Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Jam menunjukkan angka 21:00 pada jam dinding dalam ruangan yang memiliki nuansa putih. Seorang gadis cantik dengan pakaian kerjanya yang masih utuh tanpa terlihat kusut sedikit pun beranjak dari kursi kerjanya. Karin adalah panggilan gadis cantik itu yang telah berhasil mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang fashion dan food pada usianya yang terbilang masih muda yakni 24 tahun. Akan tetapi pada umurnya yang sekian, dirinya belum memiliki seorang kekasih atau pun pernah merasakan bagaimana rasanya pacaran layaknya anak muda lainnya.
Karin memanfaatkan masa mudanya hanya untuk bekerja dan bekerja, ia tidak pernah peduli tanggapan orang lain terhadapnya, walaupun kadang kala ia sakit hati mendengar cemoohan para tetangga yang julid pada dirinya. Karin berjalan menuju mobilnya yang berada di tempat parkir, kemudian masuk dan mengemudikan mobil tersebut hendak menuju tempat yang telah ia pikirkan.
Lima belas menit kemudian, Karin telah sampai di depan sebuah bangunan mewah dengan warna serba putih serta ukiran yang ada di setiap sudut bangunan itu menambah seni rumah tersebut. Gadis cantik itu membuka pintu dengan perlahan, ia melihat kedua orang tuanya masih setia menunggu kehadiran dirinya.
“Ma, Pa, belum tidur? Sampai kapan kalian akan seperti ini, aku sudah bukan anak kecil lagi yang harus ditunggu setiap malamnya” ucap Karin pada kedua orang tuanya.
“Seharusnya papa yang menyampaikan hal itu padamu, Karin. Usiamu sudah matang untuk berkeluarga, apalagi yang ingin kamu cari? Pendidikan dan karir sudah kamu dapatkan. Sebaiknya kamu menikah, Nak!”
“Papa kamu benar, Karin. Usia kami pun sudah tidak muda lagi, mama ingin di saat seperti ini memiliki seorang menantu dan cucu. Mama tidak ingin meminta apa pun darimu, hanya itu saja. Menikahlah!”
Karin menghela nafasnya, ia tidak tahu harus mengatakan apa pun lagi terhadap kedua orang tuanya. Sebenarnya sebagai seorang wanita normal, ia juga ingin memiliki seorang suami tetapi ia juga kebingungan untuk mencari seorang lelaki yang pantas dijadikan sebagai imamnya seumur hidup.
“Sudahlah Ma, Pa, besok saja kita lanjutkan pembahasan ini. Karin capek, mau tidur dulu” gadis cantik itu meninggalkan kedua orang tuanya menuju kamar.
Papa serta mama Karin hanya bisa menatap kepergian putri semata wayangnya dengan pasrah tanpa ingin memperpanjang masalah. Mereka sebenarnya kasihan serta ketakutan akan masa depan putrinya. Sejak Karin merintis usahanya, gadis cantik itu tidak pernah berinteraksi dengan siapa pun kecuali karyawannya di kantor, itu pun hanya sebatas sapaan dari bawahan ke atasan.
Karin merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk dan padat itu, ia menatap langit-langit kamarnya seraya memikirkan ucapan kedua orang tuanya. Dalam lamunannya tersebut, gadis cantik itu pun tertidur tanpa membersihkan diri terlebih dahulu.
***
Mentari pagi menerpa wajah Karin yang masih terlelap, merasa silau oleh cahaya tersebut gadis cantik itu memutuskan membuka matanya dan bergegas menuju kamar mandi. Karin bukan tipikal wanita yang berlama-lama berada di kamar mandi, gadis cantik itu memilih pakaian yang akan ia kenakan hari ini. Setelah sekian menit bekerja di depan cermin, Karin tersenyum tipis menatap bayangan dirinya yang ada di dalam cermin.
“Cantik, hari ini kamu benar-benar sempurna!” puji Karin pada dirinya sendiri.
Karin selalu berpikir jika ia tidak mendapatkan pujian dari orang lain, maka ia sendiri yang akan memuji dirinya. Gadis cantik itu menuruni tangga menuju ruang makan untuk sarapan, Karin beserta kedua orang tuanya memiliki rutinitas yang teratur, bagaimanapun sibuknya kegiatan di luar mereka tidak akan melewatkan sarapan bersama.
“Pagi, Ma, Pa! Enak banget sarapannya nih, mama yang masak ya?”
“Bukan mama yang masak, Nak. Tapi mbok Ijah, ayo sarapan dulu!”
Karin bersama kedua orang tuanya menyantap sarapan dengan lahap, mbok Ijah memang tidak pernah mengecewakan lidah keluarga Karin. Setelah rutinitas pagi selesai, Karin beranjak dari kursinya dan tidak lupa pamit kepada kedua orang tuanya.
“Karin, nanti jam istirahat temui papa di kafe dekat perusahaanmu! Papa ingin mengenalkanmu dengan seseorang,” ucap papa Karin.
Karin hanya mengangguk lalu bergegas keluar rumah, gadis cantik itu melajukan mobilnya menuju perusahaan. Selama di jalan Karin membayangkan lelaki seperti apa yang akan ia temui nanti, tetapi ia percaya jika sangat papa tidak akan mengecewakan dirinya.
Di perusahaan, seluruh karyawan menyapa Karin dengan sopan serta ramah. Mereka tidak pernah berinteraksi dengan gadis cantik itu selama bekerja kecuali sang sekretaris yang bernama Maya. Maya adalah sekretaris Karin di perusahaan tersebut, bagi Karin Maya bukan hanya sekretaris tetapi juga sebagai sahabat. Mereka sangat akrab waktu kuliah dulu, sehingga ketika Karin memutuskan untuk merintis usaha, Maya siap membantu dan selalu berada di samping sahabatnya itu.