Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terpaksa Nikah SMA

Terpaksa Nikah SMA

SiCebol

5.0
Komentar
2.8K
Penayangan
22
Bab

Mila pikir kehidupan rumah tangganya akan berjalan seperti apa yang ia impikan. Memiliki suami tampan dan kaya adalah sebuah bonus selain dihargai dan dicintai sebagai seorang wanita. Tapi... Rasa-rasanya Mila harus berpikir ulang tentang kebahagiaan yang ia hayalkan. Karena ternyata Arjuna telah memberinya cinta sekaligus luka yang menyakitkan. Ingatan Mila ditarik pada kejadian yang membuat hati patah hingga tak sanggup lagi ia rangkai ulang. Ingatan hari itu membuat Mila membuka mata lebar-lebar bahwa apa yang ia harapkan tidak mungkin jadi kenyataan. Pernikahan itu terjadi karena Mila HAMIL... masalah demi masalah terus ia hadapi, hingga ia berada di satu titik antara mempertahankan atau melepaskan.

Bab 1 Tak Lagi Sama

"Keluar Kamu dari rumah saya!" bentak seorang pria paruh baya sambil menatap nyalang ke arah putrinya.

Gadis itu menangis histeris. Air matanya tak mau berhenti membasahi pipi putihnya, yang kini bersemu merah karena sempat menahan tangis.

"Maafin Mila, Ayah. I-ini bukan kemauan Mila," jelasnya, masih tersedu-sedu.

" Saya tidak mau nama baik keluarga ini tercoreng, dari sekian banyak keluarga besar ayah, satu pun tak ada yang muka tembok seperti kau! Lebih baik kamu pergi dari sini sekarang juga, jangan buat saya merah padam, paham! " Tunjuk sang ayah kepada Mila yang sedari tadi, menangis histeris di bawah kakinya.

Mila kemudian menoleh ke arah wanita paruh baya yang hanya diam sembari menangis, wanita itu syok mendengar kabar bahwa anak semata wayangnya tengah mengandung. Padahal putrinya itu masih bersekolah dan tak pernah terlihat dekat dengan lelaki mana pun. Orang tua mana yang tak akan kecewa bila anaknya melakukan hal menjijikkan seperti itu.

"Bunda ... dengerin Mila, Bun. Mila gak salah, i-ini kesalahan." Mila menunduk dalam, hingga air matanya berjatuhan ke lantai.

Wanita yang dipanggil bunda itu hanya diam tak mampu berkata-kata. Ia sangat syok mendengar kabar mengejutkan yang menimpa putrinya, ia bahkan tak tahu harus bereaksi seperti apa. Kekecewaan sudah terlanjur memenuhi hatinya.

"Mau membela diri lagi? Sekarang juga, angkat kakimu dari rumah saya. Cepat!"

Mila berdiri dari duduknya. Percuma saja ia menjelaskan panjang lebar kepada orang tuanya, mereka tidak akan pernah percaya. Mila pun melangkah keluar dari rumah keluarga Gilbran Aditama.

Berat bagi Mila untuk melangkah keluar dari rumah yang sudah tujuh belas tahun ini ia tempati, kenangan manis bersama kedua orang tuanya kembali berputar memenuhi otaknya. Berjalan menyusuri jalan raya di tengah gelapnya malam, tanpa tahu tujuan. Semua kemewahan yang Mila miliki, kini hilang sudah, teman-teman yang mengerumuninya dulu pun satu per satu mulai berpaling membelakanginya.

Mila menangis tersedu -sedu, rambutnya menari-nari kecil ketika diterpa angin malam yang kian dingin hingga menusuk ke tulang. Di halte bus, Mila berhenti. Sekadar demi melepas penat setelah jauh berjalan. Satu per satu bulir hujan jatuh membasahi bumi, seakan ikut menangis meratapi nasib Mila.

Pandangannya memburam ditutupi air mata yang tak henti-hentinya meluncur dari pelupuk mata Mila, ia sakit hati dan terluka, ia putus asa dalam keheningan malam yang sunyi. Tidak ada sandaran dan dekapan hangat penguat lara.

"Mila?

Seorang gadis berpakaian kasual dan berambut panjang, menepuk pelan pundak Mila yang sedang duduk termenung.

Mila mendongkak menatap wajah gadis yang menepuk pundaknya tersebut.

"Aina?"

Aina segera duduk di samping Mila. Tatapan bingung pun ia berikan pada Mila yang saat ini terlihat begitu berbeda dari biasanya.

"Kamu ngapain malam-malam di sini sendirian, Mila?"

Tiba-tiba Mila memeluk erat tubuh Aina sambil menangis. Aina semakin dibuat bingung. Bagaimana tidak? Gadis di sampingnya ini adalah sosok yang ceria, tapi bagaimana bisa dia sampai menangis pilu seperti ini?

Aina mengelus pundak Mila lembut. "Mil, kamu kenapa? Kalau kamu mau nangis, nangis aja, gak usah ditahan," ucap Aina, mencoba memahami keadaan sahabatnya.

Mila menurut. Seiring meredanya tangisan Mila, hujan justru semakin deras dengan ditambah suara guntur yang memekakkan telinga, membuat siapa saja enggan untuk keluar dari persemaian.

Mila menatap Aina sendu. "Aku hamil, Na ... ."

"Ap-apa?" Aina terkejut. Ia tak menyangka jika temannya, Mila, yang terlihat gadis baik-baik ternyata kini telah mengandung. Terus, sekarang kamu gimana?"

"Ayah ngusir aku dari rumah. Mona dan yang lainya gak mau nolongin aku." Pipi Mila kembali dibasahi air mata.

"Yang sabar, ya, Mil."

"Gimana kalau kamu tinggal di rumah aku aja? Aku tahu, rumahku jelek. Mungkin, kamu gak akan betah, tapi untuk sekarang kamu boleh tinggal denganku."

Mila menatap intens wajah Aina yang tersenyum lebar kepadanya. Mata Mila berkaca-kaca, ia senang sekaligus bingung, bagaimana bisa Aina menawarkan bantuan dengan mudah, padahal mereka tidak terlalu dekat. Sementara teman dekat yang selama ini Mila banggakan? Tak ada satu pun yang mau membantu, di saat Mila susah seperti ini. Mila merasa sesak saat mengingat kenyataan tersebut.

"Tapi Na, aku nanti nyusahin kamu."

"Gak papa, kok. Yuk! Kita ke rumahku. Aku rasa ... hujannya gak mau berhenti." Aina berdiri memegangi payung dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kananya terulur pada Mila. Mila menyambut uluran tangan Aina dengan haru, mereka pun berjalan bersama dan hilang di kegelapan malam.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku