PANGERAN MALAYSIA MENIKAHI JANDA BIG SIZE ANAK 14

PANGERAN MALAYSIA MENIKAHI JANDA BIG SIZE ANAK 14

RICHJANI

5.0
Komentar
386
Penayangan
50
Bab

ZUNARA Menjadi janda dengan 14 anak bukan hal mudah, tapi Zunara memilih tersenyum di tengah lelahnya. Pertemuan tak terduga dengan seorang pangeran saat Zafran, anaknya, nyaris meregang nyawa, mengubah cara pandangnya pada dunia. Ia tak berharap cinta-hanya ingin anak-anaknya tumbuh bahagia-namun, hatinya diam-diam mulai bergetar tiap kali mengingat tatapan pria itu. -- TENGKU SALMAN Di balik gelar dan istana megah, Salman terbiasa hidup untuk tanggung jawab, bukan untuk hati. Tapi pertemuan singkat dengan seorang ibu tangguh dan anak-anaknya yang polos meninggalkan jejak yang tak bisa ia hapus. Dan kini, di setiap doa dan keputusannya, diam-diam ia bertanya pada dirinya sendiri: haruskah aku melangkah lebih jauh demi wanita itu?

Bab 1 Nafas Yang Terengah

"Mama... Zafran nggak bisa napas..."

Tubuh kecil itu menggigil di pelukan Zunara. Wajah Zafran pucat, dadanya naik-turun cepat, matanya setengah terpejam.

"Astaghfirullah...! Aleena, Rayyan! Cari inhalernya cepat!"

"Nggak ada, Ma! Inhalernya nggak ada!"

Suara Rayyan bergetar. Anak-anak lain mulai menangis keras.

"Mama, Abang Zafran mau mati ya? Jangan mati, Abang..."

Yahya meremas ujung gamis ibunya sambil terisak.

"Tolong! Ada yang bisa bantu?! Anak saya sesak napas!"

Zunara berteriak, napasnya memburu. Orang-orang hanya menonton. Ada yang malah merekam dengan ponsel.

Zafran mengerang lemah.

"Mama... sakit..."

Zunara hampir jatuh berlutut. Bagaimana kalau Zafran benar-benar berhenti bernapas?

Tiba-tiba suara berat namun tegas terdengar.

"Serahkannya pada saya, cepat."

Zunara menoleh. Seorang pria tinggi dengan wajah tegas dan sorot mata tajam berdiri di depannya.

Kemeja putihnya kusut karena berlari, tapi auranya... berbeda. Bukan orang biasa.

"Saya pernah urus kes macam ni. Kalau lambat satu minit saja, anak puan boleh mati dalam pelukan."

Zunara menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca.

"Tolong... selamatkan anak saya."

Rayyan maju, berdiri protektif.

"Jangan sentuh adik saya! Siapa kamu?!"

Pria itu menatap Rayyan, nada suaranya tajam.

"Awak mau dia hidup atau tak?"

Rayyan terdiam, gigi bawahnya menggigit bibir. Zunara mengangguk cepat.

"Tolong..."

Pria itu meraih Zafran dengan sigap.

"Pegang kuat, dik. Jangan tidur, ya. Bertahan. Saya janji, awak akan baik-baik saja."

Dia langsung berjalan cepat, menembus kerumunan. Suara kamera ponsel berkedip di sekitar mereka.

Zunara mengejar, hampir menangis.

"Ya Allah... siapa pun dia... selamatkan anakku..."

Di dalam mobil hitam mewah yang melaju kencang, pria itu menatap Zafran penuh khawatir.

"Bertahanlah, dik..." bisiknya, logat Malaysianya terdengar jelas.

Nama pria itu?

Tengku Salman Fawwaz.

Pangeran paling berpengaruh di Malaysia.

Dan sore itu, tak seorang pun tahu kalau video dirinya menggendong seorang bocah sesak napas akan viral... dan mengubah hidup mereka semua.

Video berdurasi tiga puluh detik itu beredar cepat di media sosial.

Tengku Salman Fawwaz, pria tinggi dengan kemeja putih yang basah oleh keringat, menggendong seorang bocah kecil sambil berlari ke arah mobil hitam mewah. Wajahnya tegang, tatapannya penuh khawatir.

"Pangeran Malaysia tolong anak sesak napas di pasar Indonesia!"

"Tengku Salman Fawwaz, calon menantu idaman!"

Netizen heboh. Komentar membanjir:

"Masya Allah, baik banget pangeran ini, ya!"

"Duh, ganteng banget, siapa tu anaknya?"

"Jandanya siapa tu? Kok banyak banget anaknya kelihatan di video."

"Ih, liat deh tuh perempuan big size, bawa anak segambreng, dasar numpang tenar."

Nama Zunara Mahnoor ikut terbawa. Orang-orang mulai mencari identitasnya. Dan ketika menemukan fotonya... hinaan makin menjadi-jadi.

"Pantes aja janda, siapa juga yang mau sama dia."

"Big size, anak 14, mau cari simpati lah tu."

"Eh tapi untung ada pangeran, bisa aja janda ini mancing biar dikasihani."

---

Zunara duduk di lantai ruang tengah, menatap layar ponsel yang terus berbunyi notifikasi. Tangannya gemetar.

Aleena duduk di sampingnya, mencoba menenangkan.

"Ma, jangan dibaca lagi. Nggak semua orang di dunia ini baik..."

Zunara menelan ludah. Matanya berkaca-kaca, tapi ia tetap tersenyum tipis di depan anak-anaknya.

"Mama nggak apa-apa, Nak. Biarin aja orang mau bilang apa. Yang penting kalian sehat."

Tapi Zoya Tabassum tak bisa setenang itu. Gadis 12 tahun itu menatap ponsel ibunya dengan mata merah.

"Kenapa orang-orang jahat banget, Ma? Mama nggak salah apa-apa... Mama tuh baik..."

"Zoya, udah, jangan-"

"Enggak!" Zoya tiba-tiba berdiri, air matanya jatuh deras.

"Aku benci orang-orang itu! Aku mau balas, Ma! Aku mau tulis di komentar mereka kalau Mama nggak kayak yang mereka bilang!"

"Zoya, cukup!" suara Rayyan tegas, tapi Zoya makin histeris.

"Mereka hina Mama, Kak! Mereka bilang Mama janda gendut nggak pantas sama Pangeran itu! Mereka bilang kita semua... anak-anak sampah!"

Zoya menangis keras, menjerit hingga Arhaan yang duduk di pojok menutup telinganya dan mulai gelisah. Yahya juga ikut menangis, memeluk lutut ibunya.

Zunara langsung memeluk Zoya erat, berusaha menenangkan.

"Nak, tolong... jangan nangis gitu... Mama kuat kok. Kalian nggak usah mikirin Mama..."

Tapi air matanya sendiri akhirnya jatuh juga.

Tiba-tiba... ketukan keras terdengar di pintu.

Tok! Tok! Tok!

Aleena mengintip lewat celah jendela, wajahnya berubah kaget.

"Ma... itu..."

Zunara menatap heran.

"Siapa, Nak?"

Aleena menelan ludah.

"Itu... Pangeran itu, Ma."

Di depan rumah sederhana itu, berdiri Tengku Salman Fawwaz dengan kemeja santai tapi tetap rapi. Sorot matanya... tajam, penuh tekad.

"Assalamualaikum... Saya mahu bercakap dengan puan. Tentang anak-anak ini... dan tentang puan."

Tengku Salman Fawwaz duduk di kursi ruang tamu yang sederhana itu.

Sorot matanya menyapu anak-anak satu per satu sebelum akhirnya berhenti pada Zunara.

"Saya minta maaf datang tiba-tiba. Tapi saya fikir, saya patut cakap terus pada puan."

Zunara menunduk sopan, tangannya meremas ujung jilbabnya.

"Iya, Tengku... Silakan."

"Pertama sekali, anak puan, Zafran... dia sudah stabil. Doktor kata dia cuma perlu rawatan lanjut, tapi keadaannya sudah selamat."

Zunara menghela napas lega, air matanya menetes.

"Terima kasih, Tengku... Saya nggak tahu harus balas kebaikan Tengku gimana..."

Salman mengangguk tipis.

"Tak perlu berterima kasih. Itu memang tanggungjawab manusia. Tapi... ada perkara lain saya nak bincang. Perkara besar."

Rayyan yang sejak tadi berdiri di dekat Zunara melipat tangan di dada, pandangannya penuh curiga.

"Perkara apa? Kalau soal bayar rumah sakit, kami nggak minta belas kasihan siapa pun. Mama nggak perlu kasihan dari orang asing."

"Rayyan!"

Zunara menegur lirih, tapi Salman hanya tersenyum tipis.

"Bagus, awak anak yang jaga maruah keluarga. Tapi saya bukan nak hina puan Zunara atau anak-anak. Saya nak tawarkan sesuatu. Sesuatu yang... mungkin akan ubah hidup puan."

Zunara menatap Salman bingung.

"Maksud Tengku?"

Salman menarik napas panjang, sorot matanya serius.

"Saya tahu orang bercakap macam-macam di media sosial. Mereka hina puan. Hina anak-anak. Puan tak layak terima semua tu."

Zunara menunduk, matanya memerah.

Salman melanjutkan, suaranya tegas.

"Jadi saya fikir... hanya ada satu cara untuk hentikan semua fitnah. Satu cara supaya anak-anak puan dilindungi... dan nama puan bersih."

"Cara apa, Tengku?" suara Zunara bergetar.

Salman menatapnya lurus.

"Kahwin dengan saya, Puan Zunara."

Kata-kata itu seperti petir di siang bolong. Ruang tamu mendadak hening. Anak-anak menatap dengan mata terbelalak.

"A... apa?" suara Zunara bergetar, wajahnya memerah.

"Tengku... jangan bercanda. Kita baru kenal kemarin. Ini... ini nggak masuk akal."

Rayyan langsung maju selangkah, berdiri protektif di depan ibunya.

"Mama nggak usah jawab! Kita nggak butuh pernikahan pura-pura kayak gini!"

"Rayyan!"

Zunara menegur, tapi remaja itu menatap Salman tajam.

"Kami nggak kenal kamu, dan Mama nggak perlu kasihanmu!"

Salman tetap duduk tenang, sorot matanya dalam.

"Saya faham awak marah, Rayyan. Awak anak lelaki yang baik, jaga maruah keluarga. Tapi awak salah faham. Saya tak berniat nak hina puan Zunara... malah saya hormat dia."

Zunara menggigit bibir, tangannya meremas jilbabnya.

"Tapi... kenapa, Tengku? Kenapa tiba-tiba minta saya menikah dengan Anda?"

Salman menarik napas panjang, suaranya rendah namun tegas.

"Puan, saya tengok sendiri macam mana orang hina puan di media sosial. Mereka takkan berhenti. Nama puan akan terus dipijak, anak-anak puan akan terus dibuli."

Zoya yang duduk di lantai mulai menangis lagi, Aleena merangkulnya.

"Saya fikir... kalau puan jadi isteri saya, semua orang akan berhenti bercakap. Mereka takkan berani hina lagi. Dan anak-anak puan akan dilindungi."

Zunara menunduk, air matanya jatuh.

"Tapi... saya cuma perempuan biasa, Tengku. Tubuh saya besar... anak saya banyak... kenapa Tengku mau repot-repot?"

Salman menatapnya serius.

"Kerana saya pun bukan lelaki sempurna, puan. Saya ada kekurangan sendiri... kekurangan yang orang tak tahu. Tapi saya tak kisah tentang rupa puan atau jumlah anak puan. Saya cuma nak bantu."

Rayyan menggeleng cepat.

"Mama, jangan percaya dia! Ini pasti ada maunya!"

Salman berdiri perlahan, menatap Rayyan.

"Awak berhak fikir macam tu. Tapi saya tak paksa. Saya cuma beri pilihan."

