Layaknya pena, ia hadir beserta goresannya lalu pergi tanpa mengjapus cerita yang pernah ada. Lalu penghapusbitu yang sekarang disebut sebagai cinta. Namun kisah dari masa lalu terus kembali mencampuri urusan cinta yang kini dijalani.
"Tolong jangan saling menyiksa. Kita sama-sama terluka. Atas rasa yang pernah ada, aku bersumpah akan menikmatimu suatu hari nanti," kalimat yang masih diingat hingga saat ini.
Keduanya saling melepas penat mengabaikan keringat yang membuat mereka nikmat. Sherly menjambak rambut tebal milik laki-laki di hadapannya. Mereka sangat dekat. Jarak pun berhenti menjadi penghambat.
"Nice baby! Do it now!"
"Shit!"
"Badai itu datang tiba-tiba membuatku tidak siap menyambutnya. Yang membuatku takut untuk kembali jatuh cinta, kini aku tersesat dengan dua rasa," ucap wanita kepada bayangannya.
Biasa disebut Angel ataupun Sherly. Wanita berusia dua puluh tiga tahun yang berhasil menduduki kursi CEO di perusahaan ternama. Bahkan Sherly merupakan salah satu CEO wanita di negara kelahirannya.
Jangan lupakan, penyandang nama lengkap Sherly Angel ini adalah pemilik perusahaan tempat dimana dia mendapatkan kedudukan tertingginya. Berparas cantik rupawan, serta senyum menawan membuat wanita itu sering kali terkekeh geli karena kesempurnaannya.
"Big thanks God, telah memberiku anugerah wajah secantik ini," gumam Sherly pada diri sendiri.
Bukan karena sombong, hanya saja hidupnya sekarang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Latar belakang yang sangat buruk. Bahkan bisa dibilang lebih dari sekedar buruk. Hampir mirip sesuatu yang terkutuk. Hanya goresan luka, tanpa ada secuil bahagia. Semangat membaralah yang membawa wanita itu sampai di titik suksesnya.
"Tok tok tok" suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Sherly.
"Masuk," ucap wanita itu dengan santai.
Laki-laki tampan menyembulkan kepala, disusul keseluruhan bentuk tubuhnya. Dave Anggara, asisten pribadi sekaligus sekretaris Sherly yang baru menemaninya enam bulan ini.
Tiga tahun yang lalu Sherly hanyalah sekretaris. Tidak tanggung-tanggung wanita itu mengambil kuliah di malam hari demi mendapatkan gelar yang akan mengubah, hidupnya suatu saat nanti. Dan kini terbukti, enam bulan yang lalu wanita itu telah resmi menjadi pimpinan di sana.
"Nona, ada berkas yang harus anda tanda tangani," ucap Dave sopan seraya menundukkan wajahnya.
"Hei Dave, kamu bahkan lebih tua dariku. Tidak seharusnya memberikan hormat berlebihan seperti ini," tegur Sherly.
Wanita itu bangkit dari kursi kebesarannya menghampiri Dave yang mematung di ujung meja. Tersenyum ke arah laki-laki itu, seolah senyuman Sherly membuat dunia Dave runtuh.
"Please nona, jangan terus tersenyum! Kamu terlalu ramah! Ah bahkan hanya untuk mengagumimu aku sadar ada benteng yang memisahkan kita," rutuk Dave dalam hati.
"Dave, aku sudah di hadapanmu. Apa kamu, tidak akan memberikan dokumen itu kepadaku?," tanya Sherly saat sadar Dave tidak bergeming sama sekali.
"Eh, ma-maaf nona. Ini silahkan anda tanda tangani di sini," ucap Dave gugup seraya mengulurkan dokumen dan membukanya.
Sialnya Dave memperlihatkan jemarinya yang bergetar. Sungguh laki-laki bodoh hanya karena berada di jarak sedekat ini dengan Sherly membuat jiwa lelakinya jatuh.
Senyum simpul terbit di bibir Sherly mengiringi mata indahnya yang membaca tiap bait kata yang tertata di sana.
"Done! Lagi, jangan memanggilku nona. Cukup dengan menyebut namaku," jelas Sherly setelah selesai menandatangani dokumen dan menyerahkan berkas itu kepada Dave.
"Ah sial! Apa katamu nona? Cukup menyebut namamu? Seperti saat bercinta saja," bisik sisi liar yang Dave miliki.
Tidak dipungkiri pesona Sherly mampu meluluhkan hati kaum adam jika mereka tidak kuat dengan imannya. Terlampau sempurna hingga membuat kaum hawa selalu mencibirnya.
Dave diam bukan berarti tidak tahu diri sedang dimana dia berada. Namun laki-laki itu sibuk membayangkan adegan erotis jika seandainya dialah pemilik ruangan yang saat ini ini dipijakinya.
"Dave," seru Sherly kesal.
Wanita itu merasa diabaikan. Bahkan setelah dia memanggil nama asisten pribadinya, laki-laki itu tetap diam.
"Davee!" teriak Sherly pada akhirnya.
"Apa saja jadwalku hari ini?" imbuhnya.
Membuat pemilik nama Dave Anggara tersentak saat itu juga. Bagaimana tidak jika Sherly dengan sengaja berteriak tepat di depan telinganya. Untung saja tidak terjadi ketulian di sana. Mungkin hanya sedikit kotoran miliknya yang meloncat-loncat di sekitar saluran Eucthahiusnya.
"Ya nona, anda memanggil saya? Kenapa berteriak? Maafkan saya yang kurang memperhatikan anda," sesal Dave kemudian sesaat setelah sadar dari lamunannya.
Sherly mencebikkan bibir kesal.
"Aku memanggilmu dua kali dan kau malah sibuk dengan lamunanmu," gerutu Sherly.
Berjalan anggun dan duduk di sofa yang terletak di samping meja kerjanya. Menyandarkan kepala di bahu sofa lalu memejamkan matanya pelan.
"Seadil inikah hidup?" batin Sherly.
Dave buru-buru menghampiri Sherly yang tengah duduk di sofa miliknya. Kelopak matanya terpejam, tapi raut wajahnya mengisyaratkan jika dia tidak benar-benar ada di dunia halunya.
Dengan lancang Dave duduk di ruang kosong yang berada di samping Sherly. Membuka tablet yang selalu di bawa, lalu mencari file dengan isi agenda hari ini milik atasannya.
"Nona, ini jadwalmu hari ini. Anda mau melihatnya atau aku yang akan membacanya?" ucap Dave setelah menemukan apa yang dia cari di dalam benda canggih miliknya.
"Bacakan dengan detail Dave," pinta Sherly tanpa membuka matanya.
Hembusan nafas seakan menjadi irama untuk Dave yang membacakan deretan jadwal padat Sherly. Wanita yang menjadi atasannya, yang diam-diam juga telah mencuri separuh hatinya.
Setengah jam berlalu barulah Dave berhenti bicara pada sosok di sebelahnya. Selama itukah jadwal Sherly hingga Dave baru saja selesai membaca deretan aktivitas yang akan menguras tenaga.
"Jadi bagaimana nona? Apakah ada yang ingin anda perbarui? Jika tidak saya akan kembali ke ruangan saya dan mengurus dokumen yang sudah anda tanda tangani," tukas Dave langsung ke inti pembicaraan.
Terkesan kurang sopan memang, tapi beruntung Sherly tidak mempermasalahkan sikap to the point yang Dave miliki.
Tidak sedikitpun ada suara yang terdengar di telinga Dave. Laki-laki itu mengamati wajah terpejam Sherly. Mendekatkan diri untuk memastikan jika atasannya dalam keadaan baik-baik saja.
Meskipun di sana terpantau CCTV, tapi tidak masalah bagi Dave. Laki-laki itu tidak berencana untuk mencelakainya.
"Nona," panggil Dave pelan.
"Fyiiiuhhhh ffyyiiuuhhh fyyiuuuuhhhh," hembusan nafas Sherly menyapu wajah Dave yang tengah menatap wanita itu dalam jarak dekat.
"Apa dia tidur?" gumam Dave.
"Nona, apa anda tertidur di sini? Kenapa anda tidak merebahkan tubuh di privat room saja?" tanya Dave pelan.
Dave menjauhkan tubuhnya kembali. Mengamati Sherly dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rambut panjang dengan warna pirang dibiarkan tergulung ke atas menyisahkan anak rambut yang berantakan di setiap sisinya.
Make up natural tanpa pensil alis, juga tanpa bedak. Dengan bulu mata terlihat tebal dan warna bibir natural menambah kesan cantik alami. Setidaknya itu yang bisa dipahami oleh Dave tentang polesan make up wanita.
Ya, wanita yang menjadi atasannya ini tidak seperti kebanyakan wanita yang sering di temui ketika acara rapat besar digelar. CEO wanitanya berpenampilan santai, bahkan jika tidak diamati dalam jarak dekat mungkin tidak akan sadar jika dia tidak memakai bedak.
Jangankan bedak, memakai cream perawatan saja terkadang Sherly lupa. Namun beruntung Tuhan memberikan wajah yang cantik walau dalam keadaan bangun tidur sekalipun.
"Babe, aku bahkan masih mencintaimu. Kenapa kamu meniggalkanku?" rancau Sherly di sela tidurnya bersama mimik wajah yang terlihat kecewa.
Membuat Dave mengernyitkan dahi lalu berkutat dengan persepsinya sendiri.
"Jadi wanita ini tidur? Lalu mengigau? Astaga ternyata percintaanmu tidak lebih baik dariku nona," kekeh Dave seraya mengambil tisu lalu menempelkan pada dahi Sherly agar peluh laknat itu tidak mengurangi kecantikannya.
"Cup! Tidurlah dengan tenang wanitaku," ucap Dave saat tanpa permisi berhasil mencium kening atasannya.