Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Not a Bad Thing

Not a Bad Thing

Silvergoals

5.0
Komentar
Penayangan
1
Bab

Tentang luka yang tak kunjung mereda, kesaksian cinta dan pengorbanan yang ada. Ini tentang Amora yang terlahir dari kehancuran keluarga, ini tentang Amora yang tak pernah merasakan kasih sayang orangtua dan ini tentang Amora yang selalu dipandang sebagai perempuan bahagia, padahal kenyataannya tidak. Amora pikir, dengan jatuh cinta pada Alfed, itu merupakan hal paling benar menurut keputusan, Amora pikir Alfed adalah penawar bagi luka yang diakibatkan oleh keluarga. Namun kenyataannya, itu semua tidak benar, Alfed adalah luka baru yang tumbuh di hati Amora. Amora ingin lepas, namun Alfed mencintainya, dan Alfed tak ingin melepaskannya.

Bab 1 ALMORA Bag.1

Amora mengayunkan langkahnya menuju lift terdekat, senyumnya mengembang sempurna tatkala mengingat hari ini- merupakan hari dimana dirinya akan menemui sang kekasih secara diam-diam.

Ya, karena jika kekasihnya tau prihal ini semua - sudah dipastikan Amora gagal.

Posesif, overprotektif dan pencemburu- tiga kata yang menggambarkan Alfred, pria tampan yang sudah menjadi kekasihnya selama satu tahun ini.

Ting!

Pintu lift terbuka, jantung Amora rasanya berhenti berdetak kala melihat salah seorang pria yang tengah berciuman mesra dengan wanita, yang entah siapa itu. Pikirannya terus menyangkal, berusaha meyakinkan jika itu bukan kekasihnya.

Namun, semua itu pupus kala kedua insan itu menyudahi aktifitasnya di dalam lift.

Alfred...

Pria penabur luka beserta penawarnya

Alfred itu seperti racun terindah bagi Amora, sebesar apapun Alfred membuat kesalahan, sesering apapun Amora memaafkan.

"Pergilah, bitch!" titahnya membuat wanita itu melenggang pergi tanpa sepatah katapun, setelah melempar tatapan nakal ke arah Amora.

Alfred menahan lift yang hampir tertutup itu, lantas menarik Amora untuk masuk ke dalam lift bersamanya.

Hening.

Tak ada yang memulai pembicaraan diantara mereka, Amora yang tengah menyelami pikirannya tanpa peduli Alfred yang sudah melingkarkan lengan kekarnya di pinggang Amora- sedangkan Alfred, pria itu lebih memilih memandangi wajah cantik gadisnya.

"Mengapa harus selalu melakukan itu?" Satu pertanyaan terlontar dari mulut Amora, tak ada tangis - karena satu tahun ini sudah cukup melatih mental Amora untuk tetap baik-baik saja kala melihat hal yang sama.

"Kau tau aku, Mora! Jangan pancing aku," balas Alfred tegas, seolah tak ingin membahas perihal apa yang Amora lontarkan.

Hanya dengan satu tarikan nafas, Amora berhasil mengembalikan senyumnya, "Baiklah."

Ya, panggil saja si bodoh Amora. Karena memang dia sangat bodoh dengan terus menerima perlakuan yang Alfred berikan padanya, karena menurut Amora--

Cup!

Satu kecupan mendarat didahi Amora, Alfred menarik kedua sudut bibirnya, menampilkan seulas senyum yang begitu menawan, "Goodgirl!"

Manis.

Ya, begitulah Amora menilai Alfred.

"Mengapa datang tanpa seizin ku, hm? Aku bahkan bisa menjemput mu kapan saja," tutur Alfred bersamaan dengan terbukanya lift.

Keduanya berjalan menuju dimana apartemen Alfred berada, Amora yang menyadari tatapan Alfred seolah menunggu jawaban yang akan dirinya berikan, mulai kembali buka suara, "Aku bisa melakukan apapun sendiri, Alfred. Jangan berle--

"Tidak ada yang berlebihan, Amora! Kau yang keras kepala, pembangkang dan sulit ku atur!" Lagi dan lagi Alfred menukas ujaran Amora lantas berlalu masuk ke dalam Apartemen setelah memasukan beberapa digit pin.

Amora tak menyangkal, karena memang itulah dirinya.

Amora membiarkan pintu apartemennya kembali tertutup, saat setelah dirinya berhasil masuk. Tatapannya teralih pada Alfred yang kini tengah membuka Hoodienya tanpa menyisakan apapun, jangan lupakan tubuh kekar serta beberapa kotak pada bagian perutnya.

Sungguh memanjakan mata.

"Aku lapar," kata Amora tiba-tiba.

Tak ada jawaban dari Alfred, pria itu meraih ponselnya, lalu membiarkan jari-jarinya menari di atas layar, setelah itu kembali meletakan ponselnya di atas meja.

"Kau mau kemana?" Amora bertanya namun tetap tak mendapat jawaban dari pria itu.

Dengan berat hari, Amora berjalan dan duduk di atas sofa, tangannya terulur meraih ponsel yang sempat Alfred simpan di atas meja.

Hanya sekedar memasukan angka ulangtahunnya dan ponsel itu sudah dapat Amora gunakan tanpa harus mengatur ini dan itu, tentu saja karena seluruh pin yang Alfred gunakan merupakan tanggal ulang tahun Amora sendiri.

Bukankah itu romantis?

Amora membuka aplikasi yang sering kekasihnya gunakan untuk bertukar kabar, saat itu juga pemandangan layar ponsel disambut oleh berbagai gadis dari berbagai kalangan.

Tak ada yang salah, karena Alfred tampak tidak memberinya respon.

Namun, satu diantara ratusan pesan yang masuk, hanya satu yang membuat Amora mengepalkan tangannya erat.

Aprily || Semalam benar-benar menjadi malam panjang untuk kita, semoga dilain waktu kita dapat melaluinya lagi

Sebenarnya Alfred melakukan hal serupa tidak pada Aprily saja, mungkin sekitar 101 gadis yang sudah Alfred kencani, tidak sampai satu bulan - karena maksimal usia hubungan Alfred dan para korbannya adalah tiga hari setelah berada di atas ranjang.

Bagaimana dengan Amora? Entahlah, sampai saat ini Amora benar-benar tidak dibiarkan lepas dari genggaman Alfred.

Mungkin karena Alfred belum berhasil meniduri Amora di ranjang.

Tiba-tiba saja bel apartemen berbunyi, Amora hendak bangkit untuk membukakan pintu, namun Alfred sudah lebih dulu berjalan gontai seolah tidak membiarkan Amora membukakan pintunya.

Itu pasti pesanan mereka, dapat Amora lihat kekasihnya yang sudah menentang beberapa Tote bag ditangannya.

"Mengapa kau harus mendiamkan ku, Alfred!" kesal Amora menatap Alfred jengah, pasalnya pria itu terus saja mendiamkannya.

Padahal kesalahannya hanya satu, datang seorang diri ke apartemen pria itu tanpa meminta Alfred untuk menjemputnya.

"Makan dan habiskan, setelah itu aku akan mengantarkan mu pulang," tuturnya dingin sembari meletakan beberapa hidangan di atas meja.

Amora yang memang tengah lapar, memilih untuk mengagguk lantas meraih sendok dan garpu.

"Aku ingin mampir kesuatu--

"Tidak bisa, Amberly menunggu ku," tukas Alfred tanpa perasaan.

Amora menghentikan aktivitas makannya, menatap punggung tegap Alfred yang tengah membelakanginya.

PRANG!

"Sebenarnya siapa aku di hidup mu, Alfred! Mengapa kau selalu memprioritaskan mainan mu itu dari pada aku!" gertak Amora setelah menyingkirkan seluruh yang ada di atas meja hingga berserakan di lantai.

Alfred yang menyadari itu menghembuskan nafasnya pelan, mulai mendekat ke arah dimana Amora berada, pria itu duduk di samping Amora lantas memeluknya erat, "Kau kekasih ku, sayang. Tapi mereka mainan ku - hanya tiga hari aku memprioritaskan mereka, setelah itu aku akan membuangnya," tuturnya lembut.

Tak ada jawaban dari Amora, gadis itu merasa lidahnya kelu - pikirannya masih memproses setiap tutur kata yang Alfred lontarkan.

Tutur kata yang selalu sama.

Cukup lama Amora diam hingga Alfred memutuskan untuk melepaskan pelukan mereka, ditatapnya dalam dan--

Cup...

Awalnya hanya kecupan, namun lama kelamaan menjadi sesuatu yang begitu panas, lumatan demi lumatan Alfred berikan, merasa gadisnya tak kunjung memberi akses, tangan Alfred bergerak meremas sebelah payudara Amora hingga gadis itu terpaksa membuka mulutnya.

Siklus percintaan di dalam kehidupan Amora memang selalu begini- terasa menyakitkan namun tetap memaafkan. Terkadang Amora berfikir, apa yang dirinya miliki untuk Alfred? Cinta atau hanya sekedar rasa pemanis semata?

Mengingat kehidupannya selama ini begitu hambar, Amora memerlukan pemanis dalam hidupnya.

"Rasanya selalu sama," gumam Alfred setelah menyelesaikan ciumannya.

Alfred menyentuh bibir ranum Amora dengan menggunakan ibu jarinya, "Hanya milik ku dan untuk ku, aku tak ingin berbagi."

Ya, itulah yang menggambarkan Alfred. Pria yang sangat egois, bahkan sangat amat egois.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku