Cinta yang Tersulut Kembali
Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Tangis bayi berusia empat bulan membangunkanku dari tidur nyenyak malam ini.
"Ada apa, Dek?" Tanyaku pada wanita yang dengan sigap membawa Adel, anak perempuanku kedalam dekapannya.
"Adel panas, Mas." Lirihnya menatapku khawatir.
"Apa kita bawa ke dokter saja, Dek?" Tanyaku ikut khawatir memandang bayi mungil yang terlihat berbeda dengan bayi lainnya. Lengan kecilnya keriput menandakan betapa kurusnya anakku.
Lengkingan tangis anakku menggema di seluruh ruang kamar. Tari, istriku mencoba untuk mengASIhi Adel meski Adel terus menolak.
"Nanti saja, Mas. Sekarang minum obat yang ada dulu nanti ku bikinkan susu mungkin Adel akan diam." Jawab Tari dengan gelagapan. Terlihat wajahnya menyiratkan kekhawatiran dan ketakutan berlebih saat aku akan membawa Adel ke rumah sakit.
"Sebentar ya, Mas aku ambilkan susu dulu." Tari bergegas pergi ke dapur untuk mengambilkan Adel susu.
Memang selama ini ASI tari kurang lancar sehingga aku memberikan tambahan sufor untuk memenuhi kebutuhan Adel.
Tidak berselang lama Tari datang dengan membawa sebotol susu di tangannya dan memberikannya pada Adel yang langsung diam menikmati susu yang di buatkan Tari. Dahiku menggernyit melihat susu yang di bawa istriku, terlihat lebih bening dari biasanya.
"Air apa itu, Dek?" Tanyaku dengan memandang heran botol yang sedang di sesap Adel.
"Ini, air Susu, Mas." Jawab Tari dengan sedikit gugup tanpa mau melihatku.
Setelah meminum susu dan meminum obat Adel kembali tertidur. Tari begitu telaten menjaga Adel bahkan kali ini Adel di tidurkan di sampingku, bukan di bok bayi seperti sebelumnya.
"Aku tidurkan Adel di sini ya, Mas takut rewel karena badannya panas." Tutur Tari saat membawa Adel ke tempat tidur kami.
"Iya, Sayang."
Kami kembali tertidur saat Adel telah tertidur tapi tidak berselang lama Adel kembali melengkingkan tangis yang dapat memekakan telinga.
Tari kembali menimang Adel supaya diam, tapi bukannya diam tangis Adel malah semakin melengking dengan kerasnya.
Brak