Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
TIGA RAHASIA

TIGA RAHASIA

Ufuk Timur

5.0
Komentar
2
Penayangan
20
Bab

Seorang ibu rumah tangga yang tampak sempurna menyimpan tiga rahasia besar yang bisa menghancurkan hidupnya. Ketika salah satu rahasia itu terungkap secara tidak sengaja oleh suaminya, kehidupan pernikahan dan keluarganya mulai runtuh, memaksanya untuk menghadapi pilihan yang sulit.

Bab 1 Kehidupan yang Sempurna

Diana menatap keluar dari jendela ruang tamu rumahnya yang megah. Cahaya matahari pagi menyinari halaman depan, memantulkan kilau di atas mobil SUV hitam Adrian yang berkilauan di garasi. Sebuah rumah dua lantai di pinggiran kota, dengan taman bunga yang selalu tertata rapi, kolam renang kecil di belakang, dan ruang tamu yang dipenuhi dengan perabotan mewah. Setiap sudut rumahnya tampak seperti gambar yang diambil langsung dari majalah desain interior. Sempurna.

Di dapur, aroma kopi segar bercampur dengan suara anak-anaknya, Liam dan Ella, yang tertawa ceria sambil menyelesaikan sarapan mereka. Diana tersenyum lembut melihat mereka, dua malaikat kecil yang melengkapi kehidupannya yang tampak tanpa cela.

Adrian, suaminya yang sukses, duduk di ujung meja, mengenakan jas rapi seperti biasanya. Seorang pria yang tidak hanya sukses dalam kariernya sebagai pengusaha properti tetapi juga selalu hadir di sisi keluarganya. Dia tersenyum hangat ketika Diana meletakkan secangkir kopi di depannya.

"Terima kasih, sayang," katanya sambil mencium keningnya ringan.

"Apakah ada sesuatu yang istimewa di kantor hari ini?" tanya Diana, berusaha menjaga percakapan tetap ringan, meskipun ada sesuatu yang jauh di dalam dirinya terasa berat, seperti beban yang sulit dijelaskan.

Adrian mengangguk, mengabaikan sedikit stres yang terlihat samar di wajahnya. "Hanya beberapa rapat biasa. Aku akan pulang agak terlambat malam ini."

Diana mengangguk, meskipun ia tahu bahwa kalimat itu, 'agak terlambat', sudah sering terdengar akhir-akhir ini. Setiap kali Adrian berkata begitu, Diana hanya tersenyum dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya baik-baik saja. Bahwa semuanya... sempurna.

Namun, saat dia memandangi keluarganya, menyaksikan rutinitas pagi yang tenang, Diana merasakan sesuatu yang tidak bisa dia abaikan. Itu bukan sekadar kekosongan biasa. Ada sesuatu yang lebih. Sesuatu yang tersembunyi, menekan di balik dinding keindahan ini. Sebuah bayangan yang bergerak perlahan, hampir tidak terlihat, tapi semakin hari semakin nyata.

Setelah Adrian dan anak-anak berangkat, Diana sendirian di rumah yang tiba-tiba terasa terlalu besar dan terlalu sunyi. Dia berjalan ke ruang tamu, merapikan bantal di sofa meski semuanya sudah terlihat rapi. Dia selalu menjaga rumah ini dalam keadaan sempurna, seperti dirinya, seperti keluarganya. Namun, dia tahu, bahwa tidak semua hal bisa dijaga dengan sempurna.

Diana menatap cermin besar di lorong, memperhatikan pantulan dirinya. Wajah yang cantik, kulit yang terawat dengan baik, rambut hitamnya tertata sempurna. Dari luar, dia adalah definisi ibu rumah tangga yang ideal. Tapi di balik mata yang selalu tampak tenang itu, ada kegelisahan. Ada rahasia yang dia sembunyikan.

Sudah lama dia memendam semua ini, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia menyimpan senyuman untuk Adrian, mencurahkan waktu untuk anak-anak, dan memastikan segala sesuatu berjalan dengan lancar. Namun, saat ini, ketika kesunyian mengambil alih rumah besar ini, pikirannya melayang kembali ke hal-hal yang ingin dia lupakan. Rahasia yang dia sembunyikan begitu dalam sehingga bahkan Adrian tidak pernah mencurigainya.

Diana berjalan ke dapur dan mengambil ponselnya. Ada satu pesan yang belum dibuka. Namanya terpampang di layar, membuat hatinya berdegup kencang. Nama yang sudah lama tidak dia lihat, tapi kini kembali mengusik pikirannya: **Evan**.

Tiba-tiba, semua rasa nyaman yang baru saja dirasakannya lenyap. Napasnya terasa lebih cepat, dan tangannya gemetar saat membuka pesan tersebut.

Aku akan datang ke kota minggu ini. Kita harus bicara.

Sebuah ketukan kecil di dadanya berubah menjadi palu besar yang menggedor dinding ketenangannya. Evan, seseorang dari masa lalunya yang seharusnya sudah terkubur, kembali lagi. Dan Diana tahu, jika dia tidak berhati-hati, rahasia pertamanya bisa terungkap. Rahasia yang bisa menghancurkan kehidupan yang dia bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.

Dia menghapus pesan itu dengan cepat, seperti ingin menghapus jejak keberadaannya. Tapi rasa takut tetap ada. Bukan hanya karena Evan, tetapi juga karena ada dua rahasia lain yang lebih dalam, lebih gelap, yang menunggu untuk muncul ke permukaan.

Kehidupan yang sempurna ini-rumah besar, suami yang sukses, anak-anak yang manis-semua itu hanya ilusi. Di balik setiap senyuman, di balik setiap gerakan tenang, ada tiga rahasia yang dia sembunyikan. Rahasia yang, jika terungkap, akan menghancurkan semuanya.

Diana memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan itu. Namun, dia tahu satu hal: kehidupan sempurnanya sedang berada di ujung tanduk, dan waktu untuk bersembunyi semakin singkat.

Diana berdiri diam di dapur, menatap layar ponselnya dengan hati yang berdegup kencang. Pesan dari Evan masih menghantui pikirannya, meskipun ia sudah menghapusnya. Pikirannya melayang ke masa lalu-ke kenangan yang telah lama berusaha ia kubur dalam-dalam.

Belum lama ia berusaha mengendalikan emosinya ketika suara pintu depan terbuka, diikuti oleh langkah kaki kecil. **Ella** masuk dengan tas sekolah yang hampir jatuh dari bahunya. "Mama!" teriaknya sambil berlari ke arah Diana.

Diana tersenyum, segera merendahkan diri dan memeluk putrinya dengan erat. "Sayang, kenapa pulang lebih awal?" tanyanya, mencoba terdengar normal.

"Papa jemput aku!" Ella melompat ke atas kursi, menjawab dengan ceria. "Dia bilang ada kejutan untuk kita."

Diana mengerutkan kening. Kejutan? Adrian tidak pernah bilang apa-apa pagi ini. Ia melirik ke arah pintu, dan dalam sekejap, Adrian masuk dengan senyuman lebar di wajahnya. "Aku punya sedikit waktu luang sebelum rapat sore, jadi kupikir, kenapa tidak pulang lebih awal dan habiskan waktu dengan keluarga?"

Diana tersenyum, meskipun hatinya bergejolak. "Oh, itu kejutan yang bagus," katanya, berusaha menyembunyikan kegelisahan di balik senyumnya.

Adrian berjalan mendekat, lalu menciumnya ringan di pipi. "Aku merasa kita jarang punya waktu seperti ini," ucapnya pelan. "Kita selalu sibuk dengan pekerjaan, anak-anak, dan rutinitas sehari-hari. Bagaimana kalau kita pergi makan siang di luar nanti?"

Diana mengangguk, meskipun pikirannya masih terganggu oleh pesan dari Evan. "Tentu, kedengarannya menyenangkan," katanya, meski jauh di dalam dirinya, ia merasa terperangkap.

Ella melompat-lompat di sekeliling meja, menyanyikan lagu yang ia pelajari di sekolah. Sementara Adrian berdiri di dekat Diana, dia merasakan kehadiran suaminya yang begitu hangat, begitu penuh kasih. Ini adalah momen yang harusnya sempurna-makan siang keluarga, Adrian pulang lebih awal, senyuman di wajah anak-anak mereka.

Namun, ada ketegangan yang Diana rasakan, seolah semua kebahagiaan ini rapuh dan bisa hancur dalam sekejap. Saat Adrian memeluk pinggangnya, bisikan lembut terdengar di telinganya.

"Kamu kelihatan sedikit aneh hari ini. Ada sesuatu yang terjadi?"

Diana terkejut, dan dengan cepat menutupi kegelisahannya. Dia tersenyum, meski terlalu cepat dan sedikit kaku. "Tidak, aku baik-baik saja. Mungkin hanya lelah."

Adrian memandangnya sejenak, lalu mengangguk, meskipun Diana bisa melihat ada sedikit keraguan di matanya. "Kalau begitu, kita bisa santai saja hari ini. Jangan terlalu memaksakan diri, oke?"

Diana tersenyum lagi, kali ini sedikit lebih tulus. Namun, di balik senyuman itu, pikirannya kembali ke pesan yang telah ia hapus. Pesan yang seharusnya tidak pernah muncul. Rahasia yang seharusnya tetap terkubur.

Setelah Adrian dan Ella sibuk di ruang tamu, Diana kembali mengambil ponselnya dan membuka galeri pesan. Tidak ada lagi tanda-tanda pesan dari Evan. Seolah-olah dia tak pernah menghubunginya. Namun, jantung Diana terus berdebar.

Adrian memanggilnya dari ruang tamu. "Diana, mau nonton film bersama anak-anak?"

Dia menoleh dan tersenyum, berusaha terlihat seolah semuanya normal. "Tentu, aku segera datang."

Ketika dia berjalan menuju ruang tamu, satu pikiran terus berputar di benaknya. Seberapa lama lagi dia bisa menyembunyikan semuanya? Seberapa lama lagi rahasia ini bisa disimpan sebelum segalanya hancur?

Dan seberapa besar Evan akan menghancurkan hidupnya jika dia tidak melakukan sesuatu?

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ufuk Timur

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku