Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Jerat Cinta Chef Impoten

Jerat Cinta Chef Impoten

my_el

5.0
Komentar
2.4K
Penayangan
47
Bab

Zoya terkesiap. Namun, segera dia kembalikan ekspresi normalnya. "Lo udah bisa tegang, Bar?" Bara pria dewasa berusia awal tiga puluhan. Nampak memiliki hidup yang sempurna. Namun, siapa yang mengira, jika pria tampan itu memiliki kekurangan yang sangat fatal bagi seorang laki-laki. Iya, dia tidak bisa ereksi layaknya pria pada umumnya. Bagaimana kelanjutan kisah aset masa depan Bara? Apakah dia berhasil sembuh? Nantikan kisah Bara dengan segala konflik manis percintaannya

Bab 1 Rahasia Pribadi Bara

Suara berisik alat dapur sudah menjadi makanan sehari-hari seorang Chef. Wajan, spatula, merupakan alat tempurnya. Semua itu adalah rutinitas seorang, Bara Kalandra.

"Pesanan meja nomor 1 dan 4, done!" seru salah satu pelayan bernama Alvin.

Keadaan dapur masih riuh, karena waktu menunjukkan jam makan siang. Peluh yang membasahi wajah Bara, terlihat menarik hampir bagi seluruh wanita. Dengan lengan yang terlihat kokoh saat memegang alat masaknya. Membuat pria itu semakin terlihat seksi bagi kaum hawa.

Memiliki tubuh tegap, kekar dengan tinggi 180 cm, dan jangan lupa wajahnya yang turunan Jerman itu, menambah nilai tambah baginya. Akan tetapi, sampai sekarang, tidak pernah sekalipun dia terlihat menggandeng seorang wanita, kecuali sang sahabat, ibu atau kakak perempuannya.

Tidak ada yang berani bertanya langsung mengenai hal pribadi itu, karena Bara merupakan sosok yang dingin, tak tersentuh. Dia hanya bicara seperlunya, kecuali dengan ibu, kakaknya dan satu sahabatnya, Zoya Caroline.

"Lo pulang ke mana tadi malam?" tanya Zoya penasaran, begitu Bara keluar dari ruang ganti.

Zoya adalah pemilik restoran tempat Bara bekerja. Bukan hal baru bagi para staf melihat Bara dan Zoya yang lengket satu sama lain, meskipun Zoya yang paling banyak berbicara dan menempel pada pria dingin itu.

"Apartemen." Bara menyahut seadanya.

"Gue boleh nginep di sana? Di rumah gak ada orang, males sendirian," ucap Zoya dengan penuh harap.

"Hmm."

Seperti itu kira-kira percakapan Zoya dan Bara sehari-hari. Bara mengenal Zoya sedari kecil, maka dari itu Bara bisa berbicara banyak dengan Zoya. Apalagi Zoya seorang yang ramah, dan sedikit bar-bar. Jauh sekali dari namanya yang sangat anggun.

***

"Tadi malem, mama lo telefon gue. Nanyain anak bujangnya yang gak pulang," ucap Zoya begitu sampai di apartemen Bara.

"Gue males pulang." Bara menjawab sembari terus melangkahkan kakinya ke arah kamarnya. Tidak terlalu peduli dengan pertanyaan sahabatnya itu.

"Kenapa?"

"Ujung-ujungnya disuruh nikah."

"Ya nikah aja kalo gitu," sahut Zoya dengan membuka seluruh pakaiannya, menyisakan bra dan celana dalamnya saja.

Mereka berdua memang sudah terbiasa seperti itu, dan tidak pernah terjadi apa-apa di keduanya. Bahkan, wajah Bara tidak menunjukkan ekspresi apa pun, datar dan lempeng.

"Gak segampang itu, Zoy!" balas Bara sedikit mengerang.

"Apa karena ... itu?" tanya Zoya hati-hati namun matanya tidak urung melihat ke area privasi Bara.

"Lo udah tau itu!"

"Lo gak ada niatan, sih," balas Zoya, sedikit menyalahkan pria itu.

Bara merotasikan kedua bola matanya kesal dan malas secara bersamaan. "Udah lah, gue capek! Mau tidur."

Bara pun memasuki kamarnya, membuka semua yang melekat di badannya untuk mandi, dan beristirahat. Dia begitu lelah, baik fisik dan batinnya.

Mengingat dia yang memiliki keanehan, membuat Bara mengerang frustrasi di bawah guyuran air. Sebenarnya, miliknya bisa terbangun, waktu menonton video dewasa. Akan tetapi, tak seberapa lama sudah lemas, lunglai, bahkan sebelum dia mengeluarkan hasratnya.

Dia telah periksa ke dokter beberapa kali di tempat yang berbeda, tetapi semua hasilnya menunjukkan tidak ada yang salah dan keanehan di dalam tubuhnya, alias normal dan sehat. Itu semakin membuat Bara bingung dan frustrasi memikirkan solusi untuk masa depannya.

***

"Eh! Kebangun, Bar?" sapa Zoya sedikit kaget, begitu melihat Bara keluar kamar.

Bara juga cukup terkejut melihat sahabatnya yang masih belum tidur itu. Namun, dia sangat bisa mengontrol ekspresinya. Dia hanya mengangguk singkat. "Haus."

"Bokser udah buluk, masih lo pakek aja," ledek Zoya yang malah fokus dengan bokser yang dipakai sahabatnya itu.

Bara memang hanya memakai bokser saat keluar dari kamarnya, karena Bara suka memakai bokser saja saat tidur. Hal itu memang sudah biasa. Bahkan, mereka hampir tela*njang, dan dilihat satu sama lain. Terlihat sangat di luar nalar, bukan? Hubungan persahabatan di antara keduanya.

"Udah terlanjur nyaman, jadi sayang," sahut Bara acuh.

Zoya yang sudah terbiasa dengan sikap acuh sahabatnya itu. Ia hanya menghela nafas lelah. Kemudian, dia pamit untuk pergi. "Gue mau keluar bentar lagi."

"Kemana? Udah malem juga!" Bara memicingkan matanya tajam.

"Cari duda kaya raya, atau brondong juga boleh," jawab Zoya asal sembari memasang heels miliknya.

"Gila!" sembur Bara tanpa pikir panjang.

Zoya terkekeh geli melihat reaksi sahabatnya itu. Hingga dentingan suara bel, mengalihkan atensi mereka berdua.

"Itu pasti temen gue." Zoya pun tersenyum lebar dan antusias. Padahal hari sudah malam.

"Jangan sering gonta-ganti pasangan, Zoy!" tegur Bara lembut.

"Habisnya lo gak mau, sih!" sahut Zoya sambi lalu. Kemudian, dia pun memutuskan segera pergi. Sebelum temannya semakin lama menunggunya.

"Dah lah! Gue bisa jaga diri, Bar! Gue berangkat dulu. Bye Bara," pamit Zoya segera menghampiri temannya.

Bara menghela napasnya melihat kelakuan sahabatnya itu. Menjadi anak tunggal yang sering di tinggal kedua orang tuanya bekerja, membuat Zoya lepas kontrol dan kendali.

Untungnya, sampai saat ini, Zoya masih bisa Bara tangani. Masih di dalam garis batasnya. Semoga saja tidak sampai keluar, karena Bara tidak tahu harus bagaimana menghadapinya.

***

Pagi-pagi buta, Bara dikejutkan oleh gedoran pintu yang brutal. Bisa dipastikan itu adalah Zoya. Entah kali ini dia datang dengan siapa? Masih dalam keadaan sadar atau malah seperti biasanya, teler.

Buru-buru Bara memakai celana training yang tergantung di pintu, dan juga kaos oblongnya. Karena, gedoran pada pintu apartemennya itu tak kunjung berhenti, sampai akhirnya, Bara membukanya.

Tepat sekali dugaannya, Zoya datang dalam keadaan mabuk, bersama temannya. Beruntung, kali ini temannya seorang wanita, dengan pakaian yang kurang lebih sama dengan yang di pakai Zoya. Baju minim bahan, yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya, dan juga kaki jenjangnya yang mulus.

"Lo ngerepotin gue terus!" sungut Bara namun tetap memapah Zoya ke dalam salah satu kamar yang ada di apartemennya.

"Makasih, udah bawa Zoya pulang," ucap Bara kepada teman Zoya tanpa basa-basi.

"Gak ada yang gratis di dunia ini, Tampan," jawab wanita itu dengan mengerlingkan matanya.

Bara hanya menatap datar wanita yang katanya, teman dari sahabatnya itu. Menunggu apa yang akan dia minta darinya.

"Gimana ... kalau kita bersenang-senang?" bisiknya sensual tepat di telinga Bara. "Mumpung masih pagi dan ... keadaan sepi," lanjutnya dengan nada sensual.

Tanpa menunggu lama, wanita itu memulai aksinya. Meniup area tengkuk Bara, dan tidak lupa tangannya mulai nakal bermain-main di perut pria itu, dan semakin terus turun ke area privasi Bara. Mengelusnya dari luar.

Bara hanya diam, bukan karena dia menikmatinya. Hanya saja, dia ingin tahu, seberapa mampunya wanita di hadapannya ini menggodanya. Tentunya sama satu hal lagi. Dia ingin menguji dirinya sendiri.

Cukup lama wanita itu menggoda Bara, namun tak ada perubahan yang pasti dengan tubuh Bara. Wanita itu pun kesal karena tak ada reaksi apa pun dari tubuh Bara. Begitu pula dengan Bara yang muak akan dirinya yang tidak berhasrat.

"Pergilah!" usir Bara membuat wanita itu mendengus tak suka.

"Brengsek!" umpat wanita itu marah.

"Lo kurang menarik minat gue!"

Lontaran kalimat yang keluar dari mulut Bara membuat wanita itu semakin kesal, merasa terhina dan berlalu pergi keluar dari unit apartemen Bara dengan cepat.

Brak!

Mendengar pintu yang tertutup kasar membuat Bara menghela napas lelah. Dia muak dengan dirinya sendiri. Dengan mengurai rambutnya ke belakang. Pria itu kembali mengerang frustrasi.

"Mau sampai kapan kamu tidur, little Bara?" monolognya dengan menatap prihatin akan aset masa depannya. Sepertinya, Bara mulai kehilangan akal sehatnya.

Lagi-lagi helaan napas panjang yang Bara keluarkan, karena dia masih harus mengurus sahabat satu-satunya itu. Eh tidak, masih ada Dion yang juga sahabat dari mereka.

Bara menggelengkan kepalanya, melihat posisi tidur Zoya yang sangat urakan. Rambut acak-acakan, kaki yang terbuka lebar memperlihatkan dalaman yang dipakai wanita itu. Belum lagi belahan dadanya yang terlihat menyembul.

"Ada untungnya juga sih, gue aneh. Kalo enggak, lo udah gue jebol sejak dulu, Zoy," gumam Bara dan mulai membuka high heels Zoya.

Pria mana yang akan tahan, jika melihat pemandangan Zoya yang seperti sekarang dan hampir setiap hari Bara melihatnya. Kecuali, memang pria itu gay atau punya kelainan seperti Bara.

Bara membenarkan posisi tidur Zoya dan menyelimuti wanita itu hingga menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah. Mengatur suhu AC agar tidak terlalu dingin atau pun panas. Kemudian, pria itu memutuskan hendak keluar dari kamar itu. Tetapi, suara Zoya yang terusik dari tidurnya membuat Bara cukup tersentak.

"Gue suka sama lo, Bar."

*

*

*

Hai salam kenal saya author baru

Mohon dukungannya dan semoga kalian suka :)

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh my_el

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku