Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Brum! Brum!
Suara mobil berhenti tepat di halaman rumah Damar. Kedua orangtuanya Damar yang masih asik memandangi foto cucu mereka di depan televisi langsung menghentikan aktivitas mereka tersebut. Mereka saling tatap mempertanyakan siapa yang berkunjung malam-malam di rumah mereka.
"Eh, itu mobilnya siapa malam-malam datang?" tanya Bu Siska penasaran.
"Entahlah, Ayah juga tidak tahu." Pak Rudi mengangkat bahu.
"Lebih baik, Ayah cek saja ke depan biar jelas!" Pak Rudi segera beranjak dari kursi.
"Tidak perlu dicek! Itu mobil yang akan mengantarkan aku pergi!" cegah Damar tersenyum. Kaki jenjangnya mulai menuruni anak tangga. Tangannya menggeret koper berukuran besar.
Kedua orangtuanya segera melihat ke arah Damar. Mata mereka melebar melihat Damar berpenampilan sangat rapih. Belum lagi koper yang dia bawa membuat hati mereka ketar-ketir.
"Astaga, anak itu mau pergi ke mana kok rapih amat? Lalu, kopernya itu?" gumam Bu Siska gelisah.
"Entahlah, Ayah pusing sekali memikirkan tingkahnya. Gara-gara ulah Kayla, dia berubah tiga ratus enam puluh derajat. Sikapnya yang penyayang, ramah dan lemah-lembut sudah sirna. Hanya ada amarah saja di hatinya." Pak Rudi menggelengkan kepala tidak mengerti.
"Oh Tuhan, kenapa keluarga kami harus mengalami masalah serumit ini hanya karena terlalu ingin memiliki generasi penerus? Andai saja, kami tidak melulu mendamba ... pastilah keluarga kami masih utuh dan tidak tercerai berai seperti ini," gumam Bu Siska sangat sedih.
Kini Damar sudah berada di bawah. Dia melangkah mendekati kedua orangtuanya masih menggeret kopernya juga.
"Kamu mau ke mana malam-malam begini, Nak?" tanya Bu Siska khawatir.
"Aku mau pergi sebentar untuk menenangkan pikiran. Ibu sama Ayah tidak perlu khawatirkan aku. Aku janji tidak akan berulah di luaran sana. Aku hanya berusaha untuk melupakan semua luka di hati ini. Tetap tinggal di rumah ini malah membuatku selalu ingat tentang kebohongan-kebohongan itu." Damar tersenyum miris.
"Apa kamu tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah? Kalau kamu pergi ... bagaimana dengan perusahaan kita?" tanya Bu Siska bingung.
"Tidak ada, Ibu. Jika aku tak pergi ... bayang-bayang luka itu semakin menggerogoti jiwaku. Aku tidak mau terus-terus memendam amarah ini. Apa Ibu mau melihat aku sakit jiwa?" Damar mulai menaikkan volume suaranya karena kesal.
"Bukan begitu, Nak! Ibu hanya ...." Bu Siska bingung harus berkata apalagi.
"Kalau hanya soal perusahaan, aku akan tetap mengurusnya walaupun aku tidak ada di Indonesia. Aku akan tetap giat bekerja. Jadi, kalian tenang saja," jelas Damar menyambung ucapan sang ibu.
"Astaga, jauh sekali kamu ingin menenangkan diri sampai ke luar negeri segala? Apa kamu tidak ingin menyaksikan tumbuh kembang anakmu?" tanya Bu Siska shock.
"Astaga Ibu ini masih saja mengeyel. Kan, sudah aku katakan bahwa dia bukan anakku. Aku sama sekali tidak menginginkan anak haram itu," jelas Damar mulai emosi. Dia sangat marah jika orang tuanya mulai membahas anak dari hasil hubungan terlarangnya itu dengan Kayra. Almarhumah istrinya telah memanipulasi keadaan dengan cara bertukar posisi dengan adik kembarannya.
Plakkk!
Satu tamparan mendarat mulus di pipi Damar karena Pak Rudi sudah tidak tahan lagi mendengar ucapan Damar yang salah. Menurutnya Damar memang harus diberi pelajaran agar bisa mengontrol emosinya.
Bu Siska langsung menangis. Dia sangat shock mendengar kata-kata Damar yang sangat tidak bermoral itu.