Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Not a Stuntman!

Not a Stuntman!

Blue_Lotus

5.0
Komentar
184
Penayangan
16
Bab

Alin Arshavina, wanita 25 tahun yang tak punya kendali terhadap hidupnya. Ia harus menggantikan sang kakak tiri-Friska untuk menikah dengan seorang pria kasar, tak punya hati. Alin terpaksa melakukan hal itu karena Friska mengalami kecelakaan di hari pernikahannya, sedangkan pernikahan harus tetap berlanjut. Evano Xander, pria 30 tahun yang bekerja sebagai asisten pribadi seorang CEO terkenal. Ia tidak peduli akan menikah dengan Friska ataupun Alin, baginya mereka sama saja. Evano berpendapat semua wanita hanya mengincar harta. Seminggu setelah pernikahan, Friska sadar dan menginginkan posisinya kembali. Alin bimbang harus melakukan apa, mempertahankan atau melepaskan Evano. Ia ingin bertahan karena bagi Alin pernikahan sekali seumur hidup. Namun, disisi lain sikap Evano yang jauh dari kata baik membuat hati Alin goyah. Terlebih Friska yang terus berusaha menghancurkan pernikahan mereka. Bagaimana kelanjutan kisah rumah tangga Evano dan Alin? Akankah Alin bertahan sebelah pihak atau mengikhlaskan Evano bersama Friska? Cover by pexels.

Bab 1 Perjodohan!

Di tengah ratusan makam umat manusia, seorang wanita muda sedang terisak di depan pusara yang masih basah. Tangisnya terdengar begitu memilukan, sesekali ia menyebut kata 'papa' dengan lirih. Mengusap-usap papan nisan yang bertuliskan nama 'Firman' itu.

"Sudahlah, Alin! Tidak usah lebay, papamu itu memang sudah pantas mati. Hidup pun tidak berguna, hanya akan menyusahkan saja." Heera berkata dengan pedas.

Ucapan Heera sangat melukai perasaan Alin. Laki-laki yang dimaki itu adalah orang yang paling berharga bagi Alin.

"Kenapa tante berbicara seperti itu? Yang meninggal ini papa aku tant, papa kak Friska juga. Suami tante!" ucap Alin dengan suara serak.

Sejak Firman dinyatakan meninggal, Alin tak henti-hentinya menangis. Ia benar-benar sudah tidak memiliki sandaran dalam hidup. Pertama, sang mama yang hilang tanpa kabar berita sejak ia berusia 7 tahun. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan mama Alin-Nuri sampai saat ini. Kini, sang ayah juga pergi meninggalkan Alin selamanya. Rapuh! Itulah yang dirasakan oleh Alin sekarang.

"Papa sudah bangkrut. Jadi tak ada gunanya hidup," sahut Friska yang sibuk memerhatikan kukunya.

"Kalian memang manusia tidak punya hati, apa hanya harta yang ada di dalam benak kalian?" sergah Alin.

Alin tidak terima orang yang ia sayangi dihina oleh orang lain. Terlebih lagi oleh keluarga sendiri.

Alin dan Friska merupakan saudara tiri, sedangkan Heera adalah ibu tiri Alin.

"Jangan sok suci kamu! Semua orang butuh uang untuk bertahan hidup," hardik Heera.

"Biarkan saja dia di sini, Ma! Lebih baik kita pulang," ajak Friska.

Mereka meninggalkan Alin seorang diri, ntah bagaimana ia akan pulang nanti.

Hampir satu jam Alin duduk menatap kosong gundukan tanah itu, ia masih belum percaya sang papa tidak lagi ada di dunia.

Saat matahari mulai turun, Alin berpamitan pada papanya. Ia berusaha untuk mengikhlaskan agar Firma bisa tenang di alam sana.

"Assalamualaikum!" Langkah Alin terhenti ketika mendapati dua orang laki-laki berbeda usia sedang bergabung dengan kakak dan tantenya.

Tak ada yang menjawab salam Alin, dua orang pria asing itu malah fokus memerhatikan Alin dari atas ke bawah.

"Kamu siapa? Kenapa sangat mirip dengan Firman?" tanya pria paruh baya.

"Saya Alin, Om. Salah satu putri papa," jawab Alin sopan.

Sok manis banget, sih. Batin Friska.

"Mari duduk!" ajak Riga.

Alin memilih duduk di sofa single yang berada di antara mereka.

"Tuan ada keperluan apa kemari?" tanya Heera mengalihkan pandangan Riga.

"Sebelumnya saya minta maaf, jika yang saya sampaikan nanti kurang berkenan.

"Namun, apa yang akan saya katakan merupakan janji kami dulu-

Riga menjeda ucapannya, ia menelisik satu persatu ekspresi para wanita itu.

"Saya dan Firman pernah berjanji untuk menjodohkan putra-putri kami setelah dewasa," lanjut Riga.

Mendengar penuturan Riga, Heera dan Friska saling pandang. Mereka seperti mendapatkan angin segar untuk mempertahankan predikat orang kaya.

Mereka dapat memastikan jika pasangan ayah dan anak di hadapan mereka merupakan orang terpandang. Apalagi, Friska sejak awal sudah tertarik pada putra Riga. Meskipun terlihat dingin, ia begitu memesona di mata Friska.

"Saya tidak keberatan, Tuan. Bila perlu pernikahan dilaksanakan segera," jawab Heera antusias.

Dasar gila harta! hardik Evano-putra Riga dalam hati.

Riga hanya tersenyum tipis, "Maaf nyonya! Tapi putri anda ada dua, siapa yang akan dinikahkan dengan putra saya, Evano?"

Riga sangat berharap Alin yang akan menikah dengan Evano. Meskipun baru kali ini bertemu dengan putri-putri dari sahabatnya itu, Riga dapat menilai Alin jauh lebih baik dari Friska.

"Jelas Friska lah, Tuan!" cetus Heera merangkul sang anak.

Mendengar jawaban Heera, Alin hanya diam saja. Ia juga tidak berharap menikah karena perjodohan. Alin memiliki mimpi bisa menghabiskan sisa hidup dengan pria yang mencintai dan menerima ia apa adanya.

"Kenapa tidak Alin?" tanya Riga.

"Anak saya hanya Friska, Tuan. Dia hanya anak Firman dengan selingkuhannya," tuduh Heera menunjuk Alin.

Sontak Alin mendongakkan kepala. Sang mama tidak melakukan apapun, tapi Heera dengan tega menuduh begitu.

"Maaf, Tante! Tolong jaga ucapan, Tante!" ujar Alin meredam kekesalan.

"Apa yang dikatakan mamaku benar! Mamamu itu telah merebut papa dari kami," timpal Friska menyetujui ucapan Heera.

"Jangan keterlaluan, Kak! Tante Heera sendiri yang meninggalkan papa.

"Jadi, jangan lancang memfitnah mamaku," bantah Alin.

Beberapa detik suasana hening. Sampai Alin kembali berucap, "Sepertinya saya tidak ada kepentingan di sini. Kalau begitu saya permisi!"

Alin beranjak meninggalkan ruang tamu. Ia tidak ingin mendengar lagi tudingan buruk yang diucapkan Heera dan Friska tentang Nuri.

"Lihat, Ma! Tidak punya sopan santun," sindir Friska memanas-manasi.

"Kamu benar! Mungkin karena tidak ada ibu yang mengajari, dia menjadi seperti itu!"

Alin tetap melangkah, ia tidak ingin termakan perkataan kakak dan ibu tirinya itu.

Riga mengikuti langkah Alin dengan sorot mata iba, ia percaya pada perkataan Alin. Entah mengapa Riga merasa Heera dan Friska berusaha memojokkan gadis malang itu.

"Eh. Maaf, Tuan! Pembicaraan kita terganggu. Jadi, kapan Friska dan nak Evano menikah?" tanya Heera.

"Pernikahan akan diadakan dua minggu lagi. Nyonya dan nak Friska cukup duduk tenang, biar saya yang handel semua persiapan."

Mereka mengangguk senang, impian mereka tetap menjadi orang kaya akan segera terwujud.

"Kalau boleh tahu, nak Evano kerjanya apa?" tanya Heera penasaran.

Sejak datang ke rumah mereka, Evano tidak sekali pun mengeluarkan suara. Hanya Riga yang terus berbicara.

"Dia asisten pribadi CEO di Aditama corp," bukan Evano yang menjawab, tapi Riga.

Ternyata dia hanya asisten. Kata hati Friska.

"Kalau tuan sendiri?" tanya Heera lagi.

"Apa kalian pernah mendengar Xander hotel's?"

"Siapa yang tidak mengenalnya, Tuan. Seluruh dunia juga tahu," puji Heera.

"Anda terlalu memuji, Nyonya. Saya pemilik hotel tersebut," tutur Riga.

Friska dan Heera menganga tidak percaya. Pemilik hotel yang telah membuka cabang di setiap penjuru dunia duduk bersama mereka. Lebih-lebih sebentar lagi Friska akan menjadi bagian keluarga sultan itu.

"Anda tidak bergurau 'kan tuan? Lalu, kenapa nak Evano hanya menjadi asisten CEO?" tanya Heera memastikan.

"Hehe. Untuk apa saya bergurau, Nyonya. Evano menjadi asisten adalah pilihannya, saya tidak ingin memaksa dia melakukan apa yang tidak diinginkan," jelas Riga.

"Tapi, semua diwariskan pada nak Evano 'kan, Tuan?"

Evano setengah tersenyum, Benar-benar keluarga matre. Batin Evano.

Hal ini yang dibenci Evano ketika berhubungan dengan wanita. Ia menganggap semua kaum hawa sama, mendekati laki-laki hanya sebatas harta. Tidak ada yang tulus dalam menjalin hubungan.

"Tentu, Nyonya! Evano putra saya satu-satunya," jawab Riga tersenyum miris.

Ia teringat pada seseorang yang memiliki sifat persis seperti Heera.

Bersambung ...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku