Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Jerat Cinta Janda Muda

Jerat Cinta Janda Muda

Momy3R

5.0
Komentar
6
Penayangan
1
Bab

Kisah seorang wanita yang mengalami perubahan kehidupan setelah hamil hingga melahirkan anak dan harus menerima kenyataan bahwa anaknya meninggal karena tekanan batin yang dirasakan selama mengandung. Suaminya berselingkuh dan menceraikan dirinya. Akankah kehidupannya jauh lebih baik setelah perceraian itu atau menemukan cinta yang lebih bisa menjaga hati dan perasaannya. Ikuti terus cerita ini sampai selesai.

Bab 1 1. Bayiku Meninggal

Isaknya membuat ibunya mengelus rambutnya dengan lembut. Reina tak bisa berkata-kata karena akhirnya dia melahirkan bayi yang tak bernyawa.

"Rein, jangan sedih terus! Minumlah, biarkan bayimu kembali menghadap ke Sang Pencipta dengan tenang,"

Ibunya mencoba menenangkan, membuat Reina menitikkan air mata lagi. Dia lelah telah menjaga hati dan perasaan. Pikirannya tak tenang dan harus berjuang sendiri tanpa suami yang mendukungnya.

Ia hampir tidak percaya jika apa yang dirasakannya ternyata dirasakan juga oleh bayinya.

Saat mengandung bayi itu, dia selalu mendapatkan tekanan karena ulah suami yang tidak bertanggung jawab. Reina tidak bisa tidur dengan tenang. Ada yang mengganjal dalam hatinya dan ternyata saat datang ke seorang bidan, bayinya sudah tidak ada detak jantungnya.

"Bu ... aku mau mati saja kalau begini,"

Tangisnya pecah saat melihat bayinya meninggal dalam kandungan. Ia menangis tak terima kenyataan yang ada. Terlebih suaminya menggugat cerai dan belakangan ia baru mengetahuinya, gugatan yang dilakukan sang suami karena dia berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

"Bu, Reina benar-benar tidak bisa menerima ini. Kenapa Mas Hans harus selingkuh, dengan sahabatku lagi!"

Ibunya mengusap rambutnya, "Bu, lebih baik ikut bayiku dan tidak harus melihat orang-orang seperti mereka bahagia,"

"Jangan bilang begitu, pamali, minumlah dulu. Kita akan mengubur bayimu setelah ashar nanti!"

"Aku nggak mau ikut, Bu. Nggak tega melihatnya, dia masih sangat kecil, Bu, hiks ..."

"Nak Reina, sudah jangan sedih terus. Jangan ditangisi lagi, biarkan bayimu tenang di alam sana, bisa jadi tabungan di akhirat kelak," tetangganya yang menjenguk mencoba menenangkannya.

Reina, baru saja melahirkan bayinya tapi dalam keadaan meninggal dunia. Karena tekanan batin dan pikiran, membuat kehamilannya terganggu dan mengakibatkan kematian pada bayinya.

Reina makin terpuruk dan tak memiliki pegangan bahkan untuk tempat bersandar pun tidak ada. Betapa tidak, merasakan semua beban hidupnya yang makin hari makin membuat dirinya jadi tak menentu.

Bayi yang dilahirkannya saat masih berada di dalam perutnya yang telah berusia delapan bulan tak bisa diselamatkan. Itulah mengapa setiap ibu hamil wajib menjaga ketenangan hati dan pikiran.

Karena tekanan pikiran yang dirasakannya itulah, membuatnya harus banyak mengalami stress yang berimbas pada kandungannya.

Pagi tadi, ia merasakan sakit yang begitu hebat saat baru selesai memasak di dapur. Ibunya baru saja pulang dari jualan berkeliling. Ia terpaksa dilarikan ke bidan terdekat dan disana di rujuk ke rumah sakit yang kata dokter bayi dalam kandungannya tak lagi memiliki detak jantung hingga akhirnya harus melahirkan

Untungnya kelahiran itu dilakukannya secara normal tapi saat bayinya keluar sudah dalam keadaan tak bernyawa.

Satu minggu setelah pemakaman itu, ia selalu melamun. Tagihan demi tagihan datang silih berganti. Ibunya hanya bisa memberikan janji pada si pemberi hutang untuk membayar hutang-hutangnya saat melahirkan bayinya dan proses pemakaman yang membutuhkan uang cukup banyak kemarin.

Suami yang seharusnya membantunya serta memberinya perlindungan, atau pun mengurus pemakaman bayi mereka ternyata tak datang bahkan tak memberi keterangan apapun saat pihak keluarganya menghubungi suaminya.

