Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Tawaran Gila Suamiku
“Kau! Pelakunya!”
Tanganku menunjuk seseorang yang begitu aku kenal.
Saat mengetahui siapa biang kerok dari semua teror ini. Aku sempat denial, menyangkal berulang kali karena sosoknya yang benar-benar di luar perkiraanku.
Namun seluruh bukti yang kukumpulkan dengan sembunyi-sembunyi itu mengarah hanya padanya seorang. Di tempat kejadian perkara yang sesungguhnya, aku memojokkan sang pelaku.
“Meha, kau menyusahkan sekali.” Seringai pembunuh berdarah dingin itu yang membuat seluruh bulu kudukku berdiri.
Aku lengah, luput menilai jika ia masih punya sisi baik terlepas dari rangkaian pembunuhan keji yang ia lakukan.
“BUGH!”
Pukulan ke kepalaku dari arah belakang.
Gelap.
Aku tak tahu jika ia punya kaki tangan.
Aku salah perhitungan.
Dan kini, namaku yang mungkin akan terpampang di setiap surat kabar elektronik bersandingan dengan nama-nama korban sebelumnya.
Ah, Meha. Padahal kamu baru saja jatuh cinta.
“Meha.... Meha.... TOLONG!” Teriakan Nina - sahabatku yang kutemukan dengan tubuh terpotong-potong di dalam mesin autoklaf laboratoriumku 6 bulan lalu.
“Nina!” Aku terkejut, melihatnya yang sedang ketakutan di dalam lingkaran bertanda bintang.
“Sebentar lagi dia datang, tolong Aku Meha, tolong!” Tangannya dengan sekuat tenaga memukul-mukul dinding tak kasat mata yang melingkarinya.
“Nina! Nina!” Panikku hendak mengeluarkannya dari kungkungan itu namun usaha kami sia-sia.
Sosok hitam tiba-tiba muncul di udara dalam lingkaran Nina. Wajah Nina semakin ketakutan dan air mata keluar deras dari matanya.
“No, no, NOOO!!” Pekik Nina menyayat hati saat aku terpaku menyaksikan sosok di dalam jubah hitam menyeramkan mengeluarkan tangan dengan jari jemari panjang, tak ada wajah di balik tudung jubah itu, hanya berupa tengkorak hewan bertanduk, dan rongga mata yang terisi api berkobar. Sosok itu merenggut leher Nina, lalu mencekik lehernya, Nina megap-megap sembari memandangku meminta pertolongan.
“LEPASKAN! LEPASKAN!” Aku menendang dan meninju dinding tak kasat mata itu sekuat tenaga. Sosok itu mengulurkan tangannya satu lagi padaku, namun Nina menangkapnya sekuat tenaga, terlepas dari posisinya yang tak menguntungkan, ia masih berusaha melindungiku.
“AAARGH!!” Lengkingan Nina menyakitkan telinga saat kusaksikan iblis itu menarik paksa jantung Nina keluar dari rongga tubuhnya hanya dengan jari jemarinya, tubuh Nina terkulai lemas saat penopang hidupnya itu telah lepas.
Seperti boneka tak berharga, tubuh lemas Nina disentakkan lalu sosok itu menghilang membawa jantung sahabatku itu.
“NOOO! Nina! Nina!”
“Keluar ... keluarlah... da-dari... sini, Meha. Ba-bangunlah!”
Lalu, seperti ada lubang hitam raksasa yang menyedot kesadaranku pergi dari mimpi buruk tentang Nina.
“NOOO!” Teriakku saat tak lagi melihat sosok Nina.
“SRAAK!” Tarikan paksa dari kain hitam yang menutupi kepalaku membuatku tersadar. Ruangan ini temaram, sebuah kamar terbengkalai dari baunya yang lapuk. Aku menatap sang pembunuh keji yang berdiri di depanku itu dengan gigi bergemeletuk.
Siapa sangka Langdon Bortolomov, Kaprodi yang terkenal baik dan pengayom itulah pelaku pembunuhan berantai yang membayangi kampus kami 6 bulan belakangan. Pantas saja ia begitu licin menghindar dari endusan polisi. Karakter yang dia tunjukkan ke masyarakat begitu suci tanpa cacat cela.
Remi, kekasihkulah yang justru menjadi kambing hitam dan harus mendekam di penjara karena tipu dayanya. Sungguh culas dan tak termaafkan!
“Sialan!” Aku mengumpat keras.