Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Di tinggal Nikah

Di tinggal Nikah

Aliannaxsya

5.0
Komentar
249
Penayangan
5
Bab

Adult-Romance Pria yang baru saja Savana kenal bagai malaikat bersayap yang selalu menolongnya. Tapi bukan itu yang ia harapkan. Hatinya tetap memihak Arka, sanga mantan pacar yang sekarang menjadi suami sahabatnya. "Kau memang di takdirkan untuk bersamaku." Ucap Aiden tenang. "Tidak! Aku akan tetap bersama Arka!" Sahut Savana tetap mempertahankan egonya. "Dengan, merusak hubungan mereka?" Sinis Aiden dengan senyum meremehkan. Itu adalah pertanyaan sarkasme dari Aiden untuk dirinya. Ia benci dengan perasaan itu, perasaan tidak enak untuk merebut kembali calon suaminya Arka. Jelas-jelas Jenni temannya yang salah karena merebut Arka dengan segala cara, bahkan ia rela mengandung anak dari Arka. Padahal jelas-jelas dia model yang makan saja salad setiap harinya. Dan bodohnya lagi, Savana terlalu baik dan pemaaf untuk wanita licik seperti Jenni. The real, musuh kita orang terdekat kita. Bagaimana Savana menyikapi itu semua. Antara teman, cinta, juga perasaanya. Lalu siapakah yang akan Savana pilih, Arka cinta pertamanya. Atau Aiden, pria yang selalu ada jika ia membutuhkannya.

Bab 1 Club dan pria asing

"Maaf aku harus bertangung jawab atas kehamilan Jenni, kau tau itu... maksud ku anak ini perlu seorang ayah bukan? Kau pasti mengerti sekarang situasi ku seperti apa." Pria bernama Arka itu menatap dalam wanita di depannya, wanita yang seharusnya menjadi istrinya bulan depan.

Jelas ia sangat bersalah terhadap tunangannya itu, terlihat jelas wajah wanitanya yang penuh kekecewaan. Terlebih wanita di sampingnya ini adalah sahabat tunangannya, sungguh semua ini terjadi karena kesalahannya dan ia harus menanggung semuanya, bertanggung jawab dan meninggalkan wanita yang ia cintai.

Menyedihkan bukan, sebenarnya jika mencari jalan tengahnya, masih ada kesempatan baginya untuk menikahi tunangannya itu, tapi jika di bilang susah memang sangat susah keadaanya sungguh semuanya seperti mendukung keadaan.

Misalnya, seperti ibunya yang sangat bahagia dengan pernikahannya dengan Jenni.

Memang sejak dulu ibunya tidak menyukai Savana tapi tenang ayahnya bisa menaklukan ibu-nya itu, dan lagi ibu-nya memang sudah sangat lama memaksanya cepat-cepat menikah karena ingin segera menimang cucu.

Alasan ibunya tidak menyukai Savana hanya karena wanitanya itu seorang wanita karier, dan lagi masih muda tentu tidak berfikir cepat-cepat mempunyai anak. Begitu fikir ibu-nya.

Dan begitu masalah ini terjadi ibu-nya itu langsung menyukai Jenni dan menerima calon cucunya yang berada di kandungannya, sedangkan Savana... dia tentu di lupakan oleh calon ibu mertuanya itu, maka Arka sungguh sangat merasa bersalah hingga tak tau apakah ia pantas mendapatkan maaf dari wanita baik seperti Savana.

"Selamat atas pernikahanmu dan juga calon anak baby kalian..." Savana menatap Arka dan Jenni bergantian, sahabatnya itu terlihat tak bersalah sama sekali bahkan ia dengan tak tau malunya bergelayut manja di lengan Arka.

Arka memang merasa risih tapi jika ia mengelak maka Jenni akan marah karena itu keinginan anaknya begitu alasannya, Savana hanya bisa tersenyum miris saja, tak ingin berlama-lama Savana langsung pamit undur diri.

"Maaf sekali lagi Vann..." lirih Arka dengan wajah memelas, tapi Savana sama sekali tidak menghiraukannya.

"Aku pamit... sekali lagi..." Savana menarik nafasnya dalam-dalam berusaha se-tegar mungkin, wajahnya mendongak dan memberikan senyum termanis ke arah mereka, "selamat atas pernikahannya."

'Dan juga selamat atas kehancuran diriku sendiri.' Lanjutnya dalam hati. Setelah itu Savana berbalik dengan bersamaan senyumnya yang menghilang seketika, ia berjalan cepat agar bisa pergi menjauh dari kebahagian mereka yang tentu sangat menyedihkan bagi dirinya.

"Thank you... Savana kau selamanya akan menjadi sahabat terbaik ku!!" Pekik Jenni sedikit kencang, karena punggung Savana yang kian menjauh.

"Kau gila ya!?" Pekik Arka cukup keras.

Dan itu semua Savana mendengarnya, tapi ia pura-pura tuli, sungguh semenyedihkan itu kah kisah cinta-nya? Saking kalutnya dia berjalan tak melihat-lihat, hingga menubruk badan seseorang.

Brukk!!

"Ah! Sorry!!" Pekik Savana cepat, pria itu tak menjawab dan Savana tak peduli toh dia juga sudah meminta maaf.

*****

Disinilah Savana berakhir, duduk seorang diri di meja VVIP paling pojok, dan jangan lupakan mejanya yang penuh dengan botol-botol alkohol berbgai macam merk-nya. Tiga botol sudah habis tak tersisa dan dua botol lagi masih tersegel, dan yang berada di tangannya ini botol keempat tinggal setengahnya.

Tanpa mengunakan gelas sloki Savana langsung meminumnya dari botolnya langsung.

"Hahaha... betapa bodohnya aku... hiks... kehilangan seorang kekasih dan juga sahabat... hiks..." racaunya dengan mood tak teratur, kadang senang tertawa kadang juga sedih sembari menangis sumbang.

Sebenarnya Savana sangat payah dalam hal minum, tapi karena fikirannya yang sedang kalut ia minum tanpa henti. Biasanya akan ada Arka kekasihnya yang menjemputnya atau Jenni sahabatnya, tapi sekarang....? Tak ada lagi.

Jika memikirkan masalah itu kadang Savana ingin sekali tertawa geli, sungguh sebercanda itukah takdir? Apa dia juga tak boleh bahagia? Dari pertemanan, hingga hubungannya semuanya hancur... bahkan keluarganya.

Semuanya seperti senang melihat dirinya sangat menyedihkan.

Dengan kesadaran yang minim, Savana meraih botol minumannya lagi, membukanya menggunakan alat pembuka, setelah itu dia menenggaknya hingga tandas dalam satu tegukan.

Tlak!

Suara gesekan meja kaca dan botol kaca nyaring begitu keras, beruntung tidak pecah juga. Wajahnya sekarang benar-benar merah, perpaduan efek alkohol dan marah serta kekecewaan. Mata gadis itu menatap kosong ke arah dance floor yang banyak sekali orang-orang yang menari tanpa beban, tapi... dia sama sekali tidak tertarik.

Sekarang dia berfikir, tujuan dia hidup sekarang untuk apa? Dia seperti anak burung yang baru saja lahir dan di tinggalkan di kandang ayam. Merasa berbeda dengan kehidupan orang lain, dan sangat kesepian.

Untuk Arka... pria-nya dulu itu, membuat Savana mengerti caranya memahami dan berbaur dengan orang lain, pelukannya yang hangat selalu menenangkannya saat dia sedang banyak masalah, jangan lupakan setiap kata yang keluar dari mulut pria itu selalu membuatnya tenang dan percaya semuanya akan baik-baik saja.

Tapi sekarang.... dia yang menghancurkan dirinya dengan segala-nya, bukan hanya ucapan saja, tapi semunya.

"Arka...." lirih Savana tiba-tiba, matanya menyipit seperti melihat sosok pria bertubuh tinggi sedang melangkah ke arahnya dengan jas hitam dan tatanan rambut yang rapih. Apakah Arka-nya kembali, pria-nya akan menikahinya bukan?

Dengan senyuman cerah Savana bangkit dari duduknya dan melangkah tergesa-gesa ke arah pria-nya itu, bahkan ia tak sadar beberapa botol di mejanya terjatuh dan remahan beling itu mengenai kakinya. Tanpa memperdulikan itu semua, Savana berlari dan langsung memeluk Arka-nya.

"Kau akan menikahi ku bukan? Kau tak mungkin menikahi sahabat ku!! Kau bilang mencintai ku dan akan seterusnya begitu...." Savana memejamkan matanya dengan mulut yang terus berceloteh, meskipun rasanya sedikit berbeda tapi ia merasa nyaman berada di dekapannya.

"Lepaskan pelukanmu!!" Samar-samar Savana mendengar perkataan penolakam pria yang tengah ia peluk, tapi ia tak memperdulikan itu.

Dengan kesadaran yang sangat minim, Savana mendongak dan menatap wajah pria itu, ia sedikit mengernyit karena kerutan dahi pria itu dan matanya yang berkilat marah. "Kau tak mau memeluk ku lagi? Kau sudah tak mencintai ku hah? JAWAB BRENGSEK!!?" Savana memberontak di dalam dekapan pria itu.

Pria itu menjadi panik seketika saat semua orang menatap-nya seolah dia penyebab wanita di dekapannya mengamuk.

"Diamlah wanita pemabuk!" Geram pria itu, ia menarik lengan wanita yang tiba-tiba memeluknya bahkan setengah menyeretnya.

Pria itu membawanya ke lorong sepi dan gelap hanya terdapat cahaya dari satu arah, dengan pandangan yang mulai kabur Savana menatap kearah sekitar.... benar-benar kosong dan tidak ada orang.

"Kenapa? Kau takut? Mana ocehan mu yang sangat berisik itu wanita mabuk?" Sinis pria itu dengan langkah mendekat dan memojokan Savana, wajahnya tidak begitu jelas hanya saja dari suaranya ia dapat mendengar senyum meremehkan.

"A-arka..." lirih Savana dengan nafas tercekat, entahlah ia masih menganggap bahwa pria di depannya itu Arka.

"Sayang sekali aku sangat membenci nama orang lain ketika kita sedang berdua nona," Pria itu menyentuh bahu polos Savana mengitarinya ke leher hingga berhenti di bibir merah tipisnya.

Mata mereka bertemu, pria itu menatapnya dengan dalam seolah tengah memperhatikan garis wajah milik Savana, mata coklatnya yang terang dan kulitnya yang putih susu.... 'wanita ini sangat sempurna' batin pria itu.

"Aku Aiden... tolong ingat nama ku." Savana mengerjap beberapa kali seolah mencari kesadaran dan mengerti apa yang pria itu ucapkan.

Entah dorongan darimana bibir mereka sudah menyatu entah siapa yang memulai, pria yang bernama Aiden itu terkekeh kecil di sela-sela ciuman mereka saat sadar wanita dia hadapnnya itu sangat amatir.

Savana begitu kewalahan menerima pangutan dari pria itu... tanngannya sudah berada di leher Aiden, ia meraup rambut belakang Aiden yang sangat halus, seperti ada gelayaran aneh dari perutnya saat ciumannya semakin dalam.

Merasa nafas wanita di hadapnnya yang menipis, Aiden melepaskan pangutannya, ia mengusap bibir wanitanya yang basah karena dirinya. Ia tersenyum melihat wajah menggemaskan wanita di hadapannya yang terlihat kebingungan dengan mata membulat.

"It's your first kiss?" Tanya Aiden penasaran.

*****

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Aliannaxsya

Selebihnya
Jodoh yang tak terduga

Jodoh yang tak terduga

Romantis

5.0

Camila seorang wanita yang dulunya sangat mengidambakan menjadi model. Menurutnya jalan di catwalk dan bertemu banyak orang akan membuat aura dirinya lebih pekat. Tapi sayang itu semua hangus dalam sekejap mata. Keluarganya yang hancur karena kebangkrutan lalu luka yang berada di wajah Camila tepatnya di pipi kirinya membuat ayah dan ibunya bertengkar karena ingin operasi plastik untuk Camila ,sedangkan sang ayah Darren sudah tak memiliki apapun. Dan itu semua membuat Camila muak dan pergi dari rumah. Dia selalu menutupinya menggunakan masker. Saat dia bingung ingin pergi kemana, tiba-tiba ada mobil yang tak sengaja menyerempet dia. Bangun-bangun dia menemukan seorang wanita yang mungkin lebih tua darinya sekitar 3-4 taunan. Dia Riana, tak di sangka tuhan mempertemukan dia untuk Camila menjadi sebuah keberuntungan. Dia seorang psikolog, saat dia menceritakan semua masalahnya dari keluarga, hingga awal mula adanya luka yang di wajahnya itu, menurut Riana Camila mengalami gejala PTSD, dan kemungkinan besar itu berasal dari luka di wajahnya. Camila mulai kesusahan dengan gejala itu karena itu sangat menggangunya dengan pekerjaannya. Jika sedang kambuh dia akan berhalusianasi seperti yang ada di otaknya dan untuk kembali normal lagi keinginannya harus terpenuhi. Dia semakin sedih karena luka di wajahnya itu, meskipun tertutupi oleh make up yang dia racik sendiri tapi tetap saja itu menghambatnya dengan pekerjaanya. Hingga suatu hari dia di terima di perusahaan ternama dan beruntungnya dia menajadi perias model, betapa senangnya Camila saat itu. Namun sayang, setelah dia bertemu dengan CEO perusahaan itu yang bernama Reon semuanya jadi kacau karena PTSD nya kambuh dan menyebabkan masalah banyak hal. "Aku kekasih mu!" Tegas Camila. "Saya sama sekali tidak mengenal mu!" Sinis Reon.

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku