Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Be Your Pet

Be Your Pet

Kazama Go

4.0
Komentar
26.9K
Penayangan
261
Bab

Warning!!! 21+ only Kecenderungan kekerasan dan kata kasar. Usia kurang dari 21 tahun dilarang baca! Erick, pria berusia 20 tahun yang hidup berdua dengan ibunya terpaksa harus menjadi peliharaan Jason, pria penyuka sesama jenis dengan kecenderungan BDSM demi membiayai ibunya yang masuk rumah sakit. Bagaimanakah kehidupan erick selama menjadi peliharaan Jason? WARNING! BxB BDSM Mature konten (kekerasan, kata kasar, hinaan dll)

Bab 1 Masa kecil

Matahari telah terbit di ufuk timur kala Erick bangun dari tidur. Tak lupa ia mematikan alarm yang sedari tadi berkokok berusaha membangunkannya.

"Kebun binatang, Erick datang..." Dengan penuh semangat bocah yang masih berusia 10 tahun itu lalu bangkit dan segera membersihkan dirinya di kamar mandi.

Di lantai bawah, kedua orang tuanya hanya bisa tersenyum mendengar teriakan anak semata wayangnya.

"Sepertinya Erick semangat sekali ya, Bu," ujar sang Ayah.

Ibunya yang sedang memasak pun ikut tersenyum. "Dia sudah menunggu lama untuk pergi ke kebun binatang bersama."

"Ayah," panggil Erick ketika ia sudah selesai berpakaian, "Erick sudah siap."

Setelah meneguk tegukan kopi terakhirnya, Ayah segera bangkit dan mengambil kunci mobilnya diikuti oleh Ibu yang sudah membawa bekal makanan mereka.

Singkat cerita, telah sampailah mereka di kebun binatang tujuan mereka. Sementara Ayah pergi membeli tiket masuk, Ibu dan Erick menunggu di depan pintu gerbang masuk kebun binatang.

Celotehan kecil terus meluncur dari mulut Erick kecil yang baru pertama kali pergi ke kebun binatang. Selama ini ia melihat binatang seperti yang ada di dalamnya hanya melalui televisi saja.

"Ibu, benarkah gajah itu sangat besar?", "Ibu, apakah jerapah itu sangat tinggi?", "Apa nanti kita akan melihat singa yang sedang makan?"

Ibunya dengan sabar menjawab semua pertanyaan Erick dengan tersenyum.

"Ayah sudah dapat tiketnya, ayo sekarang kita masuk."

Mereka bertiga lalu masuk ke dalam kebun binatang dengan gembira.

Erick tidak terlahir di keluarga yang sederhana, bahkan terbilang cukup berada karena ayahnya memiliki posisi yang penting dalam sebuah perusahaan, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang langsung menikahi ayahnya ketika sudah lulus SMA.

Namun didikan mereka tetap mengajarkan Erick untuk berusaha mendapatkan apa yang ia inginkan. Mereka keluarga yang harmonis yang sering menghabiskan waktu untuk berwisata ke berbagai macam tempat.

*

Hari ini Erick berusia genap empat belas tahun. Namun ulang tahun ini terasa berbeda karena Ayahnya tidak bisa hadir di perayaan ulang tahunnya karena kesibukan pekerjaannya yang mengharuskan ia pergi ke luar kota selama beberapa hari.

Sedari pagi wajah Erick sudah muram, namun ibunya berusaha menenangkannya.

"Anak tampan ibu kenapa bersedih?," tanya ibunya seraya membantu Erick berpakaian.

"Mengapa ayah harus pergi, bu?"

Ibunya tersenyum namun senyumnya itu terlihat tidak biasa dan tidak Erick sadari.

"Ayah harus pergi karena ayah harus menyelesaikan pekerjaannya, nanti juga ia pulang," jawab ibunya.

Dengan berat hati Erick akhirnya bisa mengerti. Walaupun masih tersisa sedikit kesedihan di hatinya, namun ia masih mampu tersenyum saat pesta ulang tahunnya dirayakan.

Setelah kejadian itu, ayahnya mulai berubah. Ia sering sekali pulang larut dengan alasan sibuk bekerja. Dan tak jarang juga ia tidak pulang selama beberapa hari karena alasan harus ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Dan bila ayahnya tidak ada di rumah, Erick selalu muram dan ibunya tak lelah berusaha menenangkannya. Namun yang membuat jiwa Erick semakin terguncang adalah sekarang orang tuanya sering bertengkar untuk hal-hal yang belum Erick pahami, bahkan hal sepele sekalipun.

BRAK!

Ayah Erick menggebrak meja makan yang membuat Erick yang sedang asik menonton film kesukaannya terkejut.

"Mengapa masakanmu rasanya tidak enak!" bentak ayahnya pada ibu Erick.

"Apa maksudmu tidak enak!" ibunya balas membentak, "selama ini kau memakan masakanku tanpa pernah mengeluh."

"Ah, sudahlah. Aku lelah!" pria paruh baya itupun lalu bangkit dari kursi dan segera pergi menuju kamar tamu. Sementara ibunya hanya bisa menangis dalam diam sambil membersihkan makanan yang tumpah ke lantai saat ayah menggebrak meja tadi.

"Ibu, ayah kenapa?" tanya Erick dengan air mata yang sudah menggenang di matanya.

"Tidak apa-apa, Nak. Sebaiknya Erick tidur sekarang karena malam sudah larut. Besok kau masih harus sekolah" yang segera dituruti oleh Erick karena ia tidak ingin membuat hati ibunya semakin sedih.

Di kamar mata Erick sulit terpejam, ia terus terbayang kejadian yang terjadi tadi. Tak pernah seumur hidupnya ia melihat orang tuanya bertengkar.

"Kenapa ayah sekarang berubah..." batin Erick. Ia sungguh tidak mengerti apa yang membuat ayahnya menjadi seperti itu.

Erick tergolong anak yang pandai, nilainya tidak pernah kurang dari 90. Ia juga bukan anak yang nakal yang selalu menuruti kata-kata orang tuanya. Lalu apa yang menyebabkan ayahnya menjadi seperti ini? pertanyaan itu tidak akan terjawab hingga Erick menjadi remaja.

Karena pertengkaran orang tuanya semakin sering terjadi, perlahan-lahan nilai sekolah Erick mulai menurun. Hal ini tidak luput dari perhatian pihak sekolah.

"Ibu..." panggil Erick ragu-ragu pada ibunya yang sedang berada di kamar. Ia melihat ibunya tengah menangis sambil memegang sebuah figura foto yang berisikan foto mereka bertiga.

Melihat kehadiran Erick di sana, ia segera mengusap air mata di pipinya.

"Ada apa, Nak?"

Dengan perasaan takut, Erick menyodorkan sebuah surat dari sekolahnya. Pihak sekolah memanggil orang tua Erick untuk membahas masalah nilai Erick yang semakin menurun.

Ibunya membaca surat itu lalu tersenyum dengan lembut sambil mengusap kepala anak semata wayangnya.

"Besok ibu akan ke sekolah," ujar ibunya. "Sekarang segeralah ganti pakaianmu dan makan, ibu sudah membuat makanan kesukaanmu."

Beberapa potong ayam goreng sudah tersaji di meja makan. Sejak kecil, ayam goreng buatan ibunya adalah makanan favorit Erick dan Erick bisa menghabiskan hingga 3 piring nasi bila ada ayam goreng di piringnya.

*

Erick sedang terlelap di atas kasur empuknya hingga samar-samar Erick mendengar teriakan di bawah. Lagi... orang tuanya kembali bertengkar.

"Ini sudah malam, Ayah. Kenapa Ayah baru pulang?" Erick melihat ke jam yang ada di ponselnya yang biasa ia letakan di dekat bantalnya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.

"Itu bukan urusanmu!" bentak ayahnya, "sebaiknya kau urus saja nilai Erick yang makin menurun!"

Erick menyembunyikan kepalanya di dalam selimut. Apakah ia penyebab ayahnya menjadi seperti ini?

Ia mengambil salah satu bantal di kasurnya lalu menutupi telinganya agar tidak mendengar pertengkaran orang tuanya.

Pagi hari itu Erick bangun dengan wajah sembab karena ia menangis semalaman. Dengan lesu ia bersiap untuk pergi ke sekolah.

Sesampainya di lantai bawah, ia melihat ayahnya sedang duduk membaca koran sambil menikmati secangkir kopi hangat di meja makan. Erick berusaha menceriakan wajahnya lalu mendekati ayahnya.

"Selamat pagi, Ayah."

"Hm..." jawab ayahnya. Bahkan ia sama sekali tidak mau melihat ke arah Erick.

Erick duduk di meja makan, hatinya semakin sakit mendapat perlakuan seperti itu dari ayahnya.

"Hari ini kita pergi bersama ya" ujar ibu sambil memberikan sarapan ke hadapan Erick dan mengusap punggung Erick.

Erick seakan kehilangan nafsu makannya. Ia hanya memainkan makanan di hadapannya dengan sendok yang ia pegang.

"Jangan bermain dengan makananmu!" bentak ayahnya dengan wajah garang.

Erick semakin menciut karena melihat wajah ayahnya. Ia tidak pernah dimarahi oleh ayahnya dalam seumur hidupnya.

Di sekolah, Erick semakin menjadi anak yang pemurung. Waktunya hanya ia habiskan seorang diri. Ia seperti menutup semua hubungan dengan teman temannya. Wali kelasnya pun menyampaikan hal ini pada ibu Erick saat ibunya menemuinya di sekolah.

Ternyata selain berpengaruh pada nilai, masalah di rumah Erick pun mempengaruhi temperamennya. Ia sekarang sering sekali berkelahi dengan teman-temannya. Sering sekali pihak sekolah memanggil orang tuanya karena ia berkelahi.

Wajah Erick yang memang tampan sedari kecil kini tertekuk dengan memar di sana-sini. Sementara di sampingnya duduk seorang anak dengan memiliki noda biru yang lebih banyak di wajahnya. Belum lagi seragam mereka yang kotor dan darah yang mengering di sisi luka.

"Erick, ada apa denganmu?" tanya wali kelasnya. Wanita yang selalu kagum terhadap Erick itu sungguh tidak mengerti apa yang terjadi pada bocah kecil yang dulu ceria, berprestasi dan pintar itu.

Erick hanya terdiam dengan sorot mata yang tajam. Siang itu, hanya karena sebatang pensil yang direbut dari tangannya, Erick menghajar habis-habisan sang pelaku.

Sang wali kelas pun hanya bisa memijit pelipisnya sambil menunggu kedatangan orang tua Erick.

Kelakuan Erick yang sering berkelahi pun tak luput dari perhatian ayahnya. Pria itu kembali memarahi istrinya karena dianggap tak becus mendidik Erick. Dan pertengkaran antara keduanya kembali terjadi.

Apa yang terjadi pada ayah Erick?

Hal apa yang menyebabkan ayah Erick berubah?

Lalu bagaimana keadaan Erick nantinya?

Halo readers, ini adalah karya pertamaku dengan genre BDSM YAOI. Semoga kalian suka yaa

Di beberapa chapter ini, saya hanya ingin menjelaskan mengenai masa lalu Erick. Jadi harap bersabar bagi kalian yang ingin segera membaca adegan ++.

Sudah pasti banyak typo bertebaran jadi saya harap kalian maklum.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku