Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Not A Perfect Marriage

Not A Perfect Marriage

Ny. Min

5.0
Komentar
Penayangan
8
Bab

Ivy Marionet harus terbelenggu oleh pernikahan yang kompleks. Bukan hanya harus menjadi seorang istri ksatria kerajaan. Ivy juga harus menyembunyikan identitas aslinya. Bukan hanya harus terjebak di pernikahan yang rumit, Ivy juga harus di eksekusi oleh suaminya sendiri karena Winter sang putra mahkota. Ada apa sebenarnya? Siapa Ivy sebenarnya? Apakah Ivy bisa terbebas dari eksekusi itu?

Bab 1 Terpaksa Menikah

Seorang pria berkulit putih berambut sedikit coklat baru saja membuka matanya pelan. Dia Race Agnito, anak dari pasangan Tuan Milano dan Nyonya Maria. Ksatria paling hebat di wilayah timur dan juga kepercayaan Raja Michel yang juga pamannya sendiri.

Race menghela napas dalam lalu mengusap wajahnya pelan.

"Mimpi apa itu? Siapa gadis itu?"

Race lalu bangun dari posisi tidurnya dan mengusap pelan wajahnya.

"Kenapa aku menghunuskan pedang itu padanya? Apa salahnya sebenarnya? Apa salah gadis itu?"

Wajah race terlihat begitu bingung dan sedang berpikir keras sekarang.

Di wilayah lain tepatnya di barat. Keluarga bangsawan Marionet baru saja melepas kepergian putri angkatnya Ivy. Nyonya Liana baru saja masuk ke kamarnya dan mendapati sang suami sedang duduk di kursi kerjanya.

"Sudah pergi?" tanya Tuan Marques sembari melihat ke arah sang istri.

"Em, sudah," singkat Nyonya Liana menjawab.

"Bagus! Akhirnya kita bisa membebaskan Cheris dari kutukan."

" Iya, aku juga merasa lega akhirnya Cheris bisa panjang umur. Lagi pula kita menghidupi Ivy di rumah ini juga untuk menjadi tameng Cheris dan menggantikan putri kita untuk mati muda."

"Kau, yakin bukan kalau gadis itu menikah dengan ksatria timur itu bisa menggantikan Cheris?"

"Tentu saja, sayang. Menurut peramal terakhir yang kita datangi. Keturunan peramal dan penyihir terakhir di utara akan bisa menggantikan kutukan turun temurun Cheris. Ivy adalah keturunan peramal dan penyihir terakhir yang sudah aku pastikan asal-usulnya sebelum aku benar-benar membawanya kesini," terang Nyonya Liana panjang lebar.

"Baguslah! Semoga saja kutukan itu cepat menghilang dari putri kita dan Ivy benar-benar bisa menggantikan kesialan Cheris," tandas Tuan Marques.

"Iya, sayang," ujar Nyonya Liana sependapat.

***

Malam ini Race datang ke paviliun kedua orang tuanya. Tuan Milano dan Nyonya Maria memberikan perintah supaya Race datang. Race sedang memotong kecil-kecil daging bakar miliknya, sedangkan Tuan Milano dan Nyonya Maria saling memandang satu sama lain sebelum terdengar deheman pelan dari Tuan Milano. Race mengangkat kepalanya mendengar sang ayah seakan memberi kode padanya.

"Ayah sudah mempunyai calon istri yang cocok untukmu, Race," ujar Tuan Milano tiba-tiba.

"Apakah orang itu, sayang?" tanya Nyonya Liana menimpali.

"Tentu saja siapa lagi," sahut Tuan Milano.

"Aku, tidak mau menikah dengan siapapun itu."

Race menolak dengan tegas dan tanpa berpikir apapun lagi.

"Kau ingin membantah ayahmu ini, Race?" Suara Tuan Milano mulai sedikit meninggi.

"Tidak seperti itu, Ayah. Hanya saja apakah ini tidak berlebihan? Aku, kau jodohkan bahkan nama dan seperti apa calon istriku saja aku tidak tahu." Race mencoba memberikan alasannya untuk tidak menikah.

"Race, gadis itu akan membuat keluarga kita makmur. Kau, tahu tentang bisnis ayahmu, 'kan? Dia akan sangat membantu dengan bisnis itu," timpal Nyonya Liana mencoba membujuk Race.

Race menarik napas dalam dan mulai kehilangan kesabarannya. Race menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Apakah sebuah pernikahan hanya berarti sesimpel itu, ibu? Apakah pernikahan kalian juga sebagian dari bisnis? Atau memang sejak dulu kalian sudah terbiasa seperti itu, jadi aku ataupun Willingga harus mau mengikuti jejak kalian juga?"

"Race, Ibu hanya ingin kau bahagia. Menikahi gadis ini akan membuatmu semakin kuat di kerajaan, gadis itu juga bisa membuat bisnis ayahmu semakin maju. Ibu mohon turuti kami."

"Jangan membawa-bawa anak bodoh yang sudah mati itu! Mau tidak mau, kau harus menikah dengan putri bangsawan dari barat itu!" hardik Tuan Race benar-benar kehilangan kesabarannya.

***

Di dalam kereta mewah yang bagus, Ivy baru saja akan memejamkan matanya tidur. Perjalanannya dari barat ke timur tentu saja membutuhkan waktu lama dan juga melelahkan. Baru saja akan terlelap napas Ivy lalu tidak beraturan, Ivy kembali membuka matanya nanar dan seperti baru saja melihat sesuatu yang tidak bagus dalam mimpinya.

"Siapa orang itu? Kenapa dia menusukkan pedang itu padaku?" ujar Ivy dengan ketakutan dan mengedarkan pandangannya ke seluruh arah.

Ivy kembali tenang saat menyadari itu semua hanya mimpi. Ivy mengurut dadanya pelan lalu kemudian mengambil air putih yang disediakan di samping dirinya duduk.

"Sepertinya itu hanya mimpi, tapi kenapa aku memimpikan hal seperti itu? Apa itu juga termasuk ramalan?" gumam Ivy kemudian meneguk air putih itu perlahan.

"Kita mulai memasuki wilayah timur!"

Terdengar suara kusir kereta kuda itu berteriak dari luar. Ivy lalu melihat ke arah jendela dan melihat area wilayah timur yang baru sekali ini dia datangi. Ivy tersenyum melihat wilayah timur yang ternyata cukup ramai dan asri.

"Apa kehidupanku akan lebih baik disini?"

***

Di paviliun Bungalo kediaman Race. Race mengusap wajahnya pelan lalu kemudian mengambil posisi duduk sekarang. Lagi-lagi Race bermimpi hal tentang Ivy, gadis yang akan dia nikahi.

"Siapa sebenarnya Ivy? Kenapa takdirnya justru seburuk itu? Lagi-lagi aku bermimpi tentang gadis itu. Besok pagi dia sampai disini, lalu aku harus menikahinya. Bagaimana bisa aku menikahi perempuan yang bahkan tidak aku kenal."

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu kamar Race membuat laki-laki tampan itu melihat ke arah pintu. Race lalu turun dari ranjang dan berjalan untuk membuka pintu.

"Winter? Untuk apa kau kesini?" tanya Race.

"Sudah tidur?" Winter justru balik bertanya.

"Sudah, karenamu aku terbangun. Jika tidak ada yang penting pergilah!"

"Ck,,,aku ingin menghiburmu, Race."

Winter lalu masuk ke kamar Race tanpa permisi dan duduk di kursi dekat ranjang Race.

"Menghiburku? Untuk apa?" tanya Race heran.

Winter lalu menepuk pelan kursi kosong di sampingnya menyuruh Race untuk duduk juga, dia kemudian tersenyum tipis.

"Besok kau sudah beristri, tentu saja aku tidak ingin melewatkan malam ini begitu saja. Ayo, kita mabuk sampai pagi malam ini. Setelah kau memiliki istri, kau tidak akan bisa mabuk bersamaku lagi."

Race menatap sepupunya yang merupakan putra mahkota itu. Race menghela napas berat dan juga jengkel. Race lalu membuang mukanya begitu saja.

"Kau, selalu bisa mengemas ejekan menjadi sebuah penghiburan, Winter Agnito."

Meskipun jengkel pada sepupunya itu, Race juga berakhir duduk di samping Winter sekarang. Keduanya benar-benar melakukan ide Winter untuk mabuk malam ini.

"Jadi, kau setuju untuk menikah?" tanya Winter lagi.

"Tentu saja, kapan aku bisa menolak permintaan ayah dan ibu?" ujar Race membenarkan.

"Berarti kau memang mau pada gadis itu? Dia pasti cantik makanya kau bersedia."

Race mendengus pelan lalu kemudian tertawa kecil. Kepalanya menggeleng pelan.

"Menikahinya bukan berarti aku tertarik padanya. Wajahnya saja aku tidak tahu seperti apa. Aku menikahinya karena kedua orang tuaku, Winter. Aku, tidak akan menggunakan perasaanku padanya. Pernikahan kami hanya sebatas saling membutuhkan satu sama lain. Toh akhirnya aku juga akan mengeksekusinya nanti."

"Eksekusi? Apa maksudmu, Race?" Winter bertanya dengan ekspresi wajah bingung dan tidak percaya.

***

Ivy memandang bingung ke arah tiga pelayan yang tiba-tiba datang ke kamarnya. Masing-masing dari mereka membawa barang yang berbeda, Miranda membawa beberapa gaun yang terlihat begitu indah, sedangkan pelayan lainnya ada yang membawa kotak yang sepertinya sepatu dan ada juga yang membawa kotak make up.

"Selamat malam, Nyonya muda," ucap Miranda.

"Iya, selamat malam," sahut Ivy sembari tersenyum ramah.

"Perkenalkan ini Selina dan ini Gareta, mereka juga melayani anda disini."

Miranda memperkenalkan rekan kerjanya pada Ivy dan menunjuk Selina dan Gareta bergantian.

"Jadi aku memiliki 3 pelayan yang masih muda-muda. Lalu kalian mau apa kesini di jam seperti ini?" tanya Ivy.

" Kami semua kesini untuk mempersiapkan makan malam anda, ini baju-baju yang di siapkan untuk anda. Silahkan pilih!" terang Miranda.

"Saya bertugas untuk merias anda, Nyonya muda," sambung Gareta dengan suara riang dan sangat bersemangat.

"Apakah makan malam butuh hal yang sangat berlebihan seperti ini? Aku, cukup mengenakan baju biasa dan tidak harus berhias," ujar Ivy menampilkan wajah polosnya.

"Dibagian mana yang berlebihan, Nyonya muda? Bukankah ini hanya baju biasa yang para bangsawan kenakan," tukas Gareta.

Lagi-lagi Miranda menatap Ivy dengan wajah tidak senang.

"Dasar kampungan! Aku, tidak percaya dia putri bangsawan di daerah utara, bagaimana bisa perempuan seperti ini disandingkan dengan Tuan muda Race," batin Miranda bermonolog.

Selina dan Gareta sendiri justru tersenyum geli mendengar pertanyaan Ivy. Keduanya lalu mendekat pada Ivy dan memegang tangan Ivy bersamaan. Ivy terkejut dan melihat ke arah Selina dan Gareta bersamaan.

"Benar, Nyonya muda ini sama sekali tidak berlebihan. Ini bukan makan malam biasa, Nyonya muda. Tuan muda Race akan ikut dalam makan malam ini, baru besok akan diadakan pesta untuk memperkenalkan anda ke semua orang di timur ini. Ayo kita mandi terlebih dahulu, saya akan membantu anda mandi," timpal Selina.

"Ha? Apa?"

Wajah Ivy mendadak terlihat terkejut dan ketakutan.

"Ayo, Nyonya muda aku antar ke kamar mandi. Aku, akan membantu anda menggosok punggung anda dengan Selina juga," ajak Gareta kemudian.

"Aku, bisa mandi sendiri. Kalian siapkan baju dan yang di butuhkan saja!"

Ivy lalu melesat pergi meninggalkan ketiga pelayannya dan masuk ke dalam kamar mandi.

"Kenapa Nyonya muda begitu lucu," ujar Gareta terkekeh pelan.

"Kau, benar dia begitu lucu dan menggemaskan," timpal Selina sependapat.

"Itu bukan lucu tapi konyol, putri bangsawan tidak ada yang seceroboh dan juga senorak dia," tukas Miranda yang benar-benar tidak menyukai Ivy.

"Jangan terlalu kasar, Miranda!" tutur Gareta sedikit tidak suka dengan sikap Miranda.

"Itu memang kenyataan, Gareta. Baru kali ini aku bertemu dengan putri bangsawan yang bersikap seperti itu. Dia itu terlalu memperlihatkan kalau dia benar-benar dari kalangan rendahan."

Ketiga pelayan Ivy itu sedang berdebat, tanpa mengetahui kalau dengan berbalutkan handuk, Ivy melihat dirinya sendiri di kaca. Ivy terlihat bingung dan juga sedih, dia lalu memegangi punggungnya pelan.

"Apa yang harus aku katakan tentang bekas-bekas luka ini?"

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ny. Min

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku