Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Heran, perasaan kalau ngerjain skripsi punya temen bisa seminggu jadi, kenapa ngerjain skripsi sendiri nggak jadi-jadi sih!" Fani mendenguskan nafasnya kasar. Ia berdoa semoga besok dosen pembimbingnya berlapang dada memberinya ACC.
Jarum jam dinding berdetak pelan, sebentar lagi pukul dua belas malam. Sudah empat jam lebih Fani berkutat dengan revisian skripsinya.
Fani baru saja sidang akhir tadi sore, ingin sekali dia segera menyelesaikan tugas yang ia kerjakan setahun terakhir itu. Otaknya seolah sudah lelah untuk berpikir.
Suara notifikasi whatsapp masuk di HP Fani.
[Raf, ngampus nggak Lo besok, nebeng ya!] Sebuah pesan datang dari Ni'mah, sahabat dekat Fani.
[Iya gampang, bangun pagi ya Lo. pokoknya Gue sampai di kos, Lo harus udah siap.] balas Fani.
[Berangkat jam berapa emang?] Balas Ni'mah balik.
[JAM 8.] Fani mengapslock ketikan pesannya.
[Pagi banget sih Raf, kalo Gue belum bangun Lo musti nungguin Gue]
[Lihat besok aja. Gue mau bimbingan sama Bu Hajah soalnya, biar cepet kelar.]
Chat whatsapp dari Fani sudah menunjukan centang dua biru. Sudah beberapa menit tidak ada jawaban dari Ni'mah, ia pun menaruh kembali handphone nya dan kembali berkutat dengan laptop di hadapannya.
Mata Fani sudah terasa lelah. Ia menengok jam dinding yang jarum pendeknya menunjuk ke angka dua. Ia pun memilih menyudahi revisian yang menurutnya sudah cukup. Beralih menuju ranjang, ia tatap langit-langit kamarnya.
Matanya tidak bisa terpejam. Fani mencoba memejamkan matanya sambil mengingat-ingat agenda apa yang harus ia lakukan besok dan membayangkan bagaimana ia bertemu bu Hajah Khuriyah, dosen pembimbing skripsinya besok.
Menjemput Ni'mah, print revisian, ke kampus, bertemu Damar. Ah, Damar. Fani kembali mengingat kejadian tadi siang selepas sidang.
"Raf, Lo mau nggak jadi pacar gue?" kata Damar pelan di tengah makan siang bersama teman-teman untuk tasyakuran gelar barunya.
Fani melongo menatap Damar, hampir tersedak karena ia baru mengunyah makanannya. Ia tidak mengira Damar akan menembaknya seperti ini.
"Gimana Raf?" Damar menatap mata Fani.
"Ehm ... gue nggak bisa jawab sekarang Mar ...." Fani mengalihkan pandangannya dari Damar, beralih menatap makanannya. Tangannya megaduk aduk sambal di nasinya tapi tidak segera disuapkan ke mulut.
"Lo mikir apalagi Raf? Emang Lo nggak capek HTS-an dua tahun sama gue??"
"Hah? HTS? Gue nggak merasa kita HTSan!" kilah Fani.
"terus? Dua tahun ini Lo anggep Gue apa Raf?" Damar menatap Fani lekat-lekat.
"mmm ... apa ya?" Fani berpikir keras. ia memang nggak tahu hubungan apa yang selama ini dia jalani bersama Damar.
"Ya sudah jangan Lo jawab sekarang. Gue kasih waktu buat Lo berpikir Raf, besok gue tunggu jawaban Lo ya Raf?" Fani hanya mengangguk tidak yakin
***
Fani memarkirkan motor supra nya di depan kos Ni'mah. sambil mengeluarkan hp, ia berjalan masuk ke arah kamar ni'mah.
pintunya masih tertutup rapat.
"Paling belum bangun ni anak!" gumam Fani.
Ia pun membuka sedikit jendela kamar kos Ni'mah dari luar dan memasukkan tangannya. menggerayangi kunci pintu yang tertempel dan membukanya dari dalam. Fani sudah terbiasa membuka kamar Ni'mah seperti itu karena Ni'mah yang mengajarinya dulu.
"Ratu tidur! Bangun! jadi bareng ke kampus nggak?" Fani berteriak sambil menggoyang-goyangkan punggung Ni'mah.
"hmm ... lima menit lagi ya!" ucap Ni'mah serau. Ia belum benar-benar bangun dari tidurnya.
"Nggak ada lima menit lima menit! kalau nggak bangun sekarang gue tinggal Lo! Gue mau bimbingan revisi!" Fani terus menggoyang-goyangkan punggung Ni'mah.
Ni'mah pun bangun dengan ogah-ogahan. Ia masuk ke kamar mandi dan dalam dua menit sudah keluar dengan mata yang masih setengah merem.
"Lo mandi apa lanjut tidur sih di dalem? Muka Lo masi kucel kayak gitu!" Fani terkekeh menatap sahabatnya.
"Ngga usah ngejekin Gue deh Raf, Lo sendiri udah sampai sini tapi muka Lo juga masih kucel!" sanggah Ni'mah tidak mau kalah.
"Muka Gue mah uda kucel dari sononya kalik Mah,"