Alfa Septian, seorang pemuda pekerja keras menikahi janda beranak dua. Siapa sangka isterinya meninggal setelah melahirkan putranya. Setiap saat bayangan Kinanti selalu menemaninya dalam kesulitan. Bisakah Alfa bertahan merawat dan menyayangi kedua anak tiri demi cintanya pada Kinanti atau justru meninggalkan mereka dan memilih hidup baru?
Saat aku baru sampai di depan pintu rumah, aku mendengar ayah berteriak pada ibu, "Bagaimana ini, Ning?"
"Aku nggak tahu, Mas! Aku juga pusing mikirin anakmu si Alfa itu!" sarkas ibuku yang bernama Kemuning.
"Bagaimana bisa ia mau menikahi wanita lain, padahal Kamlia pulang minggu depan!" Ayah terlihat bejalan mondar-mandir sambil memijat dahinya.
Aku menoleh pada wanita yang aku bawa pulang, ia mengeratkan pegangannya di lenganku. Ia seperti ketakutan. Hari ini aku berencana mengenalkan Kinanti pada keluargaku. Aku ingin menikahi wanita yang aku cintai, bukan wanita yang akan dijodohkan padaku.
Mereka masih belum menyadari kehadiranku dan masih melanjutkan diskusi, yang terdengar seperti genderang bertalu-talu.
"Pokonya Alfa harus nikah sama Kamlia, Ning! Mas takut, juragan Siran mengungkit pertolongannya dulu!" putus bapak yang mungkin akan sangat sulit diubah.
"Assalamualaikum," potongku yang langsung membuat mereka menatap ke padaku.
Ayah dan ibu langsung berdiri dan berjalan menghampiri kami. Mereka menatap bengis pada wanita yang aku bawa pulang.
"Kau! Berani sekali ikut Alfa ke rumah ini! Bukankah sudah saya bilang? Saya tidak akan merestui kalian!" Ibu menunjuk tepat di wajah Kinanti.
Aku menangkap jari ibu lalu menurunkan tangannya perlahan. "Ibu, apa pun yang terjadi, aku hanya akan menikahi Kinanti, bukan Kamlia atau pun wanita lainnya!" ucapku dengan serius.
"Alfa!" bentak ayah.
"Ayah!" bentakku.
Kami bertatapan seperti musuh, apa pun yang akan mereka lakukan tidak akan membuatku membatalkan keinginanku untuk menikahi Kinanti. Justru semakin dilarang semakin kuat keinginanku untuk menikahinya. Seberapa pun marahnya mereka, tetap tidak akan merubah keputusanku.
"Kau berani membentak Ayah?" tanya ayah dengan mata yang sudah memerah menahan amarah.
Aku jelas sudah tahu dengan rencana mereka, karena itulah aku membawa Kinanti pulang. Untuk memberitahu mereka kalau aku tidak akan pernah menikahi Kamlia.
Mereka sudah menjodohkan kami sedari dulu, perjodohan yang terjadi karena Kamlia menyukaiku. Ayahku memiliki hutang budi pada Juragan Siran ayah Kamlia. Hutang budi yang sama sekali tidak ada hubungannya denganku.
Sekarang Kamlia sudah menyelesaikan pendidikan S1nya, ia kembali untuk menagih perjodohan itu. Selama empat tahun terakhir Kamlia beberapa kali menghubungiku. Saat libur semester, ia selalu mengabariku kalau sudah berada di kampung. Aku nggak pernah pulang jika aku tahu, Kamlia sedang libur di kampung.
"Ayah saja yang menikahi Kamlia!" Aku menyeringai, "Enak saja menjodohkan aku karena hutang budinya, Ayah."
Seketika aku terdiam dan berpikir, ternyata aku kurang ajar juga pada orang tua.
"Kau lihat? Karena kau, Alfa bahkan berani melawan kami, orang tuanya," ucap ibu sinis. "Dasar! Wanita siluman!"
"Kau lepaskan Alfa! Atau kau-" kata-kata ibu terputus begitu saja, ia hendak melayangkan pukulannya pada Kinanti.
"Atau apa, Ibu?" Salakku. Aku menarik Kinanti ke belakang badanku, aku akan melindunginya.
Sebelumnya suasana setegang ini tidak pernah terjadi di rumah kami. Kami sekeluarga biasa hidup rukun. Ayah dan ibu tidak pernah bertengkar setahuku. Aku dan adik perempuanku juga selalu akur sedari kami kecil.
Tapi mengapa? Ini hari pertama Kinanti datang ke rumahku, ia langsung mendapat hal yang sangat tidak menyenangkan. Apa salahnya kedua orang tuaku menyambutnya seperti tamu, hargailah dia sedikit saja.
"Saya akan tetap bersama Bang Alfa. Maafkan saya!" lirih Kinanti, ia masih terlihat sangat menghargai orang tuaku. Ia biarkan ibu memakinya tanpa membalas sedikit pun.
Aku mengajaknya pergi dari sini, suasana sangat tidak kondusif. Sebelum tetangga datang dan kami menjadi tontonan, lebih baik aku pergi dulu menjauh.
"Kita pulang," ajakku pada Kinanti. Ia masih bergelayut di lenganku, mungkin ia juga tidak sadar dengan apa yang sedang ia lakukan.
Kami lalu berjalan kembali ke motor, masih dapat ku dengar tetiakan ibu memanggilku dengan suara yang sangat kencang. "Alfa ... kembali! Kau tidak boleh menikahi wanita siluman itu."
"Mana ada siluman secantik ini," lirihku. Aku tahu mereka tidak dapat mendengar ucapanku lagi. Tapi ya biarkan saja.
Kami pulang menempuh perjalanan dua jam, sudah separuh jalan yang kami lewati, tapi kami masih diam hanyut dalam pikiran masing-masing. Langit yang tadi mendung sekarang sudah menurunkan rintik-rintiknya.
Kami masih beruntung ada banyak rumah warga di sekitar sini. Aku merasa tidak mungkin melanjutkan perjalanan karena jalanan licin. Aku putuskan untuk berteduh dulu di kedai kecil pinggir jalan.
"Kita berteduh dulu ya! Masih jauh nanti kamu sakit," ajakku.
"Iya, Bang!" balasnya, Kinanti mulai beberapa kali bersin.
Kami turun dari motor. Aku memesankannya roti dan teh hangat, semoga bisa membantu menghangatkan tubuhnya.
Hari sudah hampir sore, tapi masih belum ada tanda-tanda hujan akan berhenti.
"Bang, ini bagaimana?" tanyanya dengan sangat khawatir. "Aku harus pulang sebelum Maghrib, Bang!"
Aku paham betul dengan rasa khawatir Kinanti. kasihan sekali dia, harus berada di situasi seperti ini gara-gara aku. Besok akan aku pastikan Kamlia sendiri yang akan membatalkan perjodohan itu. Lalu ibu dan ayah akan merestui kami. Sebuah rencana sudah tersusun apik di otakku.
"Ya! kita harus pulang! Tapi janji jangan sakit setelah ini!" Aku memperingatinya.
Aku tahu betul, sakit bukanlah hal yang bisa di buat perjanjian, tapi aku ingin ia semangat karena pikiran akan mempengaruhi kondisi badan.
"Iya, Bang! Aku tidak akan sakit!" jawabnya dengan semangat.
Kami pun melanjutkan perjalanan, ya ampun dingin sekali. Terlihat di sepion Kinanti memeluk tubuhnya sendiri. Jika aku minta dia memelukku pasti tidak mau, akhirnya aku pendam sendiri keinginanku. Arghh ... andai kami sudah sah, aku akan minta ia memeluk pinggangku, walau keadaan panas terik sekali pun.
Kami sudah memasuki kampung tempat tinggal Kinanti. Hari sudah mulai gelap. Hujan tidak sederas tadi, hanya tinggal gerimis di sini. Aku langsung mengantarnya pulang.
Ia langsung turun dari motor terlihat tidak sabar untuk langsung masuk ke dalam rumahnya. Aku menahannya sejenak untuk berbicara.
"Maafkan sikap orang tua Abang ya, Kinan! Abang janji akan membereskan masalah ini dalam waktu satu Minggu. Kau harus percaya pada Abang! Abang akan menikahi kamu."
"Kalau orang tua Abang tetap tidak setuju, aku tidak akan memaksa, Bang!" Kinanti terlihat pasrah, berbeda dengan yang ia sampaikan di rumahku tadi.
Aku tidak suka ia menyerah, aku suka ia yang tadi bilang akan tetap bersamaku. Aku harus meyakinkannya kembali.
"Kinan, please!" aku memelas.
"Aku masuk dulu, Bang!" Ia berlari masuk ke dalam rumah tanpa menunggu aku menjawab.
Kubiarkan Kinanti menenangkan diri sejenak, aku harus selesaikan masalahku dengan Kamlia terlebih dahulu. Aku pasti menang jika hanya menyingkirkan Kamlia, karena aku punya kartu AS wanita itu. Aku menyeringai tidak sabar menunggu Kamlia kembali.
"Tunggu aku Kamlia! Aku akan mengejutkanmu!"
Bab 1 WANITA YANG AKU CINTAI
13/07/2023
Bab 2 MENEMUI KAMLIA
13/07/2023
Bab 3 ADEGAN PEMAKSAAN
13/07/2023
Bab 4 AIB KAMLIA
13/07/2023
Bab 5 MENIKAHI JANDA
13/07/2023
Bab 6 BERALASKAN LENGANKU
13/07/2023
Bab 7 KEHEBOHAN DI PAGI HARI
13/07/2023
Bab 8 PELUKAN DI PINGGANG
13/07/2023
Bab 9 AKSIKU GAGAL
13/07/2023
Bab 10 PAKAIAN DINAS
13/07/2023
Bab 11 WARNA JANDA
14/07/2023
Bab 12 TERIMA KASIH, SAYANG
15/07/2023
Bab 13 USAHA SAMPINGAN
15/07/2023
Bab 14 KINANTI HAMIL
16/07/2023
Bab 15 ADA APA
16/07/2023
Bab 16 DAHSYATNYA FITNAH
17/07/2023
Bab 17 FITNAH 2
17/07/2023
Bab 18 AKU TIDAK SENDIRI
17/07/2023
Bab 19 SUAMI ANDALAN
17/07/2023
Bab 20 KEGAGALAN KINANTI
18/07/2023
Bab 21 RINDU ABAK
20/07/2023
Bab 22 Sholawat
29/07/2023
Bab 23 HARUS KEMANA
30/07/2023
Bab 24 24. PENGAKUAN SISKA
10/09/2023
Bab 25 MEMINTA MAAF
10/09/2023