Lalu Salman kembali menatap Zunara.

"Puan... saya tak minta jawapan sekarang. Fikir baik-baik. Saya beri masa tiga hari. Kalau puan setuju, hidup puan akan berubah. Kalau tak... saya akan pergi dan takkan ganggu lagi."

Salman berjalan ke pintu, berhenti sebentar dan menoleh.

"Tiga hari, puan. Lepas tu, saya akan anggap jawapan puan adalah... tidak."

Pintu tertutup pelan.

Zunara duduk kembali, wajahnya pucat. Tangannya menutup mulutnya, air matanya jatuh.

Anak-anak menatapnya bingung, Rayyan berdiri kaku, dan Zoya mulai terisak lagi.

Tiga hari.

Hanya tiga hari... untuk memutuskan sesuatu yang bisa mengubah segalanya.

----

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh RICHJANI

Selebihnya

Buku serupa

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Gavin
5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
PANGERAN MALAYSIA MENIKAHI JANDA BIG SIZE ANAK 14
1

Bab 1 Nafas Yang Terengah

01/09/2025

2

Bab 2 Tiga Hari Untuk Keputusan

01/09/2025

3

Bab 3 Senyum yang Membingungkan

01/09/2025

4

Bab 4 Kamera Kecil, Hati Besar

02/09/2025

5

Bab 5 Perjodohan

02/09/2025

6

Bab 6 Persiapan Jamuan Diraja

02/09/2025

7

Bab 7 Antara Takdir dan Rindu yang Terselip

02/09/2025

8

Bab 8 Live Terakhir Najwa

02/09/2025

9

Bab 9 Rahasia Yang Semestinya Tak Diketahui

02/09/2025

10

Bab 10 Indonesia Nun Jauh Di mata

02/09/2025

11

Bab 11 Skandal

02/09/2025

12

Bab 12 Survive Lagi

03/09/2025

13

Bab 13 Dijemput Kembali

03/09/2025

14

Bab 14 Janji di Hadapan Istana

03/09/2025

15

Bab 15 Di bawah Langit yang Sama

03/09/2025

16

Bab 16 Keponya Orang Istana

05/09/2025

17

Bab 17 MakCik Bawang Licious dan PakLong Kacang Teroook

05/09/2025

18

Bab 18 Tekad Rayyan

05/09/2025

19

Bab 19 Rumah Baru

05/09/2025

20

Bab 20 Ambisi Tengku Anisha

05/09/2025

21

Bab 21 Tepung Putih Untuk Tante Judes

08/09/2025

22

Bab 22 Angkot Tua Pak Mali

08/09/2025

23

Bab 23 Lawatan Kerajaan Malaysia ke Indonesia

08/09/2025

24

Bab 24 Langit Indah

08/09/2025

25

Bab 25 Jejak-jejak Yang Teringgal

08/09/2025

26

Bab 26 Tak Tertebak

09/09/2025

27

Bab 27 Teh Petang dan Rahasia Kecil

09/09/2025

28

Bab 28 Kisah Seorang Qori Kecil

09/09/2025

29

Bab 29 Rencana Tersembunyi di Balik Kabar Menggembirakan

09/09/2025

30

Bab 30 Misi Penyelamatan Paling Gokil di Toko Roti

12/09/2025

31

Bab 31 Lantunan Iqra yang Menggetarkan Hati.

12/09/2025

32

Bab 32 Sidang Bu Ratna

12/09/2025

33

Bab 33 Video Call Pertama yang Buat Heboh Istana

12/09/2025

34

Bab 34 Masa Lalu yang Membuka Luka

12/09/2025

35

Bab 35 Live Zunara yang Membelah Hati

12/09/2025

36

Bab 36 Heboh di dinas Sosial

12/09/2025

37

Bab 37 Kembalinya Anak-Anak ke Pelukan Zunara

12/09/2025

38

Bab 38 Surprise!

12/09/2025

39

Bab 39 Serbuan Bahagia di Dufan

12/09/2025

40

Bab 40 Dilamar Tergesa-gesa

12/09/2025