah Adrian. "Alyssa, kan? Kita pernah satu kelas di fakultas dulu."

Alyssa tersenyum samar, mencoba mengingat. "Adrian, bukan? Aku ingat kamu... meskipun kita tidak pernah terlalu sering bicara."

Percakapan mereka dimulai dengan basa-basi yang hangat, tetapi seiring dengan waktu, suasana di antara mereka mulai berubah. Ada ketegangan di udara, ketegangan yang sulit dijelaskan. Percakapan mereka semakin dalam, menyentuh topik-topik pribadi tentang kehidupan, perceraian, dan kesepian yang mereka rasakan setelah bertahun-tahun terjebak dalam pernikahan yang gagal.

"Lucu, ya," kata Adrian dengan nada rendah, tatapannya tetap pada mata Alyssa. "Kita menghabiskan sebagian besar hidup kita mencari kebahagiaan dalam pernikahan, tapi akhirnya menemukan diri kita lebih hampa daripada sebelumnya."

Alyssa menyesap anggurnya lagi, merasakan kehangatan alkohol menyebar di tubuhnya. "Ya, ironi yang menyakitkan," jawabnya dengan senyum getir. "Kita pikir kita tahu apa yang kita inginkan, tapi kenyataannya jauh berbeda."

Dalam percakapan itu, mereka saling menemukan cermin dari rasa sakit dan kerinduan masing-masing. Percikan yang mereka rasakan sejak awal berubah menjadi api kecil yang mulai menyala. Di bawah lampu redup ballroom, suasana semakin intim, seolah-olah hanya ada mereka berdua di ruangan itu.

"Aku butuh udara segar," ucap Alyssa tiba-tiba, merasa dadanya sesak oleh campuran emosi yang menggelegak di dalam dirinya.

Adrian menatapnya sejenak sebelum mengangguk. "Ayo, aku akan menemanimu."

Mereka melangkah keluar dari ballroom menuju teras hotel yang sepi. Udara malam yang sejuk menyentuh kulit mereka, memberikan sedikit ketenangan setelah ketegangan di dalam. Namun, ketenangan itu hanya sementara. Saat mereka berdiri berdampingan, Adrian tak bisa menahan diri lagi. Tangannya menyentuh lengan Alyssa dengan lembut, dan ketika ia menoleh, mata mereka kembali bertemu, kali ini dengan hasrat yang tak terbendung.

"Aku tak tahu apakah ini tepat, tapi..." Adrian berbisik pelan, sebelum kata-katanya terhenti oleh tindakan yang lebih mendalam. Bibirnya perlahan mendekati bibir Alyssa, dan dalam sekejap, mereka tenggelam dalam ciuman yang intens, penuh gairah dan kerinduan. Ciuman itu seolah-olah melepaskan semua beban yang selama ini mereka bawa. Di dalam ciuman itu, ada kejujuran-kejujuran tentang keinginan mereka, luka mereka, dan harapan yang tak pernah mereka ungkapkan.

Malam itu, di bawah langit malam yang gelap, Alyssa dan Adrian menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar kenangan masa lalu. Mereka menemukan awal dari sesuatu yang baru-sesuatu yang penuh dengan ketidakpastian, tetapi juga gairah yang telah lama hilang dari hidup mereka.

Tetapi di balik api yang baru saja menyala itu, mereka tahu bahwa perjalanan mereka ke depan akan dipenuhi dengan tantangan.

Alyssa dan Adrian berdiri di teras hotel, suasana malam yang sejuk menyelimuti mereka setelah ciuman pertama yang penuh gairah. Hembusan angin lembut menambah ketegangan yang mereka rasakan. Wajah Alyssa memerah, dan dia mencoba mengendalikan napasnya yang cepat. Adrian melihat perubahan pada Alyssa dan merasa dorongan yang sama kuatnya.

"Maaf kalau aku terlalu cepat," Adrian berbisik, menatap mata Alyssa dengan penuh perhatian. "Aku tidak ingin membuatmu tidak nyaman."

Alyssa tersenyum dengan sedikit rasa malu, matanya bersinar dengan perasaan yang sulit diungkapkan. "Aku... aku hanya tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ini terasa... benar, dalam cara yang aneh."

Adrian mengulurkan tangannya, menenangkan dengan lembut. "Kita tidak perlu terburu-buru. Kita bisa membiarkan ini berkembang dengan alami."

Namun, gairah yang membara di antara mereka tidak mudah untuk dikendalikan. Perlahan, tangan Adrian mengalir ke belakang leher Alyssa, menariknya lebih dekat. Alyssa menatap mata Adrian yang penuh hasrat, dan tanpa berpikir, ia melangkah maju, bibir mereka bertemu lagi dalam ciuman yang lebih dalam dan penuh gairah.

Ciuman mereka semakin mendalam, penuh dengan keinginan yang tak tertahan. Adrian membelai wajah Alyssa dengan lembut, jemarinya menyusuri garis rahangnya, sementara Alyssa menggenggam lehernya, merasakannya lebih dekat. Rasa hangat dan kemesraan itu semakin intens, dan mereka saling mengeksplorasi dengan penuh rasa ingin tahu.

Adrian menarik Alyssa ke dalam pelukannya, dan mereka berdiri saling berpelukan, merasakan detak jantung masing-masing yang berdegup cepat. Dengan lembut, Adrian memindahkan ciumannya ke leher Alyssa, menyentuh kulitnya dengan bibirnya yang panas. Alyssa mendesis lembut, merasakan sensasi yang menggoda dari sentuhan Adrian.

Di bawah cahaya remang-remang lampu teras, Adrian dan Alyssa melupakan dunia di luar teras, tenggelam dalam keintiman mereka. Adrian memindahkan tangannya ke pinggang Alyssa, menariknya lebih dekat, dan Alyssa merespons dengan menempelkan tubuhnya pada tubuh Adrian, seolah-olah mereka mencoba menyatu menjadi satu kesatuan.

Sementara itu, ciuman mereka berubah menjadi eksplorasi lebih dalam. Adrian mulai membuka gaun Alyssa dengan lembut, tangan-tangannya menjelajahi tubuhnya dengan penuh kasih sayang. Alyssa menggerakkan tangannya ke dalam rambut Adrian, merasakannya dalam setiap sentuhan.

Setiap gerakan mereka disertai dengan rasa saling menghargai dan kehati-hatian. Mereka memastikan bahwa setiap sentuhan adalah ungkapan dari keinginan mereka, bukan hanya dorongan fisik. Ketika mereka saling melepaskan, nafsu yang membara itu menjadi lebih berani. Adrian menurunkan Alyssa ke sofa kecil di teras, dan mereka terus melanjutkan eksplorasi mereka dengan penuh gairah.

Suasana menjadi semakin intim saat Adrian mengangkat tubuh Alyssa, dengan lembut membaringkannya di atas sofa, dan Alyssa merespons dengan memeluk Adrian lebih erat. Dalam posisi ini, mereka benar-benar merasakan kedekatan satu sama lain, seolah-olah mereka berdua telah menemukan tempat yang aman dari semua luka dan kekecewaan masa lalu.

Ketika mereka akhirnya menyatu sepenuhnya, tubuh mereka bergetar dengan ekstasi dan keintiman yang mendalam. Mereka berusaha untuk menjaga momen ini selamanya, merasakan setiap detik dari kedekatan ini dengan intensitas yang luar biasa. Dalam keheningan malam yang menyelimuti mereka, Alyssa dan Adrian menemukan kenyamanan dan kebebasan dalam pelukan satu sama lain, menyadari bahwa mereka tidak lagi sendirian dalam kesendirian mereka.

Setelah momen penuh gairah tersebut, mereka berbaring bersebelahan di sofa kecil, saling memandang dengan tatapan penuh makna. Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan-hanya rasa saling pengertian yang mendalam dan harapan akan sesuatu yang lebih dari sekadar keintiman fisik.

"Terima kasih," Alyssa akhirnya berkata, suaranya lembut namun penuh perasaan. "Untuk malam ini."

Adrian menggenggam tangan Alyssa dengan lembut, merasakan kehangatan dan kedekatan yang baru ditemukan di antara mereka. "Aku juga terima kasih. Ini adalah awal yang baru-apa pun yang akan terjadi."

Dengan pelukan hangat dan tatapan penuh harapan, mereka saling merangkul di bawah bintang-bintang malam, menyadari bahwa meskipun mereka mungkin belum tahu apa yang akan datang, malam ini telah membawa mereka lebih dekat dari sebelumnya.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ufuk Timur

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku