Rafani Sahla Hanisah, memilih menjadi singelillah dengan menolak ajakan pacaran sahabatnya. Siapa sangka Allah dekatkan jodohnya. Selang beberapa hari, ia mendadak menjadi istri dsri teman sesama relawan yang sama sekali tidak ia kenal. Memulai rumah tangga di usia yang terbilang muda memang tidak mudah. Rafani memilih merahasiakan status mereka berdua setidaknya samapai walimatul ursy mereka terlaksana. Kehadiran orang-orang di masa lalu membuat cinta di antara keduanya tidak tumbuh dengan cepat. Rafani berusaha menetapkan hatinya, dan menekadkan niatnya. Ia berusaha menerima masa lalu suaminya. Begitu juga dengan Ahmad Taufan suami Rafani yang berusaha berdamai dengan masa lalu dan memulai hidup barunya dengan wanita yang sudah digariskan untuknya. "Saat siang memang kita seperti orang asing! Tapi beri aku kesempatan di ujung senja untuk mulai belajar mencintaimu dan berbakti sebagai pasanganmu,"
"Heran, perasaan kalau ngerjain skripsi punya temen bisa seminggu jadi, kenapa ngerjain skripsi sendiri nggak jadi-jadi sih!" Fani mendenguskan nafasnya kasar. Ia berdoa semoga besok dosen pembimbingnya berlapang dada memberinya ACC.
Jarum jam dinding berdetak pelan, sebentar lagi pukul dua belas malam. Sudah empat jam lebih Fani berkutat dengan revisian skripsinya.
Fani baru saja sidang akhir tadi sore, ingin sekali dia segera menyelesaikan tugas yang ia kerjakan setahun terakhir itu. Otaknya seolah sudah lelah untuk berpikir.
Suara notifikasi whatsapp masuk di HP Fani.
[Raf, ngampus nggak Lo besok, nebeng ya!] Sebuah pesan datang dari Ni'mah, sahabat dekat Fani.
[Iya gampang, bangun pagi ya Lo. pokoknya Gue sampai di kos, Lo harus udah siap.] balas Fani.
[Berangkat jam berapa emang?] Balas Ni'mah balik.
[JAM 8.] Fani mengapslock ketikan pesannya.
[Pagi banget sih Raf, kalo Gue belum bangun Lo musti nungguin Gue]
[Lihat besok aja. Gue mau bimbingan sama Bu Hajah soalnya, biar cepet kelar.]
Chat whatsapp dari Fani sudah menunjukan centang dua biru. Sudah beberapa menit tidak ada jawaban dari Ni'mah, ia pun menaruh kembali handphone nya dan kembali berkutat dengan laptop di hadapannya.
Mata Fani sudah terasa lelah. Ia menengok jam dinding yang jarum pendeknya menunjuk ke angka dua. Ia pun memilih menyudahi revisian yang menurutnya sudah cukup. Beralih menuju ranjang, ia tatap langit-langit kamarnya.
Matanya tidak bisa terpejam. Fani mencoba memejamkan matanya sambil mengingat-ingat agenda apa yang harus ia lakukan besok dan membayangkan bagaimana ia bertemu bu Hajah Khuriyah, dosen pembimbing skripsinya besok.
Menjemput Ni'mah, print revisian, ke kampus, bertemu Damar. Ah, Damar. Fani kembali mengingat kejadian tadi siang selepas sidang.
"Raf, Lo mau nggak jadi pacar gue?" kata Damar pelan di tengah makan siang bersama teman-teman untuk tasyakuran gelar barunya.
Fani melongo menatap Damar, hampir tersedak karena ia baru mengunyah makanannya. Ia tidak mengira Damar akan menembaknya seperti ini.
"Gimana Raf?" Damar menatap mata Fani.
"Ehm ... gue nggak bisa jawab sekarang Mar ...." Fani mengalihkan pandangannya dari Damar, beralih menatap makanannya. Tangannya megaduk aduk sambal di nasinya tapi tidak segera disuapkan ke mulut.
"Lo mikir apalagi Raf? Emang Lo nggak capek HTS-an dua tahun sama gue??"
"Hah? HTS? Gue nggak merasa kita HTSan!" kilah Fani.
"terus? Dua tahun ini Lo anggep Gue apa Raf?" Damar menatap Fani lekat-lekat.
"mmm ... apa ya?" Fani berpikir keras. ia memang nggak tahu hubungan apa yang selama ini dia jalani bersama Damar.
"Ya sudah jangan Lo jawab sekarang. Gue kasih waktu buat Lo berpikir Raf, besok gue tunggu jawaban Lo ya Raf?" Fani hanya mengangguk tidak yakin
***
Fani memarkirkan motor supra nya di depan kos Ni'mah. sambil mengeluarkan hp, ia berjalan masuk ke arah kamar ni'mah.
pintunya masih tertutup rapat.
"Paling belum bangun ni anak!" gumam Fani.
Ia pun membuka sedikit jendela kamar kos Ni'mah dari luar dan memasukkan tangannya. menggerayangi kunci pintu yang tertempel dan membukanya dari dalam. Fani sudah terbiasa membuka kamar Ni'mah seperti itu karena Ni'mah yang mengajarinya dulu.
"Ratu tidur! Bangun! jadi bareng ke kampus nggak?" Fani berteriak sambil menggoyang-goyangkan punggung Ni'mah.
"hmm ... lima menit lagi ya!" ucap Ni'mah serau. Ia belum benar-benar bangun dari tidurnya.
"Nggak ada lima menit lima menit! kalau nggak bangun sekarang gue tinggal Lo! Gue mau bimbingan revisi!" Fani terus menggoyang-goyangkan punggung Ni'mah.
Ni'mah pun bangun dengan ogah-ogahan. Ia masuk ke kamar mandi dan dalam dua menit sudah keluar dengan mata yang masih setengah merem.
"Lo mandi apa lanjut tidur sih di dalem? Muka Lo masi kucel kayak gitu!" Fani terkekeh menatap sahabatnya.
"Ngga usah ngejekin Gue deh Raf, Lo sendiri udah sampai sini tapi muka Lo juga masih kucel!" sanggah Ni'mah tidak mau kalah.
"Muka Gue mah uda kucel dari sononya kalik Mah,"
Setelah menunggu Ni'mah selesai, mereka tancap gas ke rental depan kampus untuk mengambil hasil print revisian dan masuk ke gedung fakultas mencari Bu Hajah.
"?ah ...," Fani memanggil ni'mah ragu. Kakinya mengayun-ngayun karena bangku semen yang didudukinya cukup tinggi.
Mereka berdua masi menunggu dosen pembimbing masing-masing.
"Hmm ...." Ni'mah merespon tanpa menengok, matanya masih fokus di layar ponsel dengan permainan candy crushnya.
"maah ... Damar nembak Gue," Fani berkata pelan
"Apa Lo bilang Raf?" Ni'mah langsung menoleh
"Damar nembak Gue Mah, dan Gue nggak tahu harus jawab apa ke Damar," Fani menatap kosong ke arah lantai.
"Bukannya Lo sama Dia selama ini udah pacaran? Kok baru nembak sekarang?" Ni'mah heran, karena yang dia tahu dalam dua tahun terakhir ini Fani dan Damar terlihat dekat seperti orang pacaran.
Mereka selalu pergi makan berdua, ngerjain tugas berdua, main berdua, ya walaupun kadang Ni'mah diajak. bahkan skripsi Damar sebagian Fani yang mengerjakan dan bisa melaksanakan sidang skripsi lebih awal.
"Mana ada pacaran Mah? Lo mau gue digorok Abi sama Mak gue?" Fani langsung menyangkal.
"Lhah? HTS-an dong Kalian? Nggak nyangka Gue. Kapan sih Dia nembaknya? Kok Gue nggak tahu. Perasaan kemarin Lo dari pagi sampai sore sama Gue terus." Ni'mah berpikir keras.
"Terus, Lo pengennya gimanain Damar?" Lanjut Ni'mah sedikit menahan tawanya karena menurutnya ini sebuah keadaan yang lucu. Bukan, bukan lucu. Ini keadaan yang cukup konyol.
"Nggak tahu Mah, ini Gue mau minta pendapat Lo," Fani menatap harap ke Ni'mah.
"Apa sih Lo? Kan Lo yang mau jalanin hubungan. Emang Lo nggak cinta apa sama Dia? Terus selama ini Lo sama dia kok bisa deket? Ih, nggak nyangka deh Lo bisa php-in orang," Ni'mah memicingkan matanya tapi masih tetap menahan tawa.
"Tahu ah Mah! nyesel cerita ma Lo! Nggak ada solusinya. Tahu Gue lagi galau malah ngompor gitu!" Fani mendenguskan nafasnya kasar. Dia masih bingung. Bukannya dia tidak suka dengan damar, tapi Abi sudah melarang anak-anaknya buat pacaran.
Ditambah lagi, sebentar lagi sudah kelulusan. Pasti intens ketemu mereka juga susah karena rumah mereka tidak satu kabupaten. Rasa-rasanya Fani belum siap ketemu Damar nanti.
"Mbak Rafani?" Suara wanita separuh baya yang Fani tunggu-tunggu menginterupsi pikiran semrawutnya. Merasa namanya dipanggil, Fani pun menoleh ke sumber suara sambil tersenyum.
"Bu Hajah! Masya Allah, saya nungguin Ibu. Boleh bimbingan hari ini bu?" Fani beranjak berdiri sambil menyalami dosen pembimbingnya. Tak lupa ia kecup punggung tangan sang dosen penuh hormat.
"Owalah, Mbak Rafani nunggu Saya tho, ya sudah ayo masuk!" Bu Hajah mempersilahkan Fani masuk ke kantor. Fani pun mengikuti langkah dosen pembimbingnya.
"Duluan ya mah," Fani pamit ke Ni'mah.
"Hmmm," jawab Ni'mah tanpa menoleh. Matanya terus fokus memainkan game.
"Duduk mbak!" Bu Hajah menawarkan tempat duduk di hadapannya.
Fani menarik kursi kemudian mendudukinya. Ia mengeluarkan sebendel hasil print revisian dan menyerahkannya kepada bu hajah.
"Yang buat ujian kemarin dibawa nggak mbak?" Bu Hajah mulai mengecek sampul revisian Fani.
"Saya bawa Bu." Fani pun mengeluarkan sebendel lagi dari dalam tas nya. Hasil print penuh lipatan buat penanda revisi.
"Wah banyak ya mbak ternyata revisiannya, semalem nglembur pasti." Bu Hajah tersenyum ke arah Fani karena baru kemarin Fani selesai sidang dan hari ini revisian sudah selesai diserahkan. Fani pun hanya membalas dengan senyum.
Sudah sepuluh menit Bu hajah membolak-balik revisian Fani. Mencocokan dengan skripsi Fani yang dipakai ujian kemarin.
Fani menatap harap. Sejauh ini belum ada lipatan revisi dari Bu Hajah. Semoga hari ini langsung ACC. Fani mengejar waktu karena pendaftaran wisuda tinggal dua pekan lagi di tutup.
"oke mbak, saya ACC! Siap jilid ya mbak skripsinya." Bu Hajah menandatangani lembar pengesahan skripsi Fani.
"Alhamdulillah. Makasih banyak bu." Fani tak kuasa menyunjingkan senyumnya. Bu Hajah pun ikut tersenyum menatap binar kelegaan di mata mahasiswi yang setahun belakangan mondar-mandir ke mejanya, bahkan kadang datang ke rumahnya yang tidak jauh dari kampus.
"Selamat ya mbak Rafani, semoga gelarnya bermanfaat, ilmunya barokah bisa jadi amal jariyah." Bu hajah menyambut tangan Fani yang mengajak berjabat tangan.
Fani mengecup punggung tangan dosen pembimbingnya itu dengan penuh hormat.
"Sekali lagi terima kasih banyak ya Bu, maaf sudah merepotkan setahun ini," Fani pun mohon ijin untuk pulang dan Bu hajah mengiyakan dengan senyuman.
Fani berjalan keluar ruangan sambil memeluk berkas berkas skripsinya. bibirnya tidak berhenti tersenyum.
"Raf ...." Damar memanggil Fani yang baru saja keluar dari ruang dosen. Dia sudah duduk bersama Ni'mah di tempat Fani duduk tadi.
Bab 1 Kegundahan Rafani
08/06/2023