Dista Sekar Wulandari, gadis berusia 22 tahun yang tengah mengejar semester akhir dan berjuang untuk bisa magang di perusahaan Garda Corporindo. Kesalahan Dista sebelum menjadi karyawan magang, membuatnya terjun ke dalam jurang kehancurannya. Satya Garda Hartono, pria yang sangat bodoh dan tidak berprikemanusiaan. Awal bertemu saja sudah membuat mulut Dista gatal untuk mengatainya. Dan karena kesalahannya itu membuat Dista menjalani hukuman di hari pertama magang. Pertama, di bodohi bosnya untuk bertemu klien penting yang ternyata itu masih saudarnya, bahkan tidak usah meeting kirim e-mail saja beres. Kedua, menjadi pacar pura-pura bosnya yang berujung Dista kehilangan segalanya. Satya menidurinya karena obat perangsang yang di campurkan terhadap minumannya oleh wanita yang tergila-gila kepadanya. Dan berakhir, Dista yang menjadi korban, wanita itu kehilangan segalanya. Kesuciannya, harapannya, plan hidupnya, semuanya hilang saat malam itu.
"Gak usah lebay! Kaya mau di tinggal kemana aja." Dengan sembrono Dista menghapus kasar air mata Sukma, temannya.
Singkat cerita, Dista berhenti kerja menjadi ART seperti plannya 2 tahun yang lalu. Pergi ke Jakarta, ngumpulin uang, dan yang paling penting mencari pekerjaan yang banyak waktu luangnya. Dan Dista memutuskan untuk menjadi ART, toh dia hanya lulusana SMP.
Dan sekarang, setelah 2 tahun lamanya bekerja dengan keluarga Hartono, Dista berhasil mengumpulkan uang sembari mengambil paket C dan sekarang dia sudah kuliah semester akhir.
Selama bekerja Dista tak pernah yang namanya weekend-nan, yang Dista lakukan hanya belajar belajar dan belajar. Waktu luang bagi Dista itu seperti sebongkah berlian. Sangat berarti.
"Awas aja kalo ngelupain aku!" Sukma menepuk pelan bahu Dista. "Gak akan." Balas Dista dengan tangan yang sibuk membereskan baju dan barang-barangnya.
"Tinggal pamit sama bu Ajeng doang." Gumam Dista.
"Yaudah cepetan! Keburu malem, katanya besok hari pertama magang." Seru Sukma. Dista hanya mengangguk setuju.
Berkat bantuan sepupunya yang sekarang sudah menjadi karyawan tetap di salah satu perusahaan properti, dia bisa magang disana. Dan dia langsung di terima karena sepupunyalah yang memeriksa resume miliknya.
*****
"Saya pamit ya bu, dan terimakasih juga sudah memperkerjakan saya selama ini." Dista sedikit membungkuk sebagai tanda pamit hormat.
"Yha... padahal anak saya akan pulang hari ini, kamu bisa bekerja di kantor dia kalo mau!" Ajeng berseru dengan semangat saat ide itu terlintas di otaknya.
Dista tersenyum kikuk merasa tak enak, "gak usah bu, kan saya jadi gak enak kalo harus ngeropotin bu Ajeng terus. Lagian saya udah keterima magang kok."
Dengan raut wajah kecewa, Ajeng menyerah menahan Dista untuk mengubah keputusannya. "Tapi kamu jang lupain saya ya! Kamu boleh kok main kesini kalo waktu senggang."
"Nanti saya usahakan bu." Ucap Dista dengan senyum manis. Ajeng menarik Dista kedalam pelukannya tiba-tiba, tentu Dista terkejut tapi setelah itu ia biasa dan membalas pelukan Ajeng.
"Kamu itu udah saya anggap anak sendiri tau, bahkan tadinya saya mau jodohin kamu sama anak saya. Biar bisa jadi putri saya beneran, menantu juga sekalian!" Seru Ajeng setelah melepaskan pelukannya, wanita paruh baya itu megatakannya dengan serius dengan kekehan kecil.
Tapi bagi Dista, itu hanya candaan yang tak memungkinkan untuk menjadi kenyataan. Dista cukup sadar diri, dia hanya gadis biasa dari kampung dengan seribu harapan.
****
Dista sudah sampai di rumah sewaannya. Rumahnya minimalis, dan sangat gelap. Kemana sepupunya pergi? Dista menyalakan ponselnya untuk melihat jam. Ternyata sudah hampir tengah malam, jam setengah 12.
"Kemana lagi tuh anak!" Dengan cepat Dista megetikan nama sepupunya untuk di telfon.
Tut! Tut!
"Panggilan anda sedang di luar jangkauan. Cobalah sesa-"
Bip.
"Ck! Gak mungkin belum pulang kerja jam segini." Decak Dista dengan penuh kekesalan. Masalahnya ia tak tau kunci rumahnya dimana, atau bahkan Linda- sepupunya membawa kunci itu.
"Mana harus bangun pagi lagi!" Sungguh Dista tak mau ada kesan buruk di hari pertama kerjanya. Seperti telat contohnya.
Awas aja, kalo sampe Linda lagi asik main sama temen-temennya udah pastikan nanti pulang ia eksekusi. Tapi tak berselang lama ponselnya berbunyi, tapi bukan telpon melainkan notifikasi whatshaap.
Lindakatanyacantik :
Gue di starlight, gue sherlock ya!
Sherlock- jln. Permata No. 09
Yang di depan butik!
Dista menghela nafas gusar, sudah ia duga pasti Linda sedang bermain dengan teman-temannya. Padahal Linda sama seperti dengannya sama-sama berasal dari kampung. Mungkin bedanya Linda cepat upgride sedangkan dirinya tidak.
Dari gaya bicaranya dan fashion, jelas Linda mengikuti anak Jaksel sok ke-kotaan. Sedangkan Dista, dia punya ciri khas tersendiri, logat jawa tipis-tipis dan penampilan Netral, gak terlalu mentereng tapi tidak norak juga.
"Harus banget nyusul gitu?" Ia entah bertanya kepada siapa, yang jelas ia lelah dan butuh istirahat.
****
"Club?!" Mata Dista hampir keluar saat sampai di alamat yang Linda berikan
Dengan gerutuan dan umpatan untuk Linda, Dista bergegas masuk. Di depan pintu ada dua orang security dengan badan seperti kingkong, siapapun akan langsung menciut melihatnya.
Tapi Dista biasa aja. Toh, sama-sama makan nasi, dan tercipta dari tanah.
Dua orang security itu menhadang jalan Dista, "maaf, boleh tunjukan KTP, karena banyak sekali anak remaja yang berdandan seperti kamu." Seru salah satu Security.
Dista menatapnya tak percaya, memang tinggi dia terbilang minim tapi baru kali ini yang menyangka dia seorang remaja. Entah harus senang atau tersinggung.
"Saya ini sudah 20 tahun, saya sudah kuliah dan sudah bekerja!" Ucap Dista dengan penuh penekanan di setiap katanya.
"Kita perlu bukti." Seru security itu dengan menatap Dista curiga.
Dengan kesal Dista mencari dompetnya di tas sling bag yang ia pakai. "Ck! Ribetin aja!" Gerutunya kesal.
"Nih! Jelaskan! Gak tau apa lagi buru-buru!" Kesal Dista setelah menunjukan KTP-nya.
Dua security itu hanya tersenyum kikuk, "lagian mbaknya kaya anak SMA sih, kecil banget." Dista mendelik kesal.
"Kalian itu muji saya atau ngejek hah! Pencemaran nama baik loh! Mau saya ajuin ke pengadilan!"
"Bercanda mbak, jangan serius! Yok masuk yok!" Temannya itu langsung menggiring Dista ke area Club untuk tidak memperpanjang masalah.
Tapi tetap saja Dista kesal, "udah! Saya bisa jalan sendiri!" Security yang mengantarnya langsung kembali ke depan.
"Tempat setan!" Gumam Dista dengan raut wajah tak suka. Banyak sekali orang yang berjoget ria seolah badannya itu seringan kapas. Music berisik, dan bau alkohol, tentu itu semua sudah Dista bayangkan sebelum masuk ke tempat seperti ini.
"Ck! Dimana lagi tuh orang!" Matanya menelusuri setiap tempat yang sangat padat dengan human, "astaga Linda!" Dista menutup mulutnya terkejut saat melihat Linda sedang berjoget dengan pria di sekelilingnya.
Dengan cepat Dista berjalan menghampirinya. Dengan satu tarikan Linda berhasil keluar dari kerumunan, matanya sayup-sayup menatap seseorang yang menariknya, lalu setelah itu dia tertawa.
"Huwaaa... Dista! Akhirnya lo datang juga, gue di putusin sama Dion! Hiks... hiks..." Dista menatap garang sepupunya yang sudah mabuk berat.
"Sadar Linda! Kamu mau aku bilangin tante Rina hah!? Ngapain ketempat beginian!" Dista mengguncang tubuh Linda agar sadar.
"Hiks... kenapa lo marahin gue! Hiks... gue itu lagi sedih..." Dista hanya memutar bola matanya malas saat Linda merengek dan menangis.
"Huhh... disini lo rupanya Lin!" Dista melirik pria di sebelahnya yang memanggil nama sepupunya.
Wajahnya langsung berubah garang, "Siapa kamu? Kamu yang namanya Dion? Kamu apakan adek saya?" Pria di sampingnya tentu kaget dan sedikit takut dengan spontan ia menggelengkan kepalanya pelan.
Memang, Dista mode marah langsung menjelma singa. Sedangkan Linda sudah berada di dalam pelukannya dengan gumaman tak jelas.
"Bu-bukan, gue bukan Dion, nama gue Leo temennya Linda. Salam kenal kakaknya Linda." Leo mengulurkan tangannya ke arah Dista dengan senyum kikuk, ia masih ter-kaget kaget.
"Kamu yang ngajakin Linda kesini?" Dengan cepat Leo menggeleng lagi. "bukan, Linda yang ngajak saya kesini kak." Sumpah demi apapun tatapan Dista menurut Leo lebih seram daripada matannya boneka mampang yang besar dan berkedip-kedip.
"Bantuin saya mapah Linda." Dengan gerakan cepat Leo langsung berpindah ke sebelah kanan Linda. Setiap kata yang keluar dari mulut Dista, seperti perintah bukan pilihan.
"Loh... ngapain Kalian disini?" Langkah mereka terhenti saat ada pria tinggi dengan setelan jas yang sedikit kusut.
"Heheh... i-iya pak..." dengan canggung Leo menjawab, Dista hanya menatap bingung pria di sebelah Leo.
*****
Hii... ini cerita baru aku, koment yah!!
Buku lain oleh Aliannaxsya
Selebihnya