/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
"Mama... Zafran nggak bisa napas..."
Tubuh kecil itu menggigil di pelukan Zunara. Wajah Zafran pucat, dadanya naik-turun cepat, matanya setengah terpejam.
"Astaghfirullah...! Aleena, Rayyan! Cari inhalernya cepat!"
"Nggak ada, Ma! Inhalernya nggak ada!"
Suara Rayyan bergetar. Anak-anak lain mulai menangis keras.
"Mama, Abang Zafran mau mati ya? Jangan mati, Abang..."
Yahya meremas ujung gamis ibunya sambil terisak.
"Tolong! Ada yang bisa bantu?! Anak saya sesak napas!"
Zunara berteriak, napasnya memburu. Orang-orang hanya menonton. Ada yang malah merekam dengan ponsel.
Zafran mengerang lemah.
"Mama... sakit..."
Zunara hampir jatuh berlutut. Bagaimana kalau Zafran benar-benar berhenti bernapas?
Tiba-tiba suara berat namun tegas terdengar.
"Serahkannya pada saya, cepat."
Zunara menoleh. Seorang pria tinggi dengan wajah tegas dan sorot mata tajam berdiri di depannya.
Kemeja putihnya kusut karena berlari, tapi auranya... berbeda. Bukan orang biasa.
"Saya pernah urus kes macam ni. Kalau lambat satu minit saja, anak puan boleh mati dalam pelukan."
Zunara menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca.
"Tolong... selamatkan anak saya."
Rayyan maju, berdiri protektif.
"Jangan sentuh adik saya! Siapa kamu?!"
Pria itu menatap Rayyan, nada suaranya tajam.
"Awak mau dia hidup atau tak?"
Rayyan terdiam, gigi bawahnya menggigit bibir. Zunara mengangguk cepat.
"Tolong..."
Pria itu meraih Zafran dengan sigap.
"Pegang kuat, dik. Jangan tidur, ya. Bertahan. Saya janji, awak akan baik-baik saja."
Dia langsung berjalan cepat, menembus kerumunan. Suara kamera ponsel berkedip di sekitar mereka.
Zunara mengejar, hampir menangis.
"Ya Allah... siapa pun dia... selamatkan anakku..."
Di dalam mobil hitam mewah yang melaju kencang, pria itu menatap Zafran penuh khawatir.
"Bertahanlah, dik..." bisiknya, logat Malaysianya terdengar jelas.
Nama pria itu?
Tengku Salman Fawwaz.
Pangeran paling berpengaruh di Malaysia.
Dan sore itu, tak seorang pun tahu kalau video dirinya menggendong seorang bocah sesak napas akan viral... dan mengubah hidup mereka semua.
Video berdurasi tiga puluh detik itu beredar cepat di media sosial.
Tengku Salman Fawwaz, pria tinggi dengan kemeja putih yang basah oleh keringat, menggendong seorang bocah kecil sambil berlari ke arah mobil hitam mewah. Wajahnya tegang, tatapannya penuh khawatir.
"Pangeran Malaysia tolong anak sesak napas di pasar Indonesia!"
"Tengku Salman Fawwaz, calon menantu idaman!"
Netizen heboh. Komentar membanjir:
"Masya Allah, baik banget pangeran ini, ya!"
"Duh, ganteng banget, siapa tu anaknya?"
"Jandanya siapa tu? Kok banyak banget anaknya kelihatan di video."
"Ih, liat deh tuh perempuan big size, bawa anak segambreng, dasar numpang tenar."
Nama Zunara Mahnoor ikut terbawa. Orang-orang mulai mencari identitasnya. Dan ketika menemukan fotonya... hinaan makin menjadi-jadi.
"Pantes aja janda, siapa juga yang mau sama dia."
"Big size, anak 14, mau cari simpati lah tu."
"Eh tapi untung ada pangeran, bisa aja janda ini mancing biar dikasihani."
---
Zunara duduk di lantai ruang tengah, menatap layar ponsel yang terus berbunyi notifikasi. Tangannya gemetar.
Aleena duduk di sampingnya, mencoba menenangkan.
"Ma, jangan dibaca lagi. Nggak semua orang di dunia ini baik..."
Zunara menelan ludah. Matanya berkaca-kaca, tapi ia tetap tersenyum tipis di depan anak-anaknya.
"Mama nggak apa-apa, Nak. Biarin aja orang mau bilang apa. Yang penting kalian sehat."
Tapi Zoya Tabassum tak bisa setenang itu. Gadis 12 tahun itu menatap ponsel ibunya dengan mata merah.
"Kenapa orang-orang jahat banget, Ma? Mama nggak salah apa-apa... Mama tuh baik..."
"Zoya, udah, jangan-"
"Enggak!" Zoya tiba-tiba berdiri, air matanya jatuh deras.
"Aku benci orang-orang itu! Aku mau balas, Ma! Aku mau tulis di komentar mereka kalau Mama nggak kayak yang mereka bilang!"
"Zoya, cukup!" suara Rayyan tegas, tapi Zoya makin histeris.
"Mereka hina Mama, Kak! Mereka bilang Mama janda gendut nggak pantas sama Pangeran itu! Mereka bilang kita semua... anak-anak sampah!"
Zoya menangis keras, menjerit hingga Arhaan yang duduk di pojok menutup telinganya dan mulai gelisah. Yahya juga ikut menangis, memeluk lutut ibunya.
Zunara langsung memeluk Zoya erat, berusaha menenangkan.
"Nak, tolong... jangan nangis gitu... Mama kuat kok. Kalian nggak usah mikirin Mama..."
Tapi air matanya sendiri akhirnya jatuh juga.
Tiba-tiba... ketukan keras terdengar di pintu.
Tok! Tok! Tok!
/0/27566/coverorgin.jpg?v=019b554df9721f5834e9576d6f181d4a&imageMogr2/format/webp)
/0/2522/coverorgin.jpg?v=c57f067db9703ace32e4ff367652c29f&imageMogr2/format/webp)
/0/19449/coverorgin.jpg?v=4d31b0e31059b4191b700f800bf00d57&imageMogr2/format/webp)
/0/10030/coverorgin.jpg?v=7d626d4bacf243fa4bda6ef6525fd8a2&imageMogr2/format/webp)
/0/13412/coverorgin.jpg?v=90793e6ae660efccbae06b0a3b59ddb4&imageMogr2/format/webp)
/0/21571/coverorgin.jpg?v=cba1e5ef1cfc84bae149fdb0540b3382&imageMogr2/format/webp)
/0/4193/coverorgin.jpg?v=7015db8782cda68d196a0c4fe63039f5&imageMogr2/format/webp)
/0/19807/coverorgin.jpg?v=7e8c6aec421b352f16d080836299290c&imageMogr2/format/webp)
/0/5356/coverorgin.jpg?v=ffda3a761434a6526b416ab99b2fbf53&imageMogr2/format/webp)
/0/10098/coverorgin.jpg?v=76fa2e4069af95af0652da326c5a578a&imageMogr2/format/webp)
/0/4847/coverorgin.jpg?v=dd3116c0aa640dfd499afed5dd0fb31a&imageMogr2/format/webp)
/0/13744/coverorgin.jpg?v=9b98406bedb7a8807ec09c446dfbd917&imageMogr2/format/webp)
/0/13960/coverorgin.jpg?v=993c2468b64bb5debbf8651bdb4dc393&imageMogr2/format/webp)
/0/27564/coverorgin.jpg?v=3752b09432dc83c7a1b46451d40c4bbd&imageMogr2/format/webp)
/0/16151/coverorgin.jpg?v=a220e864e5dbf64d96768e682ffbbf09&imageMogr2/format/webp)
/0/16080/coverorgin.jpg?v=82c42b37571355a9dd5552a48607d63c&imageMogr2/format/webp)