Terpaksa Nikah SMA
rumah Aina. Sangat jauh berbeda dengan rumah Mila, bahkan kamar pembantunya lebih besar dari rumah ini, tapi Mila sangat bersyukur, seti
amu ko
ku kecil banget, beda
u yang gak enak sama kamu, k
u seneng banget dan sekara
u gak tau lagi gimana caran
luarga kamu kasih ke aku, Kalo bukan karena kalian,
dup kita dan lupakan masa lalu.
i kelingking Aina. Mereka tertawa bersama. Mila bersyu
aja atas dasar bujukan dari Mila. Mila prihatin karena Aina, dulu sering menjadi korban bullying, jadi Mila menyuruh Aina untuk
" Mila mengucek-ngucek matanya, kemudi
atas meja kayu berukuran 4×4 Meter di tengah
sesederhana itu, tapi cepat-cepat Mila mencicipi hidangan tersebut. Mila merasa
stru masakan itu sangat enak menurutnya. Apalagi sambal terasi yang Aina buat sungguh leza
ana-mana, kok." Aina menertawakan kelakuan Mila. Menurutnya i
il, kamu g
aat. "Aku gak tah
, yang akan mendapat beasiswa. Kamu mau coba?" Aina cepat-cepat menutup mulutnya. Lalu merutuki
kan maksud aku bu
ringan. "Nggak pa-pa, tenang aja. Ngo
kamu suka. Aku ki
aku habis sepir
ng dulu ya, Mil, kamu b
an cuci piring, aku juga bisa." Mila mengedi
temukan dengan orang baik seperti Aina, sejujurnya dari dulu Mila mengagumi Aina, gadis itu selalu mendapat peringkat satu padahal dia hidup sendiri. Hal itulah
nding terbalik dengan kehidupan Mila dulu. Mila memandang langit-langit kamar, sambil mengusap perutny
alian mengusir Mila seperti ini." Mila kembali membuka mata, i
enjilat seperti Mona. Mila sungguh menyesal. Kini, penyesalannya sudah
tertutup tirai itu, ia memanggi
anya Aina yang hanya menyembulka
p temanya itu, apa yang Aina
terkejut. Sini masuk." Tangan Mil
mping Mila yang
i buruk," ujar Aina merapatkan kedua telapak ta
Nih, tidur di sini," Mila menepu
hkan tubuhnya di samping Mila,
" ujar Aina, matanya masih setia men
ngerin, kok," jawab Mila m
gis." Aina mengisyaratkan luka di wajahnya yang semakin sendu. Mila diam mendengarkan, sa
tuaku datang sampai larut malam, tapi tidak ada tanda-tanda kalau mereka akan datang. Aku putus harapan. Saat aku keluar, rasanya sama saja. Aku kembali merasakan kesendirian. Uang tabunganku menipis, sampai akhirnya aku melamar pekerjaan di kafe b
ngatan di sana. "Yang sabar, Na. Makasih karen
ikut tes itu juga, 'kan?" Mila mengangguk. Aina menyampingka
t jadi dokter sepertinya gak bakalan ke
kecil harus terhenti karena keh
Dia di sisi kamu," lanjut Mila menyemangati dirinya sendiri.