(NOT) Your Ordinary Lab Girl Meha - Asisten Laboratorium Mikrobiologi di Universitas Elephas hampir saja menjadi tersangka pembunuhan berantai yang sedang marak terjadi di kotanya. Hanya karena TKP korban pertama kali ditemukan di laboratorium tempat ia bekerja. Remi - rekan kerjanya sesama asisten juga ikut terseret dalam arus konspirasi dan politik yang memanas di kampusnya. Mereka berdua difitnah di sana sini. Mau tak mau, ia harus turun tangan menyelesaikan teka teki pembunuhan ini jika tak ingin nama baiknya semakin tercemar dan kuliahnya putus di tengah jalan. Setelah kasus pertama yang dapat diselesaikannya itu, muncul kasus kedua dengan pembunuh yang berbeda. Seolah - olah menjadikannya magnet bagi para pembunuh yang kepiawaiannya dalam melancarkan aksi itu haus untuk dibongkar Meha. T A N T A N G A N Terima, atau tidak?
"Kau! Pelakunya!"
Tanganku menunjuk seseorang yang begitu aku kenal.
Saat mengetahui siapa biang kerok dari semua teror ini. Aku sempat denial, menyangkal berulang kali karena sosoknya yang benar-benar di luar perkiraanku.
Namun seluruh bukti yang kukumpulkan dengan sembunyi-sembunyi itu mengarah hanya padanya seorang. Di tempat kejadian perkara yang sesungguhnya, aku memojokkan sang pelaku.
"Meha, kau menyusahkan sekali." Seringai pembunuh berdarah dingin itu yang membuat seluruh bulu kudukku berdiri.
Aku lengah, luput menilai jika ia masih punya sisi baik terlepas dari rangkaian pembunuhan keji yang ia lakukan.
"BUGH!"
Pukulan ke kepalaku dari arah belakang.
Gelap.
Aku tak tahu jika ia punya kaki tangan.
Aku salah perhitungan.
Dan kini, namaku yang mungkin akan terpampang di setiap surat kabar elektronik bersandingan dengan nama-nama korban sebelumnya.
Ah, Meha. Padahal kamu baru saja jatuh cinta.
"Meha.... Meha.... TOLONG!" Teriakan Nina - sahabatku yang kutemukan dengan tubuh terpotong-potong di dalam mesin autoklaf laboratoriumku 6 bulan lalu.
"Nina!" Aku terkejut, melihatnya yang sedang ketakutan di dalam lingkaran bertanda bintang.
"Sebentar lagi dia datang, tolong Aku Meha, tolong!" Tangannya dengan sekuat tenaga memukul-mukul dinding tak kasat mata yang melingkarinya.
"Nina! Nina!" Panikku hendak mengeluarkannya dari kungkungan itu namun usaha kami sia-sia.
Sosok hitam tiba-tiba muncul di udara dalam lingkaran Nina. Wajah Nina semakin ketakutan dan air mata keluar deras dari matanya.
"No, no, NOOO!!" Pekik Nina menyayat hati saat aku terpaku menyaksikan sosok di dalam jubah hitam menyeramkan mengeluarkan tangan dengan jari jemari panjang, tak ada wajah di balik tudung jubah itu, hanya berupa tengkorak hewan bertanduk, dan rongga mata yang terisi api berkobar. Sosok itu merenggut leher Nina, lalu mencekik lehernya, Nina megap-megap sembari memandangku meminta pertolongan.
"LEPASKAN! LEPASKAN!" Aku menendang dan meninju dinding tak kasat mata itu sekuat tenaga. Sosok itu mengulurkan tangannya satu lagi padaku, namun Nina menangkapnya sekuat tenaga, terlepas dari posisinya yang tak menguntungkan, ia masih berusaha melindungiku.
"AAARGH!!" Lengkingan Nina menyakitkan telinga saat kusaksikan iblis itu menarik paksa jantung Nina keluar dari rongga tubuhnya hanya dengan jari jemarinya, tubuh Nina terkulai lemas saat penopang hidupnya itu telah lepas.
Seperti boneka tak berharga, tubuh lemas Nina disentakkan lalu sosok itu menghilang membawa jantung sahabatku itu.
"NOOO! Nina! Nina!"
"Keluar ... keluarlah... da-dari... sini, Meha. Ba-bangunlah!"
Lalu, seperti ada lubang hitam raksasa yang menyedot kesadaranku pergi dari mimpi buruk tentang Nina.
"NOOO!" Teriakku saat tak lagi melihat sosok Nina.
"SRAAK!" Tarikan paksa dari kain hitam yang menutupi kepalaku membuatku tersadar. Ruangan ini temaram, sebuah kamar terbengkalai dari baunya yang lapuk. Aku menatap sang pembunuh keji yang berdiri di depanku itu dengan gigi bergemeletuk.
Siapa sangka Langdon Bortolomov, Kaprodi yang terkenal baik dan pengayom itulah pelaku pembunuhan berantai yang membayangi kampus kami 6 bulan belakangan. Pantas saja ia begitu licin menghindar dari endusan polisi. Karakter yang dia tunjukkan ke masyarakat begitu suci tanpa cacat cela.
Remi, kekasihkulah yang justru menjadi kambing hitam dan harus mendekam di penjara karena tipu dayanya. Sungguh culas dan tak termaafkan!
"Sialan!" Aku mengumpat keras.
"DIAM KAU MEHA! Sudah cukup kau jadi duri dalam petualanganku! Jalang kecil, kali ini permainan detektif-detektifanmu itu harus berakhir. Tenanglah, tunggu sebentar lagi, aku akan membuat namamu terkenal! Oh Meha... Rubah kecilku." Dengan tangannya yang menjijikkan ia menggamit daguku. Aku menggigit bibir bawahku menahan tangis.
Bagaimana bisa, aku mengidolakan sosok ini dulu. Sangat naif. Sir Langdon menjadi Kaprodi termuda, dengan kharismanya yang pandai memikat lawan bicara. Materi-materi kuliah yang terkini, perdebatan berbobot tanpa henti dengan para mahasiswa dan rekan dosen yang tak setuju dengan teorinya.
Tak butuh waktu lama, ia yang semula datang sebagai dosen baru itu menaiki tangga karir dengan cepat. Tak peduli tua muda, laki laki atau wanita, tertipu oleh pesonanya.
Namanya wira wiri di stasiun TV nasional. Viral sebagai dosen ter "panas" dekade ini. Belum lagi latar belakang keluarganya yang merupakan turunan old money. Seolah keberuntungan tak lepas dari bayang-bayangnya.
Suami dari Mrs Leah Thompson-Bortolomov, mantan model yang banting setir menjadi philantropist terkenal di kalangan atas. Dengan penggambaran tanpa cela itu maka siapa sangka kini, sosok bak malaikat didepanku itu berubah menjadi tukang jagal paling ditakuti.
Hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhku. 'Tolong! Siapapun! Aku tak ingin menjadi korbannya!'
"Uggh!" Aku berusaha dengan sekuat tenaga melepaskan tali yang mengikatku di kursi, tapi tak bisa.
"Ckckck, jangan buru-buru rubah kecil. Tunggu sebentar dan kau akan menikmati penyatuan denganku. Bukankah itu yang kau inginkan? Aku tahu kau selama ini diam-diam menjadi pengagum beratku. Groupies tuan Langdon?"
"CUIH!" Aku meludahi wajahnya yang mendekat.
"SLAP!!" Tamparan keras pada pipiku, rasa berdenging sesaat. Bibirku pecah karena tamparan kerasnya tadi. Selanjutnya dengan kasar tangan pembunuh itu meremas rahangku.
"KAU. Kurang ajar. Padahal tadi aku ingin memberikanmu pelepasan yang indah. Tapi, karena kau tak menjadi jalang penurut maka kesucianmu akan kurenggut kasar! Kita lihat apakah harga dirimu itu masih ada saat kesucianmu kurenggut. Shirley! Sumpal mulutnya! Aku sudah muak mendengar ia berbicara!"
'Shirley? Ia kah kaki tangan pembunuh ini? Bagaimana mungkin? Aku sungguh telah dibodohi.' Panik, aku semakin berusaha keras membuka ikatan pada kaki dan tanganku, hingga kulitku rasanya terkelupas karena tergesek tali tambang. Aku dapat merasakan darah mengalir dari pergelangan tangan dan kakiku.
Aku menggeleng-geleng saat sumpal kotor dimasukkan paksa ke dalam mulutku oleh Shirley. Lalu tanpa belas kasihan ia menahan kepalaku kasar dan dijejalkannya juga, aku merintih tanpa suara. Memandangnya dengan tajam, Shirley menatapku balik dengan seringai mengejek yang kejam.
Mr Langdon sedang mempersiapkan sesuatu di lantai yang tampak tak asing, bintang berbentuk lingkaran itu digambarnya dengan kapur putih. Di tengah-tengah layaknya altar, diletakkan sebuah meja kayu yang memiliki strap di ujung-ujungnya, memungkinkan persembahannya diam di tempat tak dapat kabur.
Rupanya selama ini, korban-korban itu adalah hasil dari ritual pemujaan setan. Siapa yang dapat menyangka? Diabad 21 ini, ritual tua kejam ini masih terjadi.
"Done," Ucap Mr Langdon menyeringai puas melihat hasil kerjanya. Cahaya dari lilin membuat bayangannya memanjang layaknya setan yang kulihat dalam mimpiku tadi bersama Nina.
"Apakah sudah saatnya, Sir?" Shirley mencicit.
"Ya. Kau dapat memanggil mereka."
Shirley lalu keluar dari ruangan dan kembali dengan membawa 3 orang bertudung hitam, wajah mereka tak dapat terlihat.
Saat satu persatu dari orang itu membuka tudung mereka, aku semakin pias. Sungguh di luar perkiraanku.
"Mari kita lakukan!" Perintah Mr Langdon.
Ketiga orang yang sosoknya tak asing bagiku itu lalu mendekatiku, membuka ikatan tali dan mencancangku di altar.
Pakaianku direnggut paksa, hanya menyisakan pakaian dalamku saja. Teriakpun percuma karena tak ada suara yang dapat keluar dari mulutku.
'Siapapun! Tolonglah! Tolonglah aku!'
"HAHAHA! Lihatlah. Belum apa-apa kau sudah ketakutan. Kenapa kau tak tunduk sedari tadi. Aku bisa melakukannya dengan lembut untukmu yang pertama kali. Tapi karena kau nakal, aku akan melakukannya dengan kasar!"
Mr Langdon mendekat dan membuat sayatan di kedua pergelangan tanganku.
Perih... Ruangan tampak kabur saat mereka mulai menggumamkan mantra. Bayang-bayang mereka yang mengelilingiku dari 5 penjuru tampak menyatu menjadi sosok menyeramkan berjubah hitam tadi.
Saat kesadaran hampir meninggalkan ragaku. Sayup-sayup aku mendengar suara pintu didobrak paksa dan teriakan-teriakan orang dari dalam ruangan.
Suara tembakan bersahutan, setelah itu aku tak tahu lagi.
Karena kini gelap kembali menguasai.
Bab 1 Ritual
24/03/2023
Bab 2 Kejutan
24/03/2023
Bab 3 Awal Seteru
24/03/2023
Bab 4 Kau Milikku
24/03/2023
Bab 5 First Case
24/03/2023
Bab 6 Ancaman
24/03/2023
Bab 7 Cat Kuku Hint Biru Metalik
24/03/2023
Bab 8 Sera Ramirez
24/03/2023
Bab 9 Oh, Sera
24/03/2023
Bab 10 Tuduhan
24/03/2023
Bab 11 Skenario Yang Rapi
24/03/2023
Bab 12 Raymond
24/03/2023
Bab 13 Nina Smith
24/03/2023
Bab 14 Polemik
24/03/2023
Bab 15 Pion
24/03/2023
Bab 16 Petunjuk Tentang David Brown
24/03/2023
Bab 17 Drama
24/03/2023
Bab 18 Mencarimu
24/03/2023
Bab 19 Penguntit
24/03/2023
Bab 20 Oh, David
24/03/2023
Buku lain oleh WuSaKoRi
Selebihnya