Sungguh keji hingga ibunya minta dia melupakannya dan tak lagi berhubungan dalam bentuk apapun juga. Sampai sekarang ketuk palu perceraian pun belum dilakukan tapi tahu-tahu terdengar kabar kalau mantan suaminya telah menikah siri dengan wanita lain yang jadi selingkuhannya.

"Sebaiknya kamu sehatkan tubuhmu biar nanti bisa kerja. Hutangmu banyak apalagi suamimu lepas tangan dan main gugat cerai saja!"

Reina hanya diam saja, tidak ada dalam pikirannya memikirkan suami durjana itu, seorang pria busuk yang berselingkuh di belakangnya. Yang dipikirkannya sekarang bagaimana dia bisa membayar hutang-hutangnya.

"Bu ... " panggilnya.

"Ada apa?"

"Aku sepertinya harus beli HP, buat cari informasi tentang pekerjaan. Kira-kira ibu ada uang nggak?"

Ibunya diam saja, bukan marah tapi langsung menunduk lesu bahkan menangis. Mungkin karena keinginannya yang tak masuk akal membuat ibunya tak mau menjawabnya.

"Maaf, Bu. Reina keterlaluan ya?"

Ibunya menggelengkan kepalanya, "Reina tahu kalau ibu nggak punya uang,"

"Ibu memang nggak ada uang, Rein,"

"Iya, Bu. Reina tahu kita tidak ada yang untuk membelinya, tapi ... ada yang ingin Reina hubungi, teman Reina yang di Jakarta, dia ada pekerjaan disana dan ..."

"Kamu bisa jual cincin pernikahan ibu, ini ... jual saja biar kamu bisa membelinya dan dapat informasi dari teman mu itu,"

Reina Rahmawati, wanita berusia 19 tahun itu hanya terdiam, memandang cincin yang ada di tangan ibunya dan diletakkan di atas meja.

Ia menangis, meratapi keadaan yang membuatnya harus menghadapi kemiskinan ini sendirian. Ia dan ibunya terasingkan setelah Ayahnya pergi dari rumah ini 10 tahun yang lalu membawa kakaknya yang juga tak mampu hidup sengsara bersama mereka di desa ini.

Ibunya selalu setia memakai cincin pernikahannya meski ditinggalkan dan tak dipedulikan hingga harus berjuang sendiri membesarkannya.

Terpaksa ia pun menjualnya dan mendapatkan uang sebesar tiga juta rupiah. Setelah itu pergi ke konter HP untuk mendapatkan HP sekon yang murah dan masih bagus serta mulus.

"Berapa harganya, Mas?" tanyanya saat melihat HP berwarna biru dan cukup mulus.

"Itu yang biru 700 ribu, Neng,"

"Aduh, jangan segitu, lah. Kurangi lagi, 600 ya?"

"Ini yang 600 juga ada, mau nggak, spek sama cuma ini nggak ada dusnya,"

"Boleh lah kalau yang itu, kurangi dikit lah, Mas,"

"Paling kurang 25 ribu saja, Neng ini sudah murah banget,"

"Ok lah kalau begitu," ucapnya dengan senang.

Ia membayarnya sekalian membeli kartunya juga dan total semuanya tetap 600 ribu karena ia membeli HP dan juga kartunya untuk mengisi kartu SIM.

Tiba di rumah, ia memberikan sisa uang sebesar dua juta empat ratus ribu rupiah dan diterima ibunya dengan baik.

"Nanti kalau Reina sudah kerja, akan aku ganti Bu," janjinya.

"Aamiin, sudah kerja dan kamu bisa bahagia lagi juga ibu senang, Rein. kamu harus kuat. Suamimu itu memang pria yang tidak memiliki tanggung jawab, semoga kamu bisa mendapatkan kebahagiaan suatu hari nanti,"

"Aamiin, Bu. Makasih doanya. Aku senang ibu ikhlas menerima ini, Reina akan bersemangat mencari kerja. Doakan Reina selalu, ya Bu?"

Ibunya mengangguk, dan melanjutkan aktifitasnya membersihkan dagangan yang baru dibawanya kembali pulang. Selama ini mereka mengandalkan hidup dari berjualan sayur-sayuran dan berkeliling untuk mencari pelanggan.

Reina berjanji dia akan bangkit dari keterpurukan ini dan bisa membantu ibunya mencari uang untuk membayar hutang yang dimiliki mereka selama dirinya hamil kemarin.

Reina benar-benar merasa beruntung karena memiliki ibu yang selalu mendukungnya. Namun, mantan suaminya tiba-tiba mengirimkan sebuah surat untuk minta beberapa barang yang akan diambilnya besok.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku