Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MENIKAHI BILLIONAIRE

MENIKAHI BILLIONAIRE

CATATAN AYRA

5.0
Komentar
44.8K
Penayangan
96
Bab

Zyan Liu adalah ahli waris utama keluarga Liu, namun syarat untuk menjadi ahli waris utama adalah menikah dengan wanita yang dianggap memenuhi standard untuk menjadi menantu keluarga Liu. Mu Tian Rui adalah gadis desa biasa, dan tak di sangka ternyata Rui memenuhi standar untuk menjadi menantu keluarga Liu. Akankah keduanya ini bisa menjalani pernikahan yanh diaturkan untuk mereka. Sementara mereka hidup dengan perbedaan yang sangat jauh.

Bab 1 RUI DAN TOMBAKNYA

Mu Tian Rui memandangi dengan tegas dasar sungai bening itu, tombak kecil di tangannya tengah bersiap ditancapkan ke ikan yang melewati pandangan matanya.

Cahaya Matahari pagi, membuat air nampak berkilau. Pantulan kilauan cahaya matahari pagi tersebut seakaan menambah jelas kecantikan Mu Tian Rui.

Kedua mata hitam pekat Mu Tian Rui mengawasi dengan ketat tiap desiran air sungai tersebut.

Mu Tian Rui bergerak dengan cepat melempar tombak di tangannya ketika ikan besar melewatinya.

"Dapat," ujar Mu Tian Rui dengan senyum kemenangan.

"Ayah pasti akan menyukainya," ujar Tian Rui dengan hati senang.

Tian Rui memasukan ikan besar hasil tangkapannya itu kedalam keranjang, "Baiklah saatnya mencari jamur," ujar Tian Rui.

Dalam perjalanan pulang, Tian Rui memetik jamur dan beberapa daun-daunan yang bisa dimakan. Beberapa hari sekali Rui akan pergi ke sungai dan ke hutan untuk mencari makanan. Sering kali Rui keracunan ketika mencoba daun yang akan dijadikan makanannya, karena itu Rui telah pandai menandai mana daun beracun, dan mana daun yang bisa dia masak.

Rui hanya tinggal bersama Ayahnya yang telah lama cacat, karena kecelakaan tanah longsor, ketika akan pergi bekerja sebagai guru di daerah terpencil.

"Ayah! Hari ini kita akan makan besar. Lihatlah aku membawa ikan besar hari ini," ujar Rui.

"Gadis baik," puji Ayah Rui.

"Maafkan ayah!" ujar Mu Tian Feng dengan mata berkaca-kaca.

"Ayah! tidak ada yang perlu dimaafkan, jika pena langit telah tertulis, maka takdir tak bisa dihindar," ungkap Rui.

Meski Rui tidak pergi ke sekolah, namun Tuan Mu mengajari Rui dengan sangat baik. Petugas kantor pos adalah teman baik Tuan Mu, dia sering mengirimkan Tuan Mu buku-buku pelajaran dan juga majalah-majalah internasional.

Meski tak bersekolah resmi, Rui mengerti menulis, berhitung, membaca dan memahani bahasa inggris, cara membaca dan menulisnya pun sangat baik. Ini semua Karena Tuan Mu yang telah mengajarinya dengan baik.

"Ayah makanlah," ujar Rui.

Rui mencapitkan ikan yang tulangnya sudah dibuangi, lalu menaruh lauk sayur di mangkuk Tuan Mu.

Tuan Mu makan dengan hati senang sekaligus sedih, dengan status ekonomi yang serba kekurangan ini siapa yang akan mau menikahi putrinya ini.

Mu Tian Rui memiliki paras yang cantik, rambut hitam panjang dengan sedikit ikal dibawahnya, bola mata hitam serta bulu mata yang lentik, kulit seputih salju dan pemikiran yang cerdas. Satu-satunya kekurangannya adalah miskin.

Rui membantu Tuan Mu, naik ke ranjang untuk beristirahat. Di rumah mereka yang kecil itu hanya ada satu ranjang. Rui membuka tikar dan menggelarnya di lantai, lalu membuka lemari kayu milik mereka. Didalam lemari tersebut ada selimut dan juga bantal. Rui meletakannya di atas tikar lalu menepuk-nepuk bantalnya dan mulai membaringkan tubuhnya.

Keesokan paginya setelah sarapan, mereka pergi ke balai desa. Rui memaksa agar Ayahnya mau pergi keluar untuk melihat perlombaan perahu dayung.

"Ayah, aku juga sudah berjanji kepada Nyonya Gu jika akan datang ," jelas Rui.

Tuan Mu menolak, karena takut membuat Rui menjadi lelah, karena harus mendorongnya dengan kursi roda ke tempat perlombaan.

Rui pun terdiam karena tak berhasil membujuk Ayahnya untuk pergi. Tuan Mu melihat raut sedih Rui, lalu akhirnya menyetujui permintaan Rui.

"Baik, baiklah kita pergi kesana. Jangan merajuk lagi," ujar Tuan Mu.

Mendengarnya tentu saja Rui merasa senang, Rui segera mengambil jaket terbaik yang dimiliki ayahnya lalu memakaikannya. Rui membantu Ayahnya duduk di kursi rodanya. Lalu Rui pun mendorong kursi roda tersebut keluar rumah. Di Balai Kota, Rui dan Tuan Mu bertemu dengan Tuan Gu, kawan baik Tuan Mu.

"Rui, kau sudah menjadi tinggi sekarang. Melebihi tinggi Paman," ujar Tuan Gu.

"Dan juga cantik," puji Tuan Gu.

"Paman! kau ini selalu menggodaku lho. Jika Nyonya Gu cemburu bagaimana?" tanya Rui setengah bercanda.

"Aiyooo, mana mungkin aku cemburu. Kau sudah seperti putriku sendiri," ujar Nyonya Gu yang baru saja datang.

"Jika saja aku memiliki Putra maka aku akan menikahkannya denganmu," jawab Nyonya Gu sambil tertawa dan mengelus kepala Rui.

"Ayo! pertandingan akan segera dimulai," ajak Nyonya Gu.

Mereka mengambil kursi paling depan, Nyonya Gu membawa bekal dan membukanya.

"Makanlah ini dimsum buatan tangan sendiri," ujar Nyonya Gu.

Rui segera saja melahapnya, "terbaik," puji Rui seraya mengacungkan jempolnya dan mengedipkan matanya.

Nyonya Gu pun tersenyum melihat kedua pipi Rui menjadi gembul ketika memakan dimsum.

"Gadis baik," puji Nyonya Gu seraya mengusap lembut puncak kepala Rui lagi.

Rui adalah salah satu kembang desa, namun karena kemiskinannya selalu saja dipandang rendah, sampai sebesar ini Rui tidak pernah berdekatan dengan pria sebayanya. Jika yang lain sibuk untuk ujian masuk universitas maka Rui akan sibuk keluar masuk hutan untuk mencari makan.

Nonya Gu sering kali meminta Rui datang ke rumahnya untuk mengambil beberapa bahan makanan, namun Rui kerap menolaknya karena keadaan Nyonya Gu tak jauh berbeda dengannya, hanya lebih baik sedikit saja dari dirinya dan ayahnya.

"Ma! lihatlah itu sudah di mulai," ujar Rui menunjuk-nunjuk kepada perahu-perahu yang mulai melaju aaling mendahului.

Tuan Mu, merasa keputusannya sudah tepat pergi melihat lomba perahu ini. Sepadan dengan senyuman yang menghiasi wajah Rui.

"Apa kau senang?" tanya Tuan Mu.

"Sangat-sangat senang," jawab Rui seraya menyandarkan kepalanya di bahu Tuan Mu.

Tuan Mu pun mengusap puncak kepala putrinya itu dan menciumnya. "Kau sama persis seperti ibumu, mudah bahagia dengan hal yang sederhana," gumam Tuan Mu dalam hati.

Suara sorak-sorak gembira membuyarkan lamunan Tuan Mu, pemenang lomba telah didapat, Pendukung Team yang menang bersorak bukan main kerasnya, karena teamnya menang.

Sebelum pulang, Nyonya Gu menarik tangan Rui dan memberikan kotak makan yang lain, berupa lauk-lauk daging. Nyonya Gu tahu bahwa Rui hampir tidak pernah makan daging.

"Ma ..." ujar Rui tertegun.

"Ambillah! hanya daging yang tak seberapa, ini tak akan membuat kami jatuh miskin," bujuk Nyonya Gu agar Rui mau membawa bekal buatannya pulang.

"Terima kasih Ma," ujar Rui.

"Kau berhati-hatilah di jalan pulang," pesan Nyonya Gu.

Sebelum Rui dan Tuan Mu pulang, Tuan Gu menarik kursi roda Tuan Mu sedikit menjauh dari Rui.

"Ada apa?" tanya Tuan Mu.

"Rui sudah bertumbuh menjadi wanita yang cantik," jawab Tuan Gu.

"Lalu?" tanya Tuan Gu.

"Bukankah menurutmu sudah saatnya Rui untuk menikah," jawab Tuan Gu.

Tuan Mu, memandangi senyum manis putri satu-satunya itu. Dan memikirkan perkataan kawannya itu ada benarnya juga.

"Kau yang paling tahu keadaan keluarga kami, menurutmu apakah akan ada pria yang melamar putriku dan akan memperlakukan dia dengan baik?" tanya Tuan Gu.

"Jika aku bilang aku akan mencarikannya, apakah kau mengijinkanku?" tanya Tuan Gu.

Tuan Mu "..."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku