Sandra dan Samuel adalah sahabat sejak masih kecil. Keduanya bersekolah di sekolah yang sama dari SD, SMP sampai SMA. Semua baik-baik saja, sebelum Samuel jatuh cinta pada Andira, gadis paling populer di sekolahnya. Sandra yang sebenarnya memiliki perasaan lebih pada Samuel, harus menelan pil pahit ketika Samuel datang menceritakan rencananya untuk menyatakan perasaannya pada Andira. Persahabatan yang semula baik-baik saja itu seperti terkena hantaman badai kencang. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Apakah keduanya akan tetap bersahabat atau tidak?
Sandra menatap Samuel yang baru saja selesai latihan basket. Laki-laki itu adalah kapten tim basket di sekolahnya, sekaligus sahabatnya sejak kecil.
Orang tua mereka merupakan sahabat sejak masih kuliah sehingga keduanya pun menjadi sahabat juga dengan sendirinya karena terlalu sering bertemu. Bahkan keduanya merupakan tetangga. Rumah Sandra berada tepat di seberang rumah Samuel.
Laki-laki itu menghampiri Sandra yang duduk di tepi lapangan. Gadis itu menyodorkan sebotol air mineral padanya.
"Belum pulang?" tanya Samuel sambil menerima air mineral yang disodorkan oleh Sandra.
"Belum," katanya.
Samuel hanya mengangguk-angguk begitu mendengar perkataan gadis itu. Ia meminum air mineral itu dan membuat beberapa siswi melirik ke arahnya.
"Thank's ya. Lain kali cari pacar supaya kamu nggak harus nungguin aku biar nggak sendirian pulang," kata laki-laki itu sambil mengacak-acak rambut Sandra.
"Ih, apaan, sih!"
Sandra menepis kasar tangan Samuel yang sibuk mengacak-acak rambutnya. Rambutnya jadi sangat kusut dan berantakan. Laki-laki itu terbahak-bahak karena puas melihat Sandra bereaksi terhadap ulahnya.
"Yang aku bilang itu serius, ya. Cari pacar sana," kata laki-laki itu sambil berlari mundur kembali ke dalam lapangan basket.
Gadis itu hanya tersenyum kecut diberi nasihat seperti itu oleh orang yang ia sukai. Gadis itu memang menyukainya, teman masa kecilnya sendiri. Lantas bagaimana jika orang yang ia sukai justru menyuruhnya untuk mencari pacar agar tidak menempelinya terus?
"Apa aku sebeban itu, ya, di mata kamu?" bisik gadis itu.
***
"Wow."
"Kiw-kiw, cewek!"
Gadis ber-name tag Andira berjalan memasuki halaman sekolah. Belum sampai ruang guru, ia sudah digoda oleh beberapa siswa yang tidak sengaja berpapasan dengannya. Ini adalah hari pertama gadis itu berada di sekolah itu, tapi ia sudah menerima banyak sekali perhatian.
Ia adalah murid baru di sekolah itu. Tujuan pertamanya hari ini adalah ruang guru untuk mengofirmasi kepindahannya, sekaligus mencari tahu di kelas mana ia akan ditempatkan.
Tatapan-tatapan nakal para murid laki-laki sulit lepas darinya. Parasnya yang rupawan dan postur tubuh yang jenjang dan sedikit berisi pada bagian tertentu di tubuhnya membuat ia mendapat banyak perhatian meski baru pertama kali menginjakkan kaki di sekolah itu.
Tidak hanya murid laki-laki, ia juga dihujani oleh tatapan murid-murid perempuan di sekolah itu. Ada yang memuji paras dan postur tubuhnya, tapi tidak sedikit pula yang menghinanya dan mengatakan bahwa pujian para murid laki-laki yang disematkan padanya itu terlalu berlebihan.
Ini masih hari pertama, tapi ia sudah membuat banyak kehebohan hanya dengan sekedar hadir di sekolah. Ia belum bertegur sapa dengan satu pun murid di sekolah itu, tapi ia sudah mendapat banyak perhatian yang memuji dan mencerca dirinya.
***
Klotak...Klotak...Klotak....
Suara hak sepatu yang bersinggungan dengan lantai terdengar di koridor kelas. Wanita itu menenteng buku mata pelajaran matematika dan buku absen untuk murid yang akan ia ajar siang itu.
Andira ikut berjalan di belakang guru itu. Bel masuk sudah berbunyi. Ia mengikuti guru itu agar tahu di kelas mana ia akan ditempatkan di sekolah ini.
Kelas yang begitu bising langsung sunyi ketika wanita itu berjalan masuk ke dalam ruang kelas. Suasana kelas yang tadinya ramai bak pasar, tiba-tiba sunyi seperti di kuburan. Suasanya benar-benar tegang dan sunyi.
"Uhuy..."
"Cuitt...cuitt..."
"Kiw-kiw...."
Kelas kembali berisik begitu Andira masuk ke dalam. Suara berisik yang didominasi oleh murid-murid laki-laki yang sibuk menggodanya.
Tatapannya datar, ia tidak begitu peduli dengan suara bising murid-murid yang sedang sibuk menggodanya saat ini. Ia sudah biasa mendapat banyak perhatian seperti ini. Ia sadar semua itu karena parasnya yang memang cantik.
PAKK...PAKKK...PAKKK....
"Tenang! Semua diam! Ini kelas atau pasar? Kalau ada yang masih mau bicara, keluar dari kelas sekarang!" bentak wanita itu sambil memukul meja guru yang ada tepat di sebelahnya.
Tatapan wanita itu begitu tajam ke arah para murid yang ada di dalam kelas saat ini. Tidak ada yang berani melawannya. Kelas yang sebelumnya berisik, kembali hening seperti sedia kala. Tidak ada satu pun di antara mereka yang ingin dikeluarkan dari dalam kelas.
Setelah suasana kembali tenang, wanita yang merupakan guru matematika sekaligus wali kelas itu mempersilahkan Andira untuk memperkenalkan dirinya. Beberapa dari antara murid laki-laki ingin mengajukan pertanyaan ketika gadis itu selesai memperkenalkan dirinya, tapi tidak diizinkan.
"Kamu duduk di sana, di belakang Samuel."
Andira menatap laki-laki dengan name tag Samuel pada seragamnya. Laki-laki itu juga ikut menatap ke arahnya. Pesona Andira memang bukan main, laki-laki itu sempat mematung karenanya.
Sandra yang berada di samping laki-laki itu bukan tidak menyadari tatapan Samuel ke arah Andira yang sedikit berbeda dibandingkan biasanya. Ia hanya tidak ingin melihatnya lebih lama. Gadis itu lebih memilih mencorat-coret halaman belakang bukunya ketimbang melihat interaksi keduanya.
Hatinya sudah cukup sakit sering disuruh oleh Samuel untuk mencari pacar agar tidak menjadi beban bagi laki-laki itu. Ia tidak pernah berharap hari seperti ini akan datang ke dalam hidupnya.
Gadis itu tersenyum miris begitu Samuel mengulurkan tangannya untuk mengajak Andira berkenalan. Andira bahkan baru duduk di bangkunya dan belum mengeluarkan alat tulisnya tapi sudah diajak berkenalan oleh laki-laki itu.
Seisi kelas kembali ramai karena ulah Samuel yang mengajak Andira untuk berkenalan. Siulan-siulan menggoda keduanya terdengar begitu nyaring sampai ke luar kelas.
PAKK...PAKK...PAKK...
"Diam! Semuanya diam!"
Sang guru kembali memukul-mukul meja sambil meneriaki seisi kelas yang kembali ribut. Ia kesal karena waktunya untuk mengajar sudah banyak terbuang hanya untuk perkenalan murid baru dan menenangkan kembali kelas yang berisik.
Para murid kembali diam. Tidak ada yang ingin membantah. Jam pelajaran pun berlangsung seperti yang seharusnya.
Sandra melirik ke arah Samuel yang sedang tersenyum. Rongga dadanya benar-benar nyeri melihat senyuman laki-laki itu. Apalagi ketika laki-laki itu tidak menyembunyikan sama sekali rasa tertariknya dengan Andira yang duduk tepat di belakangnya. Ia sesekali curi-curi pandang ke arah gadis yang duduk di belakangnya itu.
Sandra hanya tersenyum pilu melihatnya. Ia sudah sejak lama menyukai Samuel. Tapi tidak sekali pun ia pernah memiliki keberanian untuk menyatakan perasaannya pada laki-laki itu. Apalagi laki-laki itu bukan sekali dua kali menyuruhnya untuk mencari pacar dan memperlakukannya seakan-akan adalah beban berat yang harus ia singkirkan.
'Mungkin memang seharusnya aku dengerin nasihat kamu. Mungkin memang sudah waktunya aku buat move on dan cari pacar. Aku tidak bisa begini terus,' batinnya.
Tatapannya beralih pada Andira, yang duduk di belakang Samuel. Gadis itu tampak tidak terpengaruh oleh tingkah Samuel yang sering berbalik belakang hanya untuk melihat dirinya. Setelahnya, ia kembali meluruskan pandangannya ke arah papan tulis.