Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sekumpulan orang berhamburan keluar dari dalam kelas dan melangkah menuju tujuannya masing-masing, ada yang pergi ke kantin, pulang, atau melakukan kegiatan selanjutnya. Lain halnya dengan perempuan cantik yang memiliki rambut sebahu dan senyuman manis yang menambah kesan sempurna di wajahnya terhenti langkahnya saat melihat seorang laki-laki yang sudah menunggunya dan bersandar pada mobil dengan tatapan yang begitu lekat.
“Zefannya,” seru lelaki tersebut saat perempuan itu melangkah untuk melewatinnya.
Ya, perempuan itu adalah Zefannya seorang mahasiswa jurusan hubungan internasional di tingkat akhir dan yang memanggilnya adalah Bima Antares yang tak lain adalah mantan kekasihnya.
Zefannya menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menghampiri Bima. Tidak ada jawaban atau sapaan yang terlontar dari mulut gadis cantik ini yang ada hanya tatapan tajam dan malas untuk melihat wajah laki-laki di hadapannya.
“Bagaimana kabarmu?”satu kalimat sapaan untuk memecah kecanggungan terlontar dari mulut Bima namun tetap saja tidak ada jawaban yang ia terima.
“Ah, oke tujuan aku kesini untuk minta tolong, Vero sakit dan sudah satu minggu ini dia masih dirawat di rumah sakit. Vero terus nangis dan ingin ketemu kamu. Aku harap kamu ada waktu luang untuk menjenguk Vero,” jelasnya panjang lebar.
Zefannya masih terdiam dan memikirkan apa yang dikatakan Bima itu benar atau hanya sebuah kebohongan.
“Untuk kali ini aku tidak berbohong, aku serius,” Bima mengatakan itu karena ia tahu bahwa Zefannya pasti ragu dengan penjelasannya.
“Berarti untuk hari-hari lalu kamu selalu berbohong.” Jawabnya sarkastis.
“An, tolong jangan bahas tentang hal ini. Jika kamu memang tidak ada waktu aku pergi sekarang, tapi jika kamu ingin menolongku, ah bukan menolongku lebih tepatnya menjenguk Vero ayo kita pergi sekarang.” Jelasnya dengan helaan nafas kasar.
Zefannya melangkah menuju mobil dan duduk di kursi belakang. Ia tidak tahu apakah Bima serius atau tidak. Jika ia serius jujur saja Zefannya panik dan merasa khawatir pada Vero. Terlebih lagi Vero sudah sangat dekat sekali dengannya dan Zefannya sudah menganggapnya sebagai keponakannya atau mungkin akan benar-benar menjadi keponakannya jika saja hubungannya dengan Bima tidak berakhir. Tapi jika laki-laki ini berbohong ini adalah kesempatan terakhir yang ia berikan dan selanjutnya ia tidak ingin lagi melihat wajah Bima.
“Duduk di depan, aku bukan supirmu,” ucap Bima di kursi kemudi.
“Kalau ingin cepat jalan saja, Vero sudah menunggu,” jawabnya tanpa melihat lawan bicara.
Bima hanya bisa menghela nafas dan mulai menjalankan mobilnya. Suasana di dalam mobil hening tidak ada yang ingin mulai menyapa atau memecah canggung yang penuh amarah dikeduanya. Bima hanya bisa memperhatikan perempuannya ini melalui kaca spion di depannya. Sedangkan yang di perhatikan abai dan lebih memilih untuk melihat keluar jendela.
Setelah sekian lama di dalam mobil yang hanya diisi dengan keheningan akhirnya mereka sampai di lobi rumah sakit dan Zefannya mengikuti langkah Bima yang berjalan di depannya.
“Hei siapa ini yang datang, wah ibu kangen banget sama kamu nak Anya.” Sapa ibu paruh baya yang kini menghampiri Zefannya dan memeluknya erat seolah mengobati rasa Rindunya yang hampir satu tahun ini tidak melihatnya.
“Bagaimana kabarmu sayang?” sambung ibu nya Bima.
“Aku baik bu, lalu bagaimana dengan kabar ibu?”
“Ibu sehat, tapi cucu ibu yang satu ini sedang tidak sehat dan sudah satu minggu ini dia di rawat, Vero selalu nangis dan ingin ketemu kamu nak. Akhirnya Bima berhasil bawa kamu.” Dilihatnya cucunya yang sedang tertidur dengan selang infus yang menjulur ke tangan kirinya.
“Maaf sebelumnya Anya kesini tidak bawa apa-apa karena begitu mendadak.”
“Tidak apa-apa nak, dengan kamu datang ini sudah menjadi bingkisan yang paling kita semua tunggu.” Seru ibu Bima dengan senyum sumringah.
Perbincangan yang cukup lama antar orang yang mengisi ruangan tersebut akhirnya terhenti dikala seorang anak berusia 5 tahun yang bernama Vero kini membuka matanya dan menangis membuat semua atensi orang yang ada dalam ruangan tersebut beralih padanya.
“Sayang kamu sudah bangun, sutt jangan nangis coba lihat ini ada siapa,” suara ibu Vero yang merupakan kaka dari Bima.
“Hai Vero kenapa nangis?” tanya Anya dengan mengahmpiri Vero.
“Aunty jahat, kenapa Aunty baru kesini,” ucap anak 5 tahun sambil memalingkan wajahnya.
“Maafin Aunty ya sayang, akhir-akhir ini Aunty banyak pekerjaan, yang penting sekarang Aunty disini sama Vero